BAB. 9

67.8K 5.5K 51
                                    

Camping yang telah direncanakan akhirnya datang juga. Tepat pukul tujuh pagi, Axelle dan Alexa datang menjemputnya sehingga mereka langsung berjalan ke lokasi camping dimana Dityana dan yang lainnya sudah menunggu. Iya, setelah rayuan yang lama akhirnya Dityana mengizinkan Axelle untuk ikut dengan syarat kalau laki-laki itu boleh macam-macam.

Lagian, memangnya Axelle bisa macam-macam apa?

Alexa, selaku orang nomor satu yang menyetujui acara ini tentu saja langsung terjun dengan penuh semangat, berlari ke sembarang arah sembari memotret apa saja yang bisa dia temukan. Arelia hanya mampu geleng kepala melihat kelakuannya yang sudah seperti bocah lima tahun yang baru keluar rumah setelah terkurung seharian.

Sebenarnya hutan pinus yang menjadi destinasi yang mereka pilih kali ini tidak serimba kedengarannya. Hutan buatan yang berdiri di pinggiran kota itu hanya seluas beberapa hektar saja dan jelas tidak sesempurna habitat aslinya. Namun bagi orang-orang sibuk yang hanya bisa menyisihkan sedikit waktu, hutan ini jelas merupakan salah satu tempat terbaik untuk melepas penat.

"Kak Ditya," Arelia menyapa laki-laki yang tengah sibuk membangun tenda bersama teman-temannya. Di sampingnya Axelle senantiasa mengikuti.

"Lo satu tenda sama gue, disini!" Dityana menunjuk tenda yang tengah dia bangun lalu menunjuk satu tenda yang terpisah tiga meter dari sana, "Lia sama Alexa disana."

Arelia membuang pandangan, jelas tahu siasat apa yang Dityana lakukan. Untung Axelle hanya menyetujui tanpa protes.

"Are, tahu enggak disana ada sungai loh!" Jerit Alexa sambil menunjuk pepohonan yang berjejer di samping area camping mereka.

"Serius?" Arelia tertarik.

"Iya, sini deh." Arelia langsung mengikuti Alexa dengan semangat juga.

Sedangkan para lelaki yang ditinggalkan hanya menatap kepergian mereka dengan khawatir.

"Jangan jauh-jauh!" Teriak Axelle dan Ditya bersamaan, sontak membuat kedua orang itu saling melempar pandangan.

Ditya melengos. "Jangan macem-macem, gue bakalan pantau lo."

Axelle tersenyum tipis, sama sekali tidak terpengaruh dengan kesarkasan Ditya. Laki-laki bertato itu memilih bergerak untuk ikut memasang tenda.  Lagipula dia bisa macam-macam saat Dityana tidak ada. Toh, bahkan dengan seluruh ancaman yang tersemat padanya nyatanya Arelia tetap akan dalam genggamannya.

"Gue bicara kayak gini bukan tanpa alasan, kalau lo cuma berniat buat main-main lebih baik lo jauhi aja Lia. Hidupnya udah terlalu rumit untuk lo recoki. Gue udah jaga dia selama ini, mastiin dia baik-baik aja meski gua tahu dia enggak baik-baik saja. Dan karena itu, kalau lo cuma datang buat nyakitin Lia atau mainin perasaannya disaat itu pula lo bakal kehilangan hidup lo."

Axelle menatap Ditya penuh tekad. "Lo tenang aja, Are adalah satu-satunya. Gue enggak mungkiri kalau dia bukan yang pertama tapi lo harus tahu, she's the one. Gue mungkin enggak bisa bahagiakan dia kayak apa yang lo lakukan selama ini, namun bukan berarti gue enggak bisa bahagiakan dia. I love her... always. Ini bukan sumpah atau janji manis, gue tahu lo juga enggak butuh itu, tapi yang pasti gue sudah menanamkan tekad bahwa Arelia akan menjadi cinta satu-satunya. Dan bahkan jika suatu hari dia enggak bahagia sama gue, lo bisa lakukan apapun yang lo mau."

Dityana menatap Axelle kemudian menghembuskan nafas dengan berat. "Jangan tersinggung, gue bilang ini bukan tanpa sebab. Ada satu alasan yang buat gue amat protektif sama Lia, dan lo mungkin akan tahu nanti dari mulut Arelia sendiri karena gue enggak berhak akan itu. Tapi gue akan ingat omongan lo hari ini!"

Strawberry Mojito (Open Pre-order)Where stories live. Discover now