13. Persepsi

385 103 24
                                    

"Ayo kita buktiin bisa enggaknya lo jalanin ini. Jalanin hubungan sebagai pacar beneran dan bukan lagi pacar pura-pura."

Kapisa bergeming sepenuhnya. Tolakan serta alasan penolakan sudah ia jelaskan dan Turangga tetap memilih maju dibanding mundur. Kini ia penasaran bagaimana cara otak Turangga bekerja.

Kapisa mengalihkan pandangan dengan tawa remeh. "Hah, lucu. Apa itu yang bisa lo ucapin?" Tanya Kapisa geram.

"Jangan terlalu percaya diri. Karena kalo semua ini udah selesai, gue yakin lo bakalan pura-pura nggak kenal sama gue. Mending susun rencana matang-matang buat lusa nanti. Nggak usah nambah beban pikiran kayak gini. Orang-orang sejenis lo tuh pastinya gampang bosen, merasa bisa mendapatkan apapun hanya dengan uang." Cerca Kapisa.

Ia tak semata-mata mengatakannya sembarang, karena hal itu berdasarkan pengalamannya sendiri dari memacari anak orang kaya. Mereka hanya sampah masyarakat yang mengagung-agungkan harta kekayaan mereka tanpa peduli orang lain.

Namun Kapisa tahu bahwa Turangga tidak seperti apa yang ia bicarakan dan bayangkan tadi, hanya saja ini satu-satunya cara membuat Turangga berhenti berpikir akan memiliki hubungan lebih serius dengannya.

Akan tetapi entah terbuat dari apa hati Turangga, ia tidak begitu terguncang oleh ucapan sarkastik Kapisa.

"Terserah lo mau berpikir apa tentang gue. Tapi gue cuman mau bilang, kalo gue nggak sama seperti cowok berengsek yang pernah berhubungan sama lo selama ini. Karena gue adalah gue, Turangga Baga Tathya. Seseorang yang bakalan rubah persepsi lo tentang cowok."

Mata Kapisa bergetar sesaat, ia dapat melihat keseriusan dalam manik kembar Turangga. Ia mengambil napas panjang dan mengeluarkannya perlahan.

"Oke. Kalo gitu lo boleh coba buat merubah persepsi gue tentang cowok berengsek itu selalu dari keluarga konglomerat."

Pada akhirnya Kapisa memutuskan mengikuti alur yang Turangga inginkan.

[ Conglomerates and The Poor ]

Malamnya, ketika Kapisa sedang makan malam di rumah bersama keluarganya, pintu terketuk dari luar.

"Biar abang aja yang buka." Ujar Ijas berdiri dan membukakan pintu. Tubuh menjulang Turangga langsung didapati begitu pintu terbuka, ia memberi Ijas senyum manis disaat Ijas menatapnya tak ramah.

"Ngapain lo kesini?" Anggap saja Ijas tak sopan, namun Ijas tak akan menunjukkan keramahannya pada lelaki yang berada di sekeliling Kapisa, tolong dicatat, tidak akan!

Turangga diam-diam membatin, sadar beberapa kemiripan Kapisa dan saudaranya. Yaitu wajah lempeng yang minta ditimpuk. Bedanya dengan Kapisa seperti meminta dimanja. Radar bulol nya sudah terdeteksi dan Turangga tersenyum bodoh kepada Ijas.

"Gue tanya ngapain kesini!? Bukan malah pasang muka menjijikan kek gitu."

Sabar, untung adik ipar. Turangga mengangkat bingkisan yang sedari tadi ia pegang. "Gue bawain McD buat Kapisa dan keluarganya."

Ijas mengernyit sembari mengibaskan tangannya mengusir Turangga. "Bawa pulang aja, gue sama keluarga gue udah makan."

"Siapa, bang?" Tanya Kapisa dengan mulut penuh, ia berjinjit sedikit untuk melihat keluar ketika tubuh Ijas menghalangi pandangannya. Begitu melihat Turangga yang langsung dadah-dadah padanya, Kapisa melewati Ijas dan berhadapan dengan Turangga.

Menelan habis makanannya, baru Kapisa berbicara. "Ngapain kesini?" Bahkan pertanyaan yang ditanyakan padanya pertama kali sama seperti Ijas tadi.

Turangga mengulang kembali apa yang ia lakukan tadi pada Ijas, mengangkat bingkisan yang dipegangnya. "Gue bawain McD buat lo sekeluarga."

Conglomerates and The PoorWhere stories live. Discover now