8. Sorry?

1.9K 264 24
                                    

️ 'visualisasi' might be triggering

°
°

Di pelajaran olahraga, Regan kian menjadi. Calvin yang loyo karena tadi mondar-mandir menuruti kemauan Regan pun hanya bisa merutuki kesialannya. Tapi ini sudah hari ke-11, sudah separuh dari perjanjian dan dia bersikukuh menuntaskan.

Calvin menggantikan Regan untuk pengambilan nilai lompat jauh. Atas perintah Regan tentu saja. Meski tidak pernah melakukan olahraga berat, nyatanya lompatan Calvin cukup jauh hampir menandingi Nuki. Namun, tenaganya terkuras.

Masih duduk di bak pasir, dia mengatur napas yang tidak karuan. Satu uluran tangan ke depan wajahnya, adalah Nuki, membantu bangun dan menepi. Mungkin karena tiba-tiba berdiri pandangan Calvin sempat gelap sepersekian detik hingga tubuhnya oleng. Dia berkedip-kedip sampai mendapat cahaya kembali.

"Nih minum," kali ini ditawari air mineral yang dengan senang hati Calvin terima lantas diteguk sampai tandas.

"Sorry, nanti gue ganti."

"Harus dari sumber mata air pilihan."

Satu sudut bibir Calvin terangkat berkedut. Dia balas ketus, "Gue kasih segunung-gunungnya."

"Roro Jonggrang kali gue."

"Itu candi!" Kemudian nama Nuki dipanggil sang guru. "Pergi lo! Bikin emosi aja."

"Ck. Ditolong ngelunjak. Ogah gue nolong lo lagi," nada bicara Nuki datar. Dia juga sempat berkata sebelum beranjak, "Lompatan lo keren btw."

...

Waktu Calvin untuk terbebas dari Regan hanyalah ketika belajar mengajar berlangsung, yang artinya Regan berada di dalam kelas. Seperti saat ini, ruang ganti sunyi sebab sudah memasuki pergantian pelajaran.

Ketika membungkuk hendak memakai sepatu, Calvin merasa dadanya seperti dihimpit dan ditusuk-tusuk. Biasanya kalau sudah begini dipijit pusat sakitnya pelan maka akan mereda. Kali ini tidak. Napasnya tercekat, berujung batuk keras. Dia rasakan sesuatu membasahi telapak tangan, lantas bergegas ke wastafel.

Dari salah satu bilik keluarlah Nuki. Mencoba fokus pada kegiatannya sendiri, tapi matanya ingin melirik ke arah anak yang batuk-batuk seraya membasuh area mulut. Sampai Nuki terlihat mencari sesuatu. Ikat pinggangnya tertinggal, kemudian dia kembali masuk ke bilik.

Sementara cengkeraman Calvin di pinggiran wastafel menguat. Rasanya semakin nyeri di tiap tarikan napas. Hingga kakinya tidak sanggup lagi menopang bobot tubuh. Calvin meluruh, ambruk membentur lantai dingin.

Nuki yang sudah mendapatkan ikat pinggangnya berhenti sejenak di ambang pintu, terkejut menemukan Calvin tergeletak di lantai dekat wastafel.

Dia mendekati. Diangkatnya kepala yang berkeringat itu ke pangkuan. "Calv?"

Nuki panik karena ada bercak darah di tepi mulut yang terbuka mengais oksigen. Tangan gemetarnya menepuk pipi Calvin dan direspon tatapan mata sayu berkedip lambat.

"Jangan pingsan dulu. Aih shit一" Nuki mengumpat. Di ruang itu tidak ada satupun orang yang bisa membantunya.

"Hei hei hei! Tetep sadar, Calv!" Dan heboh sendiri kala mata Calvin tampak semakin berat, pelan-pelan menutup. "Calv, Calvin!"

Live a Calvin Life ⁽ᴱᴺᴰ⁾Where stories live. Discover now