"Tidak apa-apa. Aku akan menyingkirkannya nanti."
Grehen menatap punggungnya yang dipeluk terkejut. Terganggu oleh tatapan tuan mudanya, dia hanya bisa menyerah dan duduk di hadapan mereka.
"Ray? Bisakah kamu melepaskanku sebentar? Aku merasa sesak nafas."
Tangan yang menekan kepalanya langsung terlepas. Sebelum Reane menghela nafas, tubuhnya di peluk melilit bahu dan perutnya. Entah harus tertawa dan menangis, bagian tubuh Reane hanya bebas hanya kepala. Bisa menoleh ke arah Grehen.
Reane mendongak bersamaan dengan Ray yang menunduk. Alisnya berkerut, matanya menatap erat, bibirnya agak mengerucut.
Reane terkekeh pelan dan mengangkat tangan menepuk lembut pipinya. "Aku akan tetap di sini. Jangan berekspresi seperti itu."
Alisnya langsung mengendur.
Melihatnya sudah tenang, atensi Reane beralih pada Grehen yang diam. "Bicaralah."
Grehen sepertinya berpikir keras dengan sedikit kecemasan di dalam tatapannya. "Semalam Nyonya Neila ke rumah sakit. Dia di kabarkan mengalami geger otak ringan."
Reane terkejut. Tak menduga akan seserius itu.
Ekspresi Grehen mengeras. Dia terlihat menahan emosinya. "Pagi tadi tiba-tiba Nyonya Tua menelepon saya. Dia memutuskan begitu saja bahwa Tuan Muda akan di obati di luar negeri dua Minggu mendatang."
Reane menegang. Dia mengepalkan tangannya.
Melihat ekspresinya agak pucat, Grehen tersenyum rendah. "Saya tidak tahu mengapa Anda panik dan enggan saat tuan muda akan di obati di luar negeri. Namun saya yakin bahwa Anda tidak tahu masalahnya dengan serius."
Reane menatapnya mengerutkan kening.
Grehen bersandar dengan wajah masih datar. "Namun Anda pasti menebak satu hal. Yaitu, Nyonya Neila ingin menyingkirkan Tuan Muda. Apakah tebakanku benar?"
Reane mengangguk kaku.
"Tidak sesederhana itu. Saya yakin Anda belum tahu mengapa alasannya."
"Aku akan mencari tahu," sanggah Reane dengan tekad di matanya. Berpikir sejenak, ia berkata yakin. "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi. Aku akan pergi ke rumah sakit untuk meyakinkan nenek."
Grehen terkejut. Ia langsung berdiri dengan wajah tegas dan serius. "Jangan bertindak sembarangan! Apa yang akan Anda lakukan, Nyonya?"
Reane balik menatapnya tegas. "Jangan meremehkan ku, Pak. Aku tidak akan diam saja."
Grehen mengingat bagaimana Reane melawan Neila semalam, ajaibnya dia langsung percaya melihat wajah meyakinkannya. Ekspresinya melunak.
"Maaf, saya tidak bisa berbuat jauh karena saya sadar akan posisi saya sekarang. Saya tidak pernah takut di pecat, saya hanya mempertahankan posisinya sampai saat ini untuk melindungi Tuan Muda. Bertahun-tahun saya selalu merasa lelah berjuang sendirian, namun sepertinya perubahan Anda membuat saya sadar bahwa saya tidak sendiri lagi." Grehen menunjukkan senyum lemah.
"Saya yakin, semakin Anda berjuang, semakin keras mereka berusaha menyingkirkan Anda, Nyonya. Jika Anda turun untuk tenggelam dalam perang dan konflik keluarga Helison, saya tidak bisa melarang Anda. Namun saya hanya mengingatkan untuk berhati-hati atau kalah terinjak-injak. Siapkan senjata dengan logika dan kecerdasan Anda."
Reane tersenyum, namun tidak mencapai matanya. "Tenang saja. Aku tidak selemah itu."
Reane yang terlalu fokus akan ucapan Grehen, baru menyadari bahwa pundaknya berat. Saat tangannya terulur, rambut Ray menggelitik jari-jarinya.
Grehen terbatuk dengan wajah menahan geli. "Sepertinya Tuan Muda tertidur."
***
"Ibu, Ayah."
Suara lembut yang datang dari pintu bangsal membuat tiga orang di dalam menoleh bersamaan. Mereka terkejut mendapati Reane di sana dengan membawa sesuatu di tangannya.
"Maaf, kedatanganku mendadak. Aku ingin mengetahui keadaan ibu dengan menjenguknya ke sini."
Neila menatapnya rumit. Namun senyuman tercetak di bibirnya. "Aku sudah baik-baik saja. Hanya memulihkan diri di sini dalam beberapa hari."
"Bagaimana mungkin ibu berkata baik-baik saja? Jelas-jelas lukanya serius." Albion mengerutkan kening.
Reane membalas tatapan Albion dan Hart yang tidak senang dengan ketenangan. Tadinya dia ke sini untuk berbicara dengan Rose, namun sepertinya dia tidak ada. Hanya ada tiga anggota keluarga yang jelas-jelas sangat tidak menyukainya.
Menebak bahwa Rose sudah pulang, Reane merasa tak perlu tinggal lebih lama di sini. Dia berjalan dan meletakkan buah-buahan yang dia sempat beli di atas meja di tidak jauh dari brankar.
Dia tersenyum sedih dan berkata dengan sedikit cibiran. "Aku sangat meminta maaf atas kekasaran suamiku. Namun seharusnya ibu tahu bahwa Ray tidak menyukai orang asing menyentuhnya. Dan kurasa ..."
Melihat senyum Neila berkurang, Reane melanjutkan dengan sedikit tekanan dalam nada suaranya. "... tepisan Ray tak sekuat itu."
Melihat Neila akan membuat suara dengan wajah muram Reane menyela. "Ah! Atau apakah ibu memiliki tubuh lemah sehingga mudah terhuyung?"
"Apa maksudmu?" Albion berdiri menghampirinya dengan nada suram.
Reane tak terpengaruh oleh tekanan yang mengintimidasinya. Dia sedikit memiringkan kepala dengan ekspresi polos. "Apakah ada yang salah? Aku hanya bertanya dengan santai. Apa ada kesalahpahaman?"
"Kau!" Jelas Albion tak kuasa menahan emosinya. Dan dia memiliki temperamen agak buruk. Dia berusaha tenang dan kembali pada ekspresinya yang dingin. "Ibuku menjadi korban di sini. Namun kamu berkata seolah pelakunya tidak salah."
"Albion." Suara Neila terdengar. Dia tersenyum sedih. "Mungkin Reane benar. Aku merasa pusing sebelumnya, dan tepisan Ray tidak sekuat itu."
Neila membela di pihak lain, namun Hart dan Albion semakin menggerakkan gigi. Apalagi melihat ekspresi Neila yang murung.
Reane sedikit mengangkat alis. Dia malas berurusan lebih lama. Dan dia tidak menyangkal perkataan Neila. "Kamu mendengar sendiri, 'kan?"
Tak tergoyahkan oleh mata Albion yang semakin tajam, Reane mengangkat bahu. "Aku memiliki urusan, dan aku pamit untuk pergi. Semoga luka ibu lekas membaik."
Reane menunjukkan senyum sopan dan pergi di bawah tatapan rumit mereka.
Neila berwajah suram menatap tajam pintu di mana Reane menghilang. "Mengapa aku merasa gadis ini semakin menjengkelkan?"
~•~
Tbc
12.10
05 Jan 2023
YOU ARE READING
Dependency ✓ [Sudah Terbit]
Romance17 tahun Leane hidup di ranjang rumah sakit tanpa mengenal dunia luar. Setiap hari, ia hanya tahu rasa sakit karena keadaan tubuhnya yang lemah. Pada akhirnya, ia mati dengan damai tanpa pernah merasakan apa itu kebahagiaan. Bangun di tubuh dan temp...
18. Dependency 🌷
Start from the beginning
![Dependency ✓ [Sudah Terbit]](https://img.wattpad.com/cover/315356737-64-k470748.jpg)