2. New Partner?

2.6K 287 30
                                    

Memang hampir seluruh pekerja di rumah sakit mengenal Calvin. Anak itu kalau kondisinya sedang baik pasti akan berkeliling. Entah yang mengganggu satpam, nimbrung di diskusi dokter-dokter koas, bermain di bangsal anak, sampai membantu mengurus taman rumah sakit.

Di antara sekian banyak yang menyayangi Calvin, beberapa sampai menjadikannya prioritas. Hendrik misalnya. Dokter spesialis alergi-imunologi itu sempatkan singgah ke kamar Calvin sebelum waktu praktiknya tiba.

Yang pertama Hendrik lihat membuat dahinya berkerut. Seharusnya yang tidur di atas ranjang Calvin, tapi malah Basta. Tidur telentang, tampak pulas dan lelah seperti habis kerja rodi. Semakin masuk, yang dicari sedang di ruang keluarga bersama Kinanti.

"Ya mbak ya? Bilang iya duluuu~" terdengar rengekan Calvin. Pasti sedang merayu meminta sesuatu.

"Sini duduk. Pake baju kok kancingnya naik turun gini."

Calvin di sofa sementara Kinanti bersimpuh di depannya, memperbaiki kancing seragam yang tidak sama panjang. "Dulu ditawarin katanya nggak mau."

"Soalnya dulu belum kepikiran mau desainnya apa. Sekarang udah."

"Lagi minta apa sih?" tanya Hendrik seraya mengusak rambut setengah kering milik Calvin.

"Ini dok, Calvin minta plafonnya dipasang wallpaper galaxy."

"Sama astronot!" sahut Calvin antusias.

"Suster Kinanti disuruh masang?"

"Bukaaan, aku minta izin Mbak Kinanti doang, kalo udah oke baru diurus Mas Basta."

"Kak Hendrik aja yang cari sama tukangnya sekalian," ujar Hendrik membuat mata Calvin berbinar.

"OKE!" katanya. "Nanti pas di atas kasurku dua astronot gede cewek cowok sama satu yang kecil ya? Sekeluarga astronot gitu ceritanya."

Pergerakan Kinanti menyisir rambut Calvin terhenti sesaat. Mereka tau maksud permintaan Calvin. Pasti dia merindukan kedua orang tuanya一utuh. Hendrik pun hanya bisa mengulas senyum dan mengangguk.

Ada binar palsu di mata Calvin yang sejatinya penuh luka. Usia Calvin memang bukan anak-anak lagi, tapi masih tersisa jiwa anak kecil yang dulu sempat terabaikan dalam dirinya.

"Itu Basta teler lagi semalem?" Hendrik bertanya pada Kinanti.

"Iya. Kadang heran saya tu dok. Kok bisa Tuan Arthur nggak marah atau at least negur."

"Soalnya ada anak nakal yang bakalan ngambek kalo 'Mas kesayangan'nya dimarahin."

Paham sindiran itu untuknya, Calvin langsung manyun dan menerangkan, "Mas Basta mabuk 'kan Calvin yang suruh. Kasian tau stress putus cinta, mana masih harus repot ngurusin Calvin."

"Mbak udah bawain bekal. Jangan jajan sembarangan," sengaja Kinanti mengalihkan pembicaraan. Dia paling tidak bisa jika Calvin sudah membahas hal sensitif; perihal dirinya yang merasa menyusahkan.

Hendrik terkekeh melihat Calvin meniru ucapan Kinanti dengan bibir mengejek. "Berangkat pagi banget ada apa sih?"

"Pelajaran pertama hari ini ekonomi."

Pantas saja. Memang mata pelajaran ekonomi paling disukai Calvin, pun dia lumayan menguasai. Setelah siap, Calvin bangkit mengambil iPad kesayangannya.

"Habis jamal, Kin?"

Kinanti mengangguk mengiyakan, "Tadinya mau ngecek AC kamar Calvin kok kayanya kemarin nggak dingin. Eh anaknya masih subuh udah bangun udah mandi. Yaudah masakin sekalian."

"Udah bilang teknisi?"

"Belum sih dok. Habis ini mungkin."

Hari ini Hendrik yang mengantar Calvin 'menengok' sekolah setelah seminggu lebih dikurung. Anak itu sangat antusias sampai-sampai sudah siap padahal masih jam setengah 6 pagi. Mereka tidak melarangnya pergi karena Tyan mengizinkan (setelah ada drama menangis sesenggukan).

Live a Calvin Life ⁽ᴱᴺᴰ⁾Where stories live. Discover now