-8- Bantuan dari Langit

5 4 0
                                    

-☆-

"Sudah kubilang bukan, untuk menyingkir?" tanya Wyl. Ia terkekeh di akhir kalimatnya, bersamaan dengan darah yang menyembur dari mulutnya.

"Wyl!!..." teriak Xie sambil membekap mulut dan hidungnya dengan kedua telapak tangannya sendiri.

Aku benar-benar terkejut melihat peristiwa ini-- walau aku tahu yang lain juga sama terkejutnya denganku. Aku tahu, bahwa ini adalah akhir dari hidup mereka-- maksudku, aku memang sudah tidak bernapas lagi. Tapi, apakah kami benar-benar akan kalah di sini? Di tangan monster psikopat ini?!

Oh, Tuhan. Aku harap, bantuan dari-Mu itu benar-benar ada. Aku harap, keadilan dari penduduk desa ini dapat ditegakkan. Dan aku harap, ini bukanlah akhir dari perjalanan kami.

Aku menatap langit untuk sesaat, meminta pertolongan dan berharap dengan pasrah. Mau bagaimana lagi? Kami benar-benar sudah tidak berdaya. Tidak ada yang dapat kami lakukan saat ini.

"Cih! Dia malah diselamatkan," celetuk pria yang bernama Korck itu dengan sinis.

"Wyl, kau tidak apa-apa?!" tanya Xie dengan raut wajah panik. Ia mendekati Wyl yang sedang terduduk lemas dengan darah yang ke luar terus-menerus dari perutnya.

Korck sialan itu sebenarnya tadi ingin menembak ke arah Xie yang tidak dilindungi apa pun. Tapi, Wyl bergerak dan melindungi Xie di detik-detik terakhir-- menyebabkan tubuhnya tertembak. Untung saja pelurunya sedikit meleset dan hanya menimbulkan goresan luka yang cukup dalam. Yah, daripada peluru itu memilih tinggal di dalamnya?

"Memangnya, keadaanku sekarang sedang tidak apa-apa?" kekeh Wyl sembari meringis kesakitan.

Zlan dengan sigap merobek lengan pakaiannya dan melilitkannya pada bagian perut Wyl yang terluka. Aku tidak tahu tentang hal-hal medis, tapi sepertinya itu membantu darah untuk tidak ke luar terlalu banyak.

"Kita harus segera memutar otak. Wyl sudah terluka, dan nyawa kita semua sedang terancam!" ucap Zlan dengan tegas, tapi suaranya sedikit pelan.

"Tapi, bagaimana caranya?! Kita bukanlah pahlawan atau pemeran utama dalam cerita aksi. Kondisi kita saat ini mengenaskan. Tidak mempunyai senjata dan perlindungan sama sekali. Bahkan tidak ada seorang pun dari kita yang ahli bela diri," ujar Xie memperjelas kondisi mereka yang sedang berada di ujung tanduk dengan raut wajah khawatir.

Yah... mereka bertiga mulai berdebat dengan suara kecil. Banyak hal yang tidak kumengerti dalam perbincangan itu. Tapi, yang anehnya lagi. Kenapa para Monster itu tidak langsung menghabisi mereka bertiga? Kenapa ia mengulur waktu?

"Hei, hei! Kalian sudah selesai membuat rencananya? Karena tanganku sudah gatal ingin menghabisi kalian," teriak Korck sambil tertawa kecil. Ia mulai mengacungkan pistol yang ia pegang ke arah mereka bertiga.

Ini gawat. Benar-benar bahaya.

Aku tahu, sepertinya ini benar-benar akhir dari hidup mereka bertiga. Tapi... entah mengapa hati kecilku mengatakan bahwa masih ada harapan yang tersisa pada situasi ini.

Apa... aku coba saja untuk merasuki salah satu tubuh Monster itu?

"Xie, apa boleh aku mencoba memasuki tubuh mereka lagi?" tanyaku pada Xie, lebih ke arah meminta izin padanya.

Xie hanya diam mendengar pertanyaanku itu. "Maaf, Yara. Aku meragukan hal itu," sahut Xie sambil menghela napasnya dengan pasrah.

Aku terdiam mendengar jawaban darinya. Apa maksud dari perkataannya itu? Kenapa ia merasa ragu dengan usulan dariku? Bukankah rencana kami sebelumnya dapat dicoba untuk kedua kalinya?

Aku terduduk dengan raut wajah pasrah. Jika Xie saja meragukan usulanku ini. Apalagi denganku yang masih menjadi ruh amatiran ini? Saat ini, benar-benar tidak ada... harapan lagi untuk kami. Aku menunduk, menatap kedua kakiku yang terlipat rapi di atas tanah.

Dorr!!... Dorr!... Dor!!...

"Z-Zlan!!..." teriak Xie dengan kencang.

Izinkan aku menebaknya. Sepertinya inilah akhir dari misi kami berempat dalam menegakkan keadilan ini. Bak seperti di dalam simulasi game. Kami kalah dalam permainan ini.

Aku tidak mau menatap ke atas dan melihat mereka bertiga kehabisan darah secara pelan-pelan dengan keadaan mengenaskan. Aku... aku sangat takut melihat cairan berwarna merah pekat itu. Aku... aku tidak ingin berada di sini. Memangnya, kenapa aku masih berada di bumi, padahal ragaku sudah tidak bernapas lagi? Apakah untuk menegakkan keadilan atas diriku, sahabatku, dan penduduk desa ini?

Selamat, Yara! Kamu kalah dan telah gagal dalam misi ini. Benar-benar gagal!!

Aku ingin berterima kasih kepada Tuhan. Karena telah mengizinkanku untuk melihat beberapa rahasia yang dulunya belum terungkap ini.

Terima kasih...

Tap... Tap... Tap...

Suara langkah sepatu yang berdentum dengan tanah pedesaan menghasilkan suara. Pandanganku yang awalnya menunduk menatap kedua kakiku, beralih mendongak melihat siapa yang berjalan menghampiri kami.

Ternyata dia. Salah seorang psikopat yang tidak mempunyai hati. Korck memegang pistol kecil di tangan kanannya sambil tersenyum ke arahku. Ada apa ini? Apakah ia dapat melihat ruh seperti Yara?

Degg!!...

Mataku membulat melihat wajah pria itu. Ia mengukir senyuman tipis pada wajahnya, lalu mengangkat tangan kanannya ke udara. Pistol yang berada dalam genggamannya, diarahkan ke kepalanya sendiri.

Dorr!!...

Aku menegang untuk sesaat melihat kejadian itu di depanku. Apa... yang Monster itu lakukan tadi? Dia membunuh dirinya sendiri?!

Tubuh pria itu terjatuh begitu saja dengan darah yang mulai mengalir dengan pelan. Pistol di tangan kanannya terlepas dan terjatuh di dekat kepalanya.

"Ya-Yara..." ucap Xie dengan tubuh yang bergetar. Kondisi Yara dan Zlan baik-baik saja tanpa luka sedikt pun. Sedangkan tubuh Wyl masih digoresi dengan luka tadi.

Kalau bukan mereka yang ditembak tadi, lalu... siapa?

Seketika pandanganku menyapu ke seluruh lingkungan yang ada di sekitarku. Tiga teman psikopat itu sudah tergeletak dengan darah yang menggenangi kepala mereka. Sedangkan Pak Reimold masih tidak sadarkan diri. Ternyata, yang ditembak tadi bukanlah Xie dan teman-temannya. Melainkan para Monster itu kecuali Pak Reimold.

Tapi, kenapa Korck menembak temannya sendiri?! Apa... dia sudah kehilangan akalnya?

Apalagi... kenapa Xie terlihat ketakutan seperti itu?

Aku berusaha berdiri, lalu mendekati Xie yang masih memasang raut wajah ketakutan. "Ada apa denganmu, Xie?" tanyaku dengan cemas.

Xie hanya diam dengan tangannya yang masih gemetar. Zlan dan Wyl hanya dapat berusaha menenangkan Xie tanpa kata-kata sedikit pun. Entah apa yang terjadi sebenarnya.

"Yara," panggil seseorang dengan suara khas lembutnya. Suara yang selalu kurindukan sejak mengetahui jati diriku sendiri.

Aku menoleh dengan cepat ke arah kanan-- tempat di mana Korck tergeletak. Lalu, aku melihat dia. Sesosok gadis yang memiliki aura berwarna putih di sekitarnya.

Apakah... do'aku terkabul?

Apakah... harapan yang kulangitkan terjadi?

Apakah... ini adalah bantuan dari langit?

"Ha... Havy?..."

-☆-

Assalamualaikum ges...

Gimana sama bab ini? Kerasa gak feel-nya?:v Kalau masih kurang, maapkan saya:)

Ada kritik dan saran? Silahkan tinggalkan di kolom komentar!!😚🤗😊

Makasih udah mau baca dan vote juga!❤🙏

See you~

Who's Me? (END)Where stories live. Discover now