Hamil.

1.6K 30 3
                                    

Bolos Sekolah. Hal itu tak pernah di lakukan oleh seorang anak gadis yang terkenal pendiam namun berprestasi. Namun, hari ini ia melakukan hal itu, bukan tanpa alasan, namun ia harus menemui seseorang untuk memeriksa kondisinya.

Rencana bolos sekolah ini memang sudah ia niatkan dari malam hari dan persiapannya juga sudah lumayan matang. Alasan yang akan ia berikan kepada orang yang harus ia temui dan banyak hal lain. Kepala gadis itu terasa pening, mual lagi-lagi menyerangnya. Dengan cepat, ia berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan nyaris semua sarapannya pagi tadi.

Ia berusaha mengatur deru nafasnya, di perbaikinya anak rambut yang mengganggu wajahnya dan membasuh wajahnya dengan air mengalir. Setelah itu, ia lalu duduk. Ia, dia duduk untuk menenangkan dirinya. Ia takut, jika hal yang tidak ia inginkan benar terjadi. Namun, tetap saja ia masih punya sedikit kewarasan untuk berpikir bahwa ia tidak kenapa-kenapa.

Gadis itu lalu berdiri, membersihkan pakaiannya, mengganti parfum dengan minyak kayu putih yang beberapa hari ini menjadi favoritnya karena tak tahan dengan aroma parfum yang ia punya. Ia lalu kembali ke tempat tunggu, dengan wajah yang di tutup masker, ia terus menatap wanita dengan perut buncit dan juga lelaki di samping mereka yang begitu cekatan membantu istrinya.

Gadis itu menelan salivanya dengan kasar, tenggorokannya serasa kering, keringat di tubuhnya bercucuran. Hingga namanya di panggil.

"Nandine Naeza."

Nandine, spontan berdiri. Nyaris semua mata menatap anak yang memakai rok SMA dan baju putih yang di tutupi oleh jaket besar. Di dalam sana, seorang Dokter yang terlihat muda juga tampan tengah duduk sembari berbicara dengan asistennya.

Nandine di persilahkan duduk di hadapan Dokter itu.

"Saya dari SMA Harapan Bangsa. Saya ada tugas dari sekolah untuk meminta langsung informasi kepada Dokter mulai dari ciri hamil sampai melahirkan, di jelaskan secara detail dan rinci. Saya butuh ini untuk tugas Biologi saya," ucap Nandine tenang.

Dokter dengan nametag Kalandra menatap Nandine. Anak remaja kesekian kali yang datang mengatasnamakan tugas. Lelaki itu dengan wajah datar namun di hiasi sedikit senyuman, lalu menyuruh asistennya keluar untuk meninggalkan Nandine dan juga dirinya. Nandine di serang rasa gugup dan juga takut.

"Sudah telat menstruasi berapa hari?" Tanya Kalandra.

Nandine terlihat bingung, bahkan anak itu menyorot sekelilingnya apakah ada orang lain di sana.

"Nandine Naeza, kamu sudah telat berapa hari?" Tanya Kalandra lagi.

"Hah? S-saya? Saya kemari untuk tugas Biologiku," jawab Nandine cepat.

Kalandra menghela nafas berat, ia lalu berdiri dan menarik tangan Nandine lalu membawa anak itu di untuk berbaring ke hospital bad.

"Nggak usah takut Nandine. Saya akan menjaga rahasiamu karena kau pasienku. Sekarang mari kita periksa dulu kondisimu," ucap Kalandra dengan suara lembut.

Seakan terhipnotis, Nandine nurut saja. Tangan Kalandra bergerak mengambil gell dan di oles di area perut bawah Nandine lalu mengambil alat USG.

"Sebenarnya, untuk pemeriksaan minggu awal kehamilan saya biasa merekomendasikan USG transvaginal kepada pasien. Tapi, untuk menjaga kenyamanamu, saya USG seperti biasa saja. Tapi, kalau tidak terlihat, kita terpaksa harus USG transvaginal yah Nandine?" Ucap Kalandra sembari fokus ke arah monitor USG.

"Saya nggak hamil," tolak Nandine dengan tegas.

"Tapi, ternyata bayinya sudah kelihatan. Dia baru enam minggu di dalam sana. Kahamilanmu juga aman, nggak hamil di luar kandungan."

Mendengar penuturan Kalandra, membuat Nandine merasa seakan di sambar petir di siang bolong. Hamil? Dia benar-benar hamil? Jiwa Nandine seakan kosong.

"Nandine," panggil Kalandra.

Nandine enggan bersuara, ia malah membelakangi Kalandra dan menangis sejadi-jadinya. Dan Kalandra? Dia tak menyalahkan Nandine ataupun Ayah anak itu. Tugasnya hanya sebatas memeriksa dan memastikan janin itu aman di dalam rahim Ibunya. Dengan rasa simpati, Kalandra mengelus punggung Nandine dan menenangkan gadis itu.

"Jangan terlalu banyak menangis, nanti akan berdampak pada bayimu," ucap Kalandra.

"Persetan dengan bayi. Aku ingin dia keluar," ucap Nandine dengan suara kecil.

"Nandine, bayi ini adalah tanggung jawab terbesar, dia punya hak hidup. Jangan merenggut hak hidupnya," jawab Kalandra.

"Kau tahu apa tentang hak hidup Dokter? Saya hanya remaja belasan tahun yang tidak tahu apa-apa tentang hamil bahkan anak. Saya nyaris tidak bisa berpikir, bagaimana keluargaku, bagaimana Ayah dan juga Ibuku?" Ucap Nandine.

"Tidak ada hak ku untuk mencampuri itu semua. Ada baiknya bicarakan dulu kepada Ayah anakmu. Untuk pemeriksaan, saya memberimu hak istimewa disini. Saya akan beri tahu Bidan Siska jika kau ingin memeriksakan diri, kau tak perlu antri, dan memakai baju seragam sekolah untuk berpura-pura mengambil informasi untuk tambahan tugasmu. Tidak perlu, kau datang saja dan saya akan melakukan kewajibanku sebagai seorang dokter kepada pasiennya," ucap Kalandra panjang.

"Saya ingin aborsi," jawab Nandine dengan suara tertahan.

"Nggak Nandine. Itu melanggar sumpahku, dan kau tak punya alasan medis untuk menggugurkan anakmu."

Nandine terdiam. Dia lalu bangun, lalu memakai sepatunya dan pergi dari ruangan itu. Kalandra menatap punggung Nandine, apa yang sebenarnya terjadi? Anak sepolos Nandine hamil, apakah kemungkinan ia di peralat? Rasa-rasanya otak Kalandra juga sudah ikut ngeblank.

Nandine berjalan kaki untuk ke area parkiran, di sana, ia menelpon kekasihnya, Aaron. Namun nihil, ponsel lelaki itu tak aktif.

Nandine lalu menghela nafas berat, dia tak mungkin kembali kesekolah dalam keadaan seperti ini. Ada baiknya, dia pergi ke toko komik untuk menenangkan diri.

Sesampainya di sana, ia kembali duduk di pojok yang menjadi tempat membaca favoritnya. Hingga, ia di kejutkan dengan nampan berisi dua mangkok ramen kesukaan Nandine.

"Huufff..kau membolos? Begitu melihat mobilmu terparkir aku buru-buru memasak ramen kesukaanmu ini," ucap Jordan.

"Jo, kau pengertian sekali. Bisa-bisanya kau tahu aku tengah lapar."

"Aku tahu kau bolos dan sudah pasti kau sangat lapar karena tak sempat ke kantin sekolah kan?" Ucap Jordan.

"Benar," jawab Nandine dengan senyuman manisnya.

"Aaron mana? Nggak nongol lagi dia?" Tanya Nandine kepada Jordan.

"Nggak tuh, sudah hampir satu minggu dia nggak kemari. Katanya lagi siap-siap mau pergi keluar Negeri. Keluarga Aaron harus pindah karena mau fokus besarkan usaha di sana."

Ucapa Jordan sukses membuat Nandine terkejut. Bagaimana tidak? Mengapa Aaron tidak mengatakan hal itu padanya padahal mereka adalah sepasang kekasih.

Nandine lalu buru-buru keluar dan berencana pergi kerumah Aaron.


******
Intro dulu sama cerita baru😘

Istri Belia Mas DokterWhere stories live. Discover now