Chapter 10. Ketika kamu menginap di tempat asing

Start from the beginning
                                    

Dia benar menoleh setelah itu. Aku menahan tawa sambil menyuap tongseng beserta potongan cabe rawitnya.

"orang kayak gue?" tanyanya pelan.

"ya. Orang sependendam elo dan gak bisa makan pedes?"

"dendam?"

"kita bukannya musuhan selama ini karena gue ketawain puisi elo pas mos?"

"gak." Jawabnya pendek.

Aku semakin merapat. "terus kenapa?"

Dia memberiku pandangan membunuh. Menghabiskan nasi dimulutnya dulu sebelum menjawab. "karena elo gak menarik."

Mulutku terbuka. Speechless untuk membalasnya. Dia baru saja mengatakan alasan kami tidak seperti teman sekelas semestinya karena aku tidak menarik?

"Kayla!" desis Anko. Aku menoleh. "kamu dipanggil oma." Dia menunjuk kesisi lain meja. Kearah oma dan sembari itu aku melihat semua orang sudah melihatku karena sepertinya aku sudah dipanggil beberapa kali.

"ii.. ya oma. Maaf. Kenapa?"

Oma tersenyum. "oma harap kamu betah tinggal disini." Katanya diriingi senyum.

"iiya oma. Semoga aja." aku memaksakan diri tertawa kecil sambil melirik Gilang. Bagaimana aku akan betah setelah disebut tidak menarik?

***

Setelah mengantar dokter Keshi dan Murphi dipintu depan, kami diantar ke kamar masing-masing. Untuk pertama kalinya, ada orang lain selain Gilang dan keluarganya di rumah besar ini. Seorang kepala pelayan. Aku ingin menyebutnya kakek karena semua rambutnya putih dan tersisir rapi tapi mukanya tidaklah setua rambutnya. Meski sudah lebih tua dari papa, dia seperti oma, juga tidak terlihat tua. Tinggi, tegap dan belum apa-apa bulu kudukku sudah meremang.

Paman Aryo. Begitu kami diminta memanggilnya. Berkaca mata, berseragam hitam. Saat dia tiba-tiba muncul dari balik badan oma, kami mundur selangkah saking terkejutnya. Dia benar-benar seperti pop! Muncul. Sejak kedatangan kami hingga selesai makan, tak ada satu orang pelayanpun yang muncul sampai paman ini tiba-tiba tersenyum memberi salam.

"karena sudah malam, silakan langsung istirahat ya. Gak usah canggung. Anggap aja rumah sendiri." sekali lagi tante Cheryl menghempaskan senyum. "nanti akan tante masukan kedalam group rumah ya. Kalau kalian butuh apa-apa tinggal minta aja, nanti diantar kekamar. Rumahnya agak besar jadi jangan sampai tersesat. Kalian bebas kemana aja asal jangan ke loteng."

Ini sama saja seperti, tolong main ke loteng anak-anak.

"kenapa tan?" ya, tentu saja aku bertanya. Bisa saja mereka menyimpan mayat disana. Rumah ini sepertinya bisa menyimpan apa saja disudutnya.

"karena berantakan aja. Habis dipakai terakhir kali belum sempat dirapiin lagi." dan kami kembali dikasih senyum. Kami bertiga saling pandang dan tidak komentar.

"dan mungkin kita akan jarang ketemu. Kalian sibuk sekolah dan kita kerja. Jadi kalau ada apa-apa, hubungi saja paman Aryo ya. Dia selalu standby." Tante Cheryl mengatakan itu sambil melambaikan hapenya. Sepertinya system dirumah ini cukup modern. Apa group wa keluarga merka seramai group wa kami?

"selamat malam anak-anak." Setelah mengatakan itu, tante Cheryl memeluk kami satu persatu setelah anaknya. Om David dan oma memberikan anggukan. Kami berbalik mengikuti paman Aryo yang langsung menunjukkan jalan sementara Gilang dan Reihan tidak beranjak dari tempatnya.

Apa mereka akan gibah keluarga seperti yang akan kami lakukan sebentar lagi?

Kami melintasi ruangan yang isinya tak ada apa-apa. Cuma beberapa pajangan. Disudutnya ada tangga besar nan indah yang kemudian kami naiki dalam kekaguman.

"kediaman keluarga Heriansyah bernama Balai Tuwo. Seperti nona dan tuan lihat, ada 5 anggota keluarga yang menetap disini tapi sesekali bisa sebentar atau lama, anggota keluarga yang lain akan sering datang. Balai tuwo dibagi menjadi beberapa. Balai utama yang kita pakai tadi. Dari depan hingga ke dapur adalah bagian dari balai utama. Disebelah kanan atas, yang akan nona dan tuan pakai, balai anak. Berisi kamar-kamar tamu. Setelah ini, makanan akan diantar langsung ke ruang makan balai anak dan sesekali akan makan bersama di balai utama sesuai undangan. Disebelah kiri rumah adalah hunian dari keluarga utama Heriansyah. Untuk rekreasi dan kebutuhan lainnya berada di paviliun belakang yang terhubung langsung dengan bagian utama. Ada tempat olahraga, pertemuan, hiburan, kolam berenang dan lainnya."

Paman Aryo berhenti mendadak ditengah lorong. Lalu berbalik menghadap kami sambil memberi senyum tipis yang membuatku ikut tersenyum. Aku hanya otomatis melakukannya kalau ada yang tersenyum padaku meski orang itu menyeramkan.

"tuan dan nona, kita sudah sampai." Dia merentangkan tangannya dan kami baru melihat. Ada 4 pintu dan di 3 pintu, tergantung nama kami masing-masing. "semua barang bawaan tuan dan nona sudah didalam. Apa ada yang ingin ditanyakan?"

Kami kompak menggeleng.

"selamat beristirahat." Katanya. Tapi tidak beranjak dan tidak mengubah posisinya. Aku mendorong Anko agar berjalan. Dia ingin kami masuk ke kamar masing-masing.

"selamat malam paman. Selamat istirahat. Terima kasih." Ucap kami serentak sebelum bubar ke kamar masing-masing.

Begitu pintu tertutup, aku berhadap-hadapan dengan Gilang. Dia berdiri didekat jendela. Aku sungguh ingin mengagumi kamar ini tapi melihat Gilang berdiri disana yang bisa kulakukan adalah...

"lo bilang gue gak menarik?!" ucapku sepelan mungkin biarpun yang ingin sekali kulakukan adalah menjerit. Dia berjengit merasakan semburan emosi dari mataku. Sembari melipat tangannya didada dan bersandar sambil memiringkan kepalan, dia berkata,

"secara teknis, yang bilang itu Gilang. Bukan aku."

Aku mengambil boneka bebekku yang ikut mengungsi, mencekiknya sambil berjalan kearah Gilang kw.

"belum pernah ada yang bilang gue gak menarik." Kecamku.

Sebelah alisnya naik dengan malas, "terus, siapa yang pernah bilang kamu menarik selain aku?"

Dengan perlahan Christo menarik lepas bebek dari cekikanku. Aku bertahan dengan menggigit kepala si bebek dan Christo menepuk pelan kepalaku agar aku melepas bebek. Dia bilang, ini jenis kekerasan pada hewan dan aku sudah cukup banyak riwayat kriminal atas hewan yang belum dipertanggung jawabkan.

"gue juga gak pengen menarik buat dia. Gue gak pernah mencoba menarik buat dia. Tapi dia bilang gue gak menarik? Gue?!!!" aku mungkin tak luar biasa cantik. Aku juga tak luar biasa pintar. Tapi aku belum pernah mendengar orang membenciku karena aku tak menarik baginya.

"dia juga gak menarik buat gue tapi gue gak bilang gitu kan?!" biarpun aku tak cantik dan mungkin juga tak terlalu pintar, aku masih punya tata krama. Beraninya dia mengatakan itu didepan mukaku.

"ingat Kay. Kenapa kamu kesini."

"kenapa aku kesini?"

"biar Gilang bisa jatuh cinta sama kamu?" dia bilang bagaimana aku bisa lupa.

"gue lebih milih gila." Aku merebut boneka bebek dari Christo dan membantingnya keatas kasur.

Argh. Gilang sialan!!!

Bisa-bisanya dia melakukan ini padaku disaat dia yang butuh bantuanku?!!!

"mau jalan-jalan buat tenangin pikiran?" tawar Christo sambil membuka jendela dibelakangnya.

Aku menarik nafas panjang.

"gue mau ke loteng." Kecamku penuh emosi.

***

Author's note:

Kan aku lagi rajin. Enjoy bab 10!

Jangan lupa vote dan komen ya yugs. Biar semangat update. Jangan lupa ajak yang lain baca juga. 

sekilas tentang cerita ini: sebenarnya sudah lama banget aku tulis. udah selesai juga. tapi waktu itu nulisnya masih kacau. Malah akhirnya nulis baru aja dari cerita lama. Yok bareng-bareng sampai ceritanya selesai.

see ya on the next chapter!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 30, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Another EngagementWhere stories live. Discover now