Tiga Puluh Tiga

33K 2K 43
                                    

Melosa

Eryx mengamati Jeff dan Kaia yang masih melakukan pemotretan di kafe tema vintage yang mereka sewa. Aku duduk, sesekali mengamati mereka sambil menikmati kue rendah kalori dan rendah gula yang dibelikan Kaia.

Kami baru saja pergi dari ladang dandelion untuk pemotretan foto pre-wed Jeff dan Kaia. Mereka berdua kelihatan sangat serasi. Kaia juga kelihatan cantik. Aku tersenyum, sedikit sedih karena tak punya foto pre-wed dengan Eryx, tetapi tidak apa-apa. Kami baru saja punya foto bersama tadi siang.

Jeff membiarkanku dan Eryx berfoto di ladang dandelion dengan difoto oleh fotografernya. Aku sempat melihat hasilnya dan foto kami kelihatan bagus. Eryx kelihatan tampan walau hanya menggunakan kaus putih polos berkerah dengan celana jin. Rambutnya sedikit berantakan, dengan kacamata bertengger di hidungnya. Ia masih tampan seperti biasa. Aku diam-diam mengamati Eryx yang kelihatan bosan memandangi Jeff dan Kaia, tersenyum tipis sambil menyentuh pinggangku yang pegal.

"Kamu capek? Pinggangnya sakit?"

Aku menatap Eryx yang tiba-tiba saja sudah sepenuhnya fokus padaku. Matanya menatapku yang sedang menyentuh pinggang. Aku menggeleng, bersandar di sofa tempatku duduk.

"Nggak apa-apa kok," kataku sambil memberinya senyum menenangkan.

Ia menatapku tak percaya, mendekat ke arahku sambil melepaskan sepatu yang kukenakan. Ia meraih kardiganku yang tersampir di punggung sofa, menggunakannya untuk menutupi kakiku, sementara ia meletakkan kakiku di pahanya dan memijit betisku lembut.

"Nggak apa-apa, Ryx," kataku mencegahnya. Namun, Eryx tidak mendengarkan. Ia masih memijit kakiku, sesekali mengelus perutku lembut dan menatapku hangat.

"Bumil nggak boleh kecapekan," ujarnya, masih memijat kakiku lembut membuatku tersenyum.

Kami menghabiskan seharian itu menemani Jeff dan Kaia, tidak menyadari jika hari mulai sore. Kaia ingin kembali ke ladang dandelion untuk mengambil foto matahari terbenam di foto pre-wed mereka. Tentu saja, aku juga ingin melihat matahari terbenam.

Eryx tidak setuju awalnya, berniat mengantarku pulang lebih dulu dan menjemput Kaia dan Jeff lagi nanti. Namun, aku membujuknya supaya ia membiarkanku ikut. Akhirnya, ia menuruti kemauanku. Kami berjalan di sekitar ladang dandelion lagi. Eryx menggenggam tanganku hangat dan membawaku menikmati pemandangan sore.

Matahari terbenam masih harus menunggu dua jam lagi, tetapi aku tidak mempermasalahkannya. Lagi pula, langitnya kelihatan indah dan sore itu teduh. Aku dan Eryx memilih sedikit menjauh dari Jeff dan Kaia yang masih berfoto.

"Duduk yuk," ajak Eryx menatapku khawatir. "Kakimu nanti sakit."

Aku ingin menolak karena merasa baik-baik saja. Namun, melihat wajah khawatir Eryx, aku memutuskan untuk menurut. Kami berjalan hendak menuju mobil. Aku melirik Eryx sesekali selama kami berjalan. Ia menjadi begitu perhatian dan segala tentang dirinya terasa berubah. Langkahku terhenti, membuatnya ikut berhenti dan menatapku.

"Kenapa? Capek? Mau saya gendong?" tanyanya penuh perhatian.

Aku menggeleng. "Kalau saya nggak hamil, apa kamu bakalan begini?"

Pertanyaanku membuat Eryx menatapku sejenak. Kulihat, matanya menatapku lekat, tampak sedang berpikir. Lalu, ia tersenyum, meraih tanganku yang lain dan menggenggam kedua tanganku erat.

Single WifeWhere stories live. Discover now