23. Secercah Cahaya yang Padam

363 109 41
                                    

"Mudah, namun pastinya ada syarat."

Setelah mengisi perut dan bertenaga, mereka melanjutkan kembali perjalanan yang entah masih jauh atau tidak.

Seperti biasa, Raka sebagai seorang pemimpin berada digarda terdepan. Setelah berjalan berjam-jam dengan selingan istirahat, secercah cahaya dapat ia lihat.

Dengan perasaan yang tak karuan, langkah kaki Raka menjadi cepat membuat yang lainnya kebingungan.

"Kita keluar!" Raka bersujud setelah membuka gerbang.

Yang lain pun sama, bersujud sebagai bentuk syukur. Mereka bisa keluar dari Hutan Lingga, dengan keadaan selamat. Walaupun ada teman mereka yang harus berkorban.

"Alhamdulilah! Terimakasih YaAllah!" Dhafin menjadi orang terakhir yang bangun dari sujudnya.

Tiger dan Alie saling tatap. "Aneh gak si?" heran mereka bersamaan.

Arisha mengerinyit. "Kenapa?"

"Kalian masih bisa lihat gue?" bukannya menjawab, Alie malah bertanya.

Raka terdiam, mencoba mencerna pertanyaan Alie.

Tak tak tak

Mereka sontak menoleh kesana-kesini setelah mendengar langkah yang sepertinya suara kaki kuda yang banyak.

Pasukan kuda itu mulai terlihat, mereka mematung melihat siapa yang menunggangi kuda paling depan itu.

"Sekarang." ucap Leroy.

Prajurit yang menunggangi kuda turun lalh berjalan kearah Raka dan yang lainnya.

Srett

"Mau apa kalian?!" bersamaan dengan mengeluarkan pedangnya, Raka maju.

"Hei anak muda, kalian pikir akan semudah itu keluar dari hutan dan dunia ini?" Leroy tersenyum miring.

Prajurit kerajaan Nicholas mulai menodongkan senjata mereka masing-masing sambil mendekati mereka.

"Jangan mendekat! Atau akanku penggal kepala kalian!" Tiger sudah bersiap-siap untuk melawan.

Leroy tertawa. "Hentikan drama ini." Ia menjetikkan jarinya.

Seketika itu juga Raka dan yang lainnya langsung ambruk.

"Bawa mereka."

***

Tangisan itu sangat terdengar sampai keluar rumah, Andra menghela nafas terlebih dahulu sebelum memasuki rumah temannya.

Melihat bendera kuning yang terpampang didepan rumah Rai, Andra merasakan sesak luar biasa didalam dadanya. Memasuki rumah Rai, ia melihat Ibunda dari temannya masih menangis meraung-raung dipelukan suaminya.

Tangis Jira terpaksa berhenti karna melihat teman anaknya datang menghanpiri.

Andra tersenyum kepada keduanya. "Om, tante, Andra mau nyampein amanah dari Rai."

Arshad selaku Ayah dari Rai berucap. "Sambil duduk saja." titahnya.

Andra mengangguk, lalu duduk tepat dihadapan Jira dan Arshad. "Waktu dihutan, Rai pernah titip pesan. Kata Rai, semisalnya dia gugur duluan, dia pengen kami nyampein ke Om dan Tante, bahwa dia kangen dan sayang banget sama kalian berdua."

Mendengar ucapan Andra, tangis Jira pecah begitupun Arshad yang langsung menundukkan kepala. Mereka berdua menyesal telah mengabaikan anak semata wayangnya dan lebih mementingkan pekerjaan.

Łingga [END]Where stories live. Discover now