TUJUH

64 15 21
                                    

Hai, bab tujuuhh nih.

Jangan lupa tinggalkan jejak, selamat membaca, terima kasih udah bertahan sampe sejuah ini.

Sampai jumpa bab selanjutnya. See u👋

Sambil putar media di atas kayaknya seru. Oh iya siapkan mental ya baca part ini🤪🤣

💔💔💔

Padahal aku udah siap untuk memesan menu apa saja di sini, hitung-hitung bikin Rafa sebel denganku. Tapi lelaki itu malah langsung meminta karyawannya membawa makanan yang dia pesan. Aku menatap Rafa juga lelaki berusia dua puluhan itu dengan sebal.

"Kirain boleh pesen makan sepuasnya," kataku sesaat pelayan tadi pergi.

Rafa kembali memanggil lelaki tadi tapi aku melarang, dasar nggak peka. Harusnya dia bertanya padaku dulu kalau tahu gini aku jadi nggak mood buat pesan.

"Kamu mau apa? Nggak makan seafood, kan? Nanti alerginya kambuh lagi." Rafa berbicara panjang, aku diam mendengarnya. Dia masih ingat tentang itu. Kira-kira dia inget apalagi ya tentangku?

Aku menggeleng lalu berkata kalau aku suka seafood dan kemarin baru makan sama Bang Jefri. Rafa menatapku cukup lama hingga membuatku sedikif risih. Aku mengalihhkan pandang ke sekeliling, mungkin kalau lampu di nyalakan semua, suasana disini lumayan menyenangkan.

Memangnya siapa yang mau makan gelap-gelapan kayak gini dan hanya di terangi dua lampu dengan penerangan yang nggak besar dan dua lilin.

"Abah sama Umi apa kabar?" Rafa kembali bertanya, lelaki itu sudah menaruh kedua tangannya di meja. Aku menatapnya lalu bilang kalau Abah sama Umi baik.

"Apa yang mau di bicarain?" tanyaku setelah hampir lima belas menit kami berdiam diri. Rafa mengembuskan napas panjang lalu menyandarkan punggung.

"Sebenernya aku...." Aku menunggu ucapannya, tapi berhenti saat dua pelayan mengantar beberapa nampan berisi makanan juga minuman lalu menaruhnya di meja.

"Terima kasih," kataku setelah mereka menaruh semua makanan di meja.

"Mau pesen yang lain? Tapi, ini semua udah makanan kesukaan kamu," kata Rafa menatapku. Aku menggeleng lalu mulai mengambil sendok juga garpu.

Sebelum aku memakan makanan di depanku, aku menatap ke arah Rafa, menunggu dia melanjutkan ucapannya tadi. Tapi lelaki itu malah menunduk sambil memotong makanan di piringnya. Aku menghela napas lalu mengikutinya.

Sesekali aku menatap ke arahnya, tapi dia masih sibuk memotong juga mengunyah. Padahal aku tahu kalau dia makan nggak pernah lama, tapi kenapa kali ini seperti sengaja dia lamakan.

Pengin aku tanya kembali alasannya ngajak aku ke sini, tapi aku inget kalau tengah makan Rafa nggak suka di ganggu. Tapi, kalau kayak gini bisa kupastikan besok dia baru selesai dan menjelaskan semuanya.

Hal kayak gini yang aku nggak suka dari Rafa sejak dulu, dia selalu membuatku menunggu berita yang akan dia sampaikan.

Aku menikmati makanan yang di sediakan, hingga ponsel mengalun lagu Korea kesukaanku. Rafa menatap ke arahku sambil mengerutkan dahi. Aku menggeser layar lalu menaruh ponsel di telinga.

"Kenapa, Mi?" aku menatap Rafa yang masih menatapku. Dia bertanya kapan aku pulang dan aku menjawab kalau masih bersama Rafa dan mungkin sebentar lagi kami akan segera pulang, wajah Rafa terlihat nggak senang dan aku mengabaikannya.

Aku menatap jam di layar ponsel saat Ami mematikan sambungan. Jam baru menunjukan pukul delapan lewat belum terlalu larut untuk pulang.

Setelah selesai menghabiskan makanannya, Rafa mengambil piring lain lalu kembali memakan. Aku menarik napas melihatnya, ini kapan selesai sih?

NAWASENA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang