Enam

20.6K 1.7K 62
                                    

Melosa

Aku memijat pangkal keningku, berusaha keras supaya tidak menatap Eryx. Kenapa ia melepaskan kacamatanya? Gara-gara itu, ia kelihatan jauh lebih tampan dan itu membuat jantungku yang bertingkah seperti remaja labil mengamuk di dalam rongganya. Aku sangat membenci, tetapi juga menyukai perasaan ini.

Kapan tepatnya aku merasa begini?

Mataku menatap deretan tulisan dari buku yang diberikan oleh Eryx untuk kubaca. Tidak ada satu pun kalimat, atau bahkan huruf yang sampai ke otakku. Pikiranku sibuk mencari-cari kenangan tentang kapan aku mulai merasakan perasaan aneh ini. Sejak awal bertemu dengannya? Sejak ia mengobati lukaku di balkon? Atau ketika ia memberikan lolipop di depan rumah?

Aku mengedipkan mataku, menyadari jika aku memiliki perasaan untuknya mungkin sejak awal. Aku hanya tidak menyadarinya dan mencoba menghindari perasaan itu karena aku tahu aku tidak berhak merasakannya. Aku tidak seharusnya jatuh cinta dan seseorang sepertiku tidak akan pernah dicintai oleh siapa pun.

"Melosa!"

Aku terperanjat saat mendengar suara melengking, diikuti pelukan erat di sekitar leherku dari sisi kanan tubuhku. Aroma bunga mawar yang lembut dan mewah tercium di hidungku. Kaia Anjani Handanu, tunangan Jeff yang menjadi dekat denganku seiring berjalannya waktu, memelukku erat sambil mengecup pipiku ringan.

"Lo ngapain sih belajar mulu? Ayo kita main!" pekiknya sambil mengguncang bahuku.

"Heh, jangan diguncang-guncang adek gue!" tegur Jeff, ikut bergabung memelukku dari sisi kiri, lebih erat dan lebih menyiksa. "Ya ampun, Sa! Lo nggak botak belajar ginian?"

"Lo apaan sih! Lepasin nggak temen gue?" teriak Kaia nyaring membuatku mengernyit mendengar suara melengkingnya.

"Lah, lo yang apaan! Melosa udah kenal gue jauh sebelum gue tunangan sama lo, ya! Jangan berani-berani lo ngerebut adek gue!" sambar Jeff.

Lalu, keduanya beradu argumen, tetap mempertahankanku dalam pelukannya. Aku terpaksa melirik ke arah eryx yang menatap kepada kami dengan tatapan meminta tolong. Namun, ia tidak menyadari tatapanku. Kulihat matanya hanya tertuju pada Kaia. Bahkan bola matanya yang jernih hanya memantulkan bayangan Kaia.

Sesaat, aku seolah tuli. Perdebatan Jeff dan Kaia tidak terdengar lagi olehku. Retinaku hanya terfokus pada Eryx, dari caranya menatap Kaia dan ekspresinya. Aku mengedipkan mataku berulang kali. Tatapannya mengingatkanku pada diriku sendiri. Ia menatap Kaia seperti aku menatapnya. Dan saat itu pula, aku menyadarinya.

Ada rasa sakit di dadaku, menghantamku keras seolah menyadarkanku supaya berhenti mengembangkan perasaanku untuknya. Sesak. Aku mendorong Kaia dan Jeff menjauh bersamaan dengan kasar, memegang dada kiriku sambil menarik napas panjang. Sial. Aku tidak bisa menahan sakitnya.

"Sa? Lo kenapa?" Jeff berjongkok di sebelahku, menatapku yang menarik napas panjang berulang kali, mencoba menahan sesak di dadaku.

Kaia ikut berjongkok, ikut menatapku dengan raut wajah takut, panik dan bingung bercampur jadi satu. Sementara, Eryx memajukan tubuhnya, mendekat untuk menatapku.

"Kamu kenapa?"

Suaranya kembali membuatku merasa sesak. Aku memejamkan mataku, berusaha untuk tidak menatapnya. Jeff tampak semakin khawatir.

Single WifeWhere stories live. Discover now