41 | Di Balik Piyama

Start from the beginning
                                    

"Sebelum Gaza lahir, rasanya Mama belum siap jadi Ibu sama sekali," Cerita Naqiya sembari mengasihi bayinya. "Tapi akhirnya Mama sadar, kalo Gaza memang bukan bayi yang direncanakan, tapi bukan berarti Gaza anak yang dibiarkan gagal dari pola asuh orangtuanya."

"Apapun itu, Mama sama Papa usahain yang paling baik buat Gaza," Jelas Naqiya bercerita pada anaknya. "Dan kata Jiddah, Gaza juga anak baik, nggak rewel, nggak bikin Jiddah capek."

"Kata Akung Gatot, Gaza ini sampe sifat-sifatnya juga nurun Papa," Timpal Naqiya lagi. "Anteng, nggak rewel, kalem. Gaza nurun Mama dari apanya ya? Mama 'kan suka ngereog," Godanya sembari menoel hidung bayinya itu.

Bayi itu sepertinya sudah mengantuk mendengar celotehan ibunya. Matanya perlahan tertutup dan seiring detik waktu mulai terlelap dalam mimpi indahnya.

"Bismika Allahuma ahya, wa bismika aamuut," Doa Naqiya sembari menidurkan bayinya di babybox yang berada di kamar itu. "Mimpi indah, Sayang."

Setelah memastikan bayinya aman, Naqiya melirik jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul 10.30, dimana seharusnya paling malam Bara sudah dalam perjalanan pulang.

Kakinya membawa Naqiya terduduk di ranjang dan berpikir mengenai perkataan sahabatnya beberapa waktu lalu. Semua yang Cantiya katakan memang ada benarnya. Seharusnya ia tak merasa nyaman dan aman dengan sifat pengertian Bara.

Tanpa sama sekali bertanya balik apakah pria itu baik-baik saja?

Dan satu kekhawatiran Naqiya saat ini memang seperti yang sahabatnya katakan. Ia khawatir Bara tak menginginkannya sebesar ini lagi. Seperti makanan yang lama dibiarkan akan basi dengan sendirinya bukan?

Baiklah.

Sembuh itu bukan berpasrah akan detik waktu yang berjalan dengan embel-embel kata 'seiring waktu'. Tapi sembuh itu harus disertai tekad dan niat juga.

Naqiya tidak akan sembuh kalau tak ada tekad dalam dirinya untuk sembuh. Jujur, ia sudah merasa terlalu nyaman dengan keputusan Bara waktu itu. Ia berpikir, Bara tak mungkin melanggar janjinya sendiri.

Namun sekarang.

Semakin membuat kepala Naqiya pening. Kemana Bara menyalurkan semua itu selama ini? Kalau bukan pada dirinya?

Benar kata Cantiya. Kecuali dirinya ingin rumah tangga harmonis tanpa seks di dalamnya. Namun, apakah ada hal seperti itu antara suami istri?

Buru-buru ia berdiri dan membuka paper bag berisi belanjaan yang ia beli di mall besar kota itu tadi. Itu sebabnya Naqiya terlambat menjemput Gaza di rumah Umi Zainab tanpa memberitahu Bara sebelumnya.

Pipinya merona setelah ia melihat apa yang ia beli tadi. Dengan perlahan ia melepas piyama tidurnya dan menggantikan pakaian nyaman itu dengan dress tipis dengan renda cantik menghiasi dadanya.

Astaga...

Entah sudah berapa lama Naqiya tidak memakai pakaian dinas istri seperti ini. Melihat pantulannya saja sudah membuat Naqiya merasa malu, apalagi harus menunjukkan di hadapan suaminya bukan?

 Melihat pantulannya saja sudah membuat Naqiya merasa malu, apalagi harus menunjukkan di hadapan suaminya bukan?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Bayi Dosenku 2Where stories live. Discover now