SEBELAS

40 8 2
                                    

Double update, yuhuuu!!!

Alhamdulillah nggak ada yang namanya drama Writer Block.😗🤣

Selamat membaca, semoga suka.

Jangan lupa kritik dan saran.

Oh iya, beberapa part menuju ending. 🤭

💔💔💔

Hubunganku sama Bang Jefri semakin membaik walaupun ada beberapa keributan kecil yang masih bisa kita selesaikan. Kayak kaos yang Bang Jefri gunakan atau topi yang dia coba. Hari ini saja lelaki itu memakai kaos berwarna abu-abu dengan beberapa lubang kecil di sekitar dada atas sebelah kanan.

Saat aku tegur dia hanya berkata kalau ini kaos kesayangannya dan masih enak dipakai. Aku ngedumel tapi dia nggak menggubrisnya, katanya lagi pakaian itu masih bisa digunakan dan nggak rusak cukup parah kenapa harus dibuang.

Sebenernya aku nggak minta dia buat membuangnya, hanya saja nggak dipakai saat kami pergi bersama seperti sekarang ini. Mobil elit pakaian sulit.

Nggak sampai di situ, Bang Jefri juga sudah mencoba semua topi yang dia lihat, mulai dari topi dengan bentuk Mickey Mouse, Donald Duck, Chipmunk hingga topi karakter Andy di film toystory. Katanya sih biar tambah ganteng, padahal nggak pakai aksesoris di kepala juga Bang Jefri tetap ganteng.

Aku sudah menatapnya saat dia mencoba semua topi di sana. Hampir setengah jam dia mencoba semua topi, "Semoga beli," kataku pelan. Ini kalau dia nggak jadi beli, aku akan marah sama Bang Jefri. Sebenernya aku lebih suka dia nggak jajan, tapi melihat penjaga toko susah payah menaik turunkan topi membuatku nggak tega.

Aku bernapas lega saat Bang Jefri hanya membeli satu topi walaupun bukan topi yang dia coba tadi, katanya sih lebih ganteng kalau pake topi baseball daripada tadi, alasannya karena ingin terlihat ganteng bukan lucu.

Aku memutar bola mata mendengar ucapannya, memang tadi aku mengatakan kalau dia lucu saat memakai topi karakter tadi, dan ternyata dia nggak suka. "Jujur lho aku," kataku menyejajarkan langkah saat dia membayar topi dan pergi ke tempat lain.

Pacaran sama Bang Jefri bikin emosiku naik turun. Entah karena sikapnya yang menyebalkan atau perlakuan dia yang bikin dadaku bergemuruh.

"Dari angka 1 sampe 10, berapa rasa sayang kamu sama aku?" Aku mengerutkan dahi mendengar pertanyaan tadi. Kenapa tiba-tiba dia tanya begitu, aku memilih bertanya dan dia hanya menatapku.

"Berapa?" tanya Bang Jefri nggak sabar. Aku menarik napas lalu membuka bibirku mengatakan angka terakhir yang dia sebut tadi.

Bang Jefri yang tadi mengenggam tanganku memilih melepas lalu mengangguk, apa aku salah menyebutkan angka? Bukannya angka sepuluh adalah angka tertinggi dan membuktikan kalau aku sayang dan nggak mau kehilangan dia.

Aku menatapnya tapi dia hanya memalingkan wajah. "Sepuluh untuk kebohonganmu, dan tiga untuk rasa sayangmu," katanya.

Kali ini tatapan Bang Jefri sudah sepenuhnya untukku. Dia sudah menaruh topi yang dia pakai di meja kayu panjang yang menghalangi kami duduk berhadapan.

"Kamu boleh membohongiku, tapi jangan pernah membohongi dirimu sendiri." Bang Jefri bersuara, nggak ada senyum yang sejak tadi menghiasi wajahnya.

Mendengar semua perkataannya hingga tanpa sadar aku menguncapkan kata maaf. "Harusnya aku lebih sabar lagi nunggu kamu lupa sama dia dan membiarkamu jatuh cinta sama aku lebih dulu." Kali ini Bang Jefri tersenyum, tapi aku tahu senyum yang dia berikan bukan senyum yang biasa untukku.

Aku merasa bersalah dengannya, tapi aku juga nggak tahu harus bagaimana. "Aku—" ucapanku terhenti saat Bang Jefri berdiri lalu duduk di sampingku, memeluk sambil berkata kalau dia ingin egois kali ini. Egois memiliki dan nggak mau kehilanganku untuk kedua kali.

NAWASENA [TAMAT]Where stories live. Discover now