Reane tentu terkejut. Dia akan bertanya mau kemana saat Ray berjalan dengan dia digendongannya, namun terurung saat dia membawa dirinya ke menuju tempat tidur. Saat mendongak, ia bisa melihat rahangnya yang tegas, bibirnya yang agak pucat, bulu matanya yang bergetar, matanya yang agak merah, rambutnya yang sedikit basah menutupi dahi.

Apa yang terjadi sebelumnya? Reane bertanya-tanya saat menatap lamat wajahnya.

Dia tersentak saat Ray menunduk dan bertemu tatapannya. Tiba-tiba wajah pria itu membesar dihadapannya. Sebelum bereaksi, Reane merasakan kecupan dihidungnya. Dia tercengang sehingga mata dan mulutnya terbuka lebar. "Apa yang kamu lakukan ...."

Saat wajahnya menjadi merah karena malu, tubuhnya diturunkan dan tenggelam ditempat tidurnya yang empuk.

Di saat dia di baringkan, Ray malah berdiri diam sembari menatapnya. Sulit membaca apa yang dipikirkan diwajahnya yang tanpa ekspresi, namun entah kenapa membuat wajah Reane semakin memerah.

Kenapa Ray datang tiba-tiba kekamarnya, memeluknya, dan sekarang malah menatapnya dengan tatapan seperti itu?

"Kenapa kamu menatapku seperti itu ...?" Pertanyaan malu-malunya terlontar karena tidak tahan ditatap terus menerus.

Ray berkedip pelan. Lalu dia duduk ditepi dan mengambil tangan Reane yang berukuran terlalu mungil ditangannya yang besar. Telapak tangan Reane ia letakkan di pipi kirinya yang dingin.

Melihat semua gerakannya, Reane tiba-tiba merasa suasananya menjadi melankonis. Apalagi melihat tatapan Ray yang berubah sedih dan kesepian, dan pipinya di gosok-gosokan ketangannya seolah anak kucing yang kedinginan membutuhkan kehangatan. Hatinya melembut.

Reane mengulurkan tangannya yang lain sehingga pipi Ray yang satunya tertutup pula oleh telapak tangannya.

"Ada apa, hm? Apakah kamu terluka?" tanya Reane dengan suara teramat pelan dan lembut.

Matanya semakin merah saat air mata menggenang di sana. Lalu tiba-tiba pria itu mengulurkan tangan menunjukkan lukanya. Reane menunduk dan terkejut. Ada goresan merah hampir menutupi seluruh punggung tangannya. Helaan nafas keluar dari bibir merah mudanya. "Kenapa kamu terluka seperti ini ..."

Melihat wajahnya lagi. Uh ... ini terlalu lucu dan menyedihkan. Reane merasa hatinya meleleh. Dia mengambil tangan besarnya dan meniup lembut. "Jangan sedih, oke? Aku akan mengobatinya untukmu."

Saat Reane akan beranjak mencari P3K, Ray menahan tangannya.

"Ada apa?" Reane menoleh, namun hanya tatapan menuduh seolah dia akan meninggalkannya.

Reane merasa lemas seperti jelly oleh kelucuannya. Kenapa suaminya ini begitu lucu?

Mungkin hanya Reane yang menganggap Ray seolah anak kucing yang menyedihkan, padahal dia telah bertindak seperti harimau galak kepada semua orang selainnya. Reane belum tahu pula bagaimana kekacauan diluar kamarnya.

Reane melihat Ray yang merentangkan tangan. Dia kebingungan. Apakah dia ingin memeluk?

Melihat dia hanya diam, wajah Ray menjadi murung. Reane yang masih bingung langsung bereaksi panik. Ia lantas mendekat dan memeluk pria itu dengan kaku. Bisa ia rasakan kedua tangan yang melilit pinggangnya erat. Reane meletakkan kepala Ray di bawah dagu dan membelai rambutnya lembut. "Ha ... tidurlah, Ray. Aku tidak akan meninggalkanmu."

Tubuh orang dipelukannya langsung mengendur. Walaupun Reane merasa berat, tapi ia berusaha menahan dengan bersandar dikepala tempat tidur. Sembari membelai kepalanya pelan, Reane bersenandung lembut seperti seorang ibu yang menidurkan anaknya.

Lima menit ... sepuluh ... lima belas menit. Sebenarnya Reane telah merasakan Ray sudah tertidur dari sepuluh menit yang lalu. Namun ia harus memastikan bahwa dia benar-benar nyenyak sehingga Reane bisa mengecek keadaan diluar kamarnya.

Dependency ✓ [Sudah Terbit]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن