DELAPAN

60 11 12
                                    

Bab delapan udah meluncur.

Ih aku lagi banyak ide ini. Alhamdulillah jadi lancar nulisnya. Hihihi

Selamat membaca.

Kalau ada typo kasih tahu, ya.
Jangan sungkan buat kasih kritik dan saran. ♥️

💔💔💔

"Hutang lo...."

"Oh iya, hutang gue gimana, Bang? Mau bayar cash apa transfer?" tanyaku, untungnya lelaki ini pulang ke Jakarta dua hari setelah aku sehat. Jadi aku nggak perlu melihat wajahnya yang memarahiku.

Bang Jefri menggeleng, dia menatapku cukup lama. "Kalau di ganti jadi yang lain boleh, nggak?" tanya-nya membuatku mengerutkan dahi.

"Jadi apa? Nggak fwb, kan?" Aku memilih bertanya daripada menjawab, berharap kalau Bang Jefri menggelengkan kepala.

"Kalau lebih gimana?"

"Lebih gimana?" Aku masih nggak mengerti apa yang Bang Jefri katakan, ini lebih apa, sih? Bayar hutangnya di lebihin atau friends with benefit-nya lebih dari sekedar pegang tangan. Eh iya, kan, apa aku terlalu jauh berpikir kayak gitu?

"Pacaran, maksud gue kalau di bayar pake pacaran, gimana?" Bang Jefri menatap sambil menggenggam kedua tanganku.

Aku nggak tahu harus bereaksi kayak gimana. Cukup terkejut dengan pertanyaan dia tadi. Kemudian dia kembali berbicara, katanya dia sudah menyukaiku sejak lama. Mungkin sebelum aku mengenal Rafa.

Aku memang lebih dulu mengenal Bang Jefri ketimbang Rafa, bahkan Bang Jefri satu tempat les dulu denganku saat aku SMP. "Bang Jef suka sama gue?" Aku menatapnya walaupun sedikit grogi.

Aku menarik tanganku lalu menaruhnya di bawah meja. Kami tengah mampir ke kedai es krim di pinggir jalan setelah seharian menemaninya pergi ke bengkel dan membeli tas yang sudah dia incar sebulan lalu.

"Kenapa gue?" Aku masih bertanya, nggak mengira akan seperti ini. Aku pikir Bang Jefri memang berniat berteman denganku saja sama seperti yang lain.

Bang Jefri menggeleng, dia nggak punya alasan pasti tapi dia bilang kalau bersama aku dia merasa bahagia dan menjadi diri sendiri. Bahkan saat bersamaku hidupnya lebih berwarna.

"Urineun sagwija," Bang Jefri berbicara bahasa Korea. Aku tahu artinya itu, dia ngajak aku pacaran. Tapi ini terlalu cepat, maksudku kenapa tiba-tiba sekali dia menyatakan perasaannya.

"Lo udahan, kan, sama Rafa?" Pertanyaan Bang Jefri membuatku mengangguk. Bukan itu yang aku pikirkan cuma aku belum kepikiran membuka hati lagi.

Aku menatapnya sambil menarik napas panjang, "Bang gue bingung," bisikku. Aku nggak enak menolak, tapi kalau berpacaran dengannya aku juga belum bisa.

"Lo bisa jawab besok, atau seminggu lagi ... mungkin. Gue bisa nunggu jawaban lo kok, nunggu lo lebih dari lima tahun aja gue bisa." Bang Jefri tertawa lalu mengajakku pulang. Aku berdiri dan berjalan ke mobil, perkataan dia barusan malah semakin membuatku bimbang.

Aku menatapnya dari samping, Bang Jefri emang tipe lelaki yang disukai banyak perempuan, dia baik, pengertian, dan nggak banyak tingkah. Tapi aku nggak pernah kepikiran untuk memiliki hubungan lebih dengannya. Umi tolong, Tia harus jawab apa?

Sebenernya ini nggak butuh berpikir panjang, cuma aku takut kemungkinan-kemungkinan lainnya bikin aku menyesal. "Toko album Korea udah ada di Jakarta, ya? Kemarin heboh di twitter," kata Bang Jefri antusias.

Aku mengangguk lalu berkata kalau sampai hari ini masih ramai yang datang membuatku gagal pergi ke sana. Bang Jefri menawarkanku untuk pergi bersama minggu depan. Aku berpikir sejenak lalu mengangguk, semoga saja minggu depan sudah nggak terlalu ramai dan aku bisa leluasa melihat atau mungkin membeli beberapa barang di sana.

NAWASENA [TAMAT]Where stories live. Discover now