Bab. 2

113K 9.5K 57
                                    

Sambil merutuk, Arelia menarik kerah pakaian yang terasa amat gatal di kulitnya. Di cuaca panas bulan Juli dia malah diharuskan mengenakan baju dengan model turtle neck tebal dan tentu saja amat menyiksa raga. Tapi, tak peduli seberapa jengahnya ia, Arelia tetap tidak bisa melepas atau pun berganti pakaian yang lebih normal. Tidak jika separuh tubuhnya dipenuhi oleh tanda merah.

Tidak, Arelia tidak sedang alergi atau terkena cacar. Semua tanda yang memiliki warna serta ukuran beragam itu merupakan buah hasil setelah ia menghabiskan malam dengan Axelle. Itu juga lah yang membuat Arelia semakin ingin menangis. Bagian leher, dada, perut bahkan paha dalamnya tak absen terisi kiss mark. Saking banyaknya Arelia bahkan merasa geli melihat tubuhnya sendiri.

Sungguh seberapa intens malam yang dia habiskan bersama Axelle sampai-sampai Arelia bisa berakhir seperti ini?

Membayangkan bagaimana laki-laki dewasa itu bergelut di atas tubuhnya seketika membuat pipi Arelia memanas.

Oh god, Arelia kacau balau.

Untungnya Arelia sama sekali kehilangan memori tentang kejadian itu sehingga dia tidak akan begitu tersiksa dengan kenangan terlarang. Tapi tetap saja. Datang ke kampus pada pukul satu siang dengan penampilan seperti orang tengah terkena cacar, uhh Arelia tak tahu nikmat mana lagi yang akan Tuhan berikan padanya.

Dua jam kemudian Arelia melangkah keluar ruangan kelas dengan lunglai. Energinya benar-benar sudah terkuras habis. Sakit kepalanya masih belum berkurang sejak tadi pagi dan Arelia malah harus dihadapkan dengan mata kuliah tersulit semester ini.

Tiba-tiba Arelia memicing sipit, melihat ke kejauhan dimana seorang gadis cantik tengah duduk manis sembari memainkan secangkir jus berwarna kuning pekat. Melihat wajahnya yang tampak lempeng-lempeng saja seketika membuat Arelia bergegas marah. "ALEXA SIALAN!!!"

Alexa, yang dipanggil menoleh tersenyum. "Eits, tahan beb. Jangan gegabah, aku baru aja ke salon enggak etis banget kalau kamu acak-acak sekarang."

"Kamu masih bisa ke salon setelah menjebak sahabat mu sendiri?!" Dengan kemarahan yang bergumul sejak tadi pagi Arelia menerjang Alexa, menjambak rambut yang baru saja ditata rapi itu dengan tidak manusiawi.

Alexa menjerit nyeri. "Arelia, sakit!!"

"Rasain nih, berani-beraninya kamu lakuin itu sama aku!! Rasain! Rasain!"

Beberapa saat kedua gadis itu saling membalas, melempar cacian dan hinaan. Banyak pasang mata melirik penuh minat namun, ketika tahu siapa yang membuat ulah mereka hanya akan memutar tubuh dan bergegas pergi, sudah biasa.

Baru setelah merasa lelah, Alexa mengangkat tangan tanda menyerah. "Udah, aku udah enggak tahan."

Arelia mendengus hina. Baru sejurus kemudian gadis itu menarik Alexa memasuki toilet perempuan, yang untungnya sedang kosong. Memastikan kalau Alexa sedang memperhatikannya, Arelia lalu menarik ujung pakaiannya sehingga pemandangan ambigu yang sejak tadi coba dia sembunyikan terlihat jelas.

Alexa membulatkan mata tercengang. "What the fu—ini serius?!" Sedetik kemudian Alexa terbahak keras.

"Kamu masih bisa tertawa?!" Hardik Arelia tak terima.

"Bukan," Alexa menggeleng. "Cuma lucu aja. Aku enggak nyangka kalau Bang El ternyata sesuka itu sama kamu, Are. Hahaha..."

"Alexa ini bukan waktunya bercanda. Jika bukan karena minuman sialan mu itu aku tidak akan berakhir seperti ini. Lihat nih!" Arelia menunjuk tanda paling merah yang ada di perutnya penuh frustasi. "Walau udah aku gosok pakai sabun juga enggak hilang-hilang."

Seolah tidak ikut tertular kefrustasian sahabatnya Alexa hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil cengengesan. Melirik berbagai kiss mark merah gelap yang tersebar di kulit pualam Arelia. Membayangkan bagaimana Axelle, kakaknya yang memiliki kepribadian bagai beruang kutub itu kehilangan kontrol untuk pertama kalinya membuat Alexa tergelak keras.

"Alexa!" Rengek Arelia sembari menghentakkan kakinya.

"Sorry-sorry," Alexa mencoba meredam tawa namun gagal. "Lagi pula apa salahnya sih, Are. Bang El baik kok, dia ganteng, pinter, macho, itu udah pasti sih lihat aja kamu sekarang hahaha..."

"Alexa, shut up!"

"Oke, sorry again. Aku serius, Are. Kalau kamu sama Bang El jadian aku bakal jadi orang pertama yang restuin kalian berdua."

"Ngaco!" Sembur Arelia.

Jadian katanya? Arelia bahkan tidak pernah berbicara dengan laki-laki itu selain hal-hal yang perlu dikatakan saat Axelle mengantarnya pulang sehabis dia berkunjung ke rumah Alexa. Itu pun hanya berputar dari 'terimakasih' dan 'enggak perlu'. Sungguh Arelia tidak bisa membayangkan kalau dia berhubungan dengan laki-laki itu.

Secara tiba-tiba ponsel Alexa berdering, memecah situasi. Tanpa melihat siapa gerangan yang menelponnya Alexa langsung saja menekan tombol hijau. "Hmm, iya dia disini... di kampus.. enggak, she's okay... iya... okay." Hanya butuh waktu setengah menit sebelum Alexa kembali mengantongi ponselnya.

Arelia menyatukan alis penuh selidik.

"Bang El bakal kesini," terang Alexa tanpa dosa.

Arelia melotot. "Kok bisa?!"

Alexa mengangkat bahunya tak acuh. "Nyari kamu, apalagi."

"Serius?" Oh tidak. Bagaimana jika Axelle akan meminta pertanggung jawaban? Arelia masih belum sanggup menghadapi laki-laki itu secara langsung. Tanpa menunda banyak waktu Arelia langsung kabur seribu langkah.

"Are, mau kemana?!" Teriak Alexa dari dalam.

"Apalagi, kabur bodoh!"

Alexa yang ditinggalkan hanya menatap pintu yang melenyapkan Arelia dengan tatapan tercengang, tidak menyangka kalau Arelia akan bereaksi seheboh itu. Sepertinya Kakaknya akan menghadapi kisah pelik yang lucu antara dikejar dan mengejar. Hihihi... Alexa harus mengabadikan dengan baik. Harus!

Strawberry Mojito (Open Pre-order)Where stories live. Discover now