Suaranya merendah dan melembut. “Tuan Muda … tenanglah. Anda aman. Saya di sini untuk menolongmu dan menyingkirkan mereka.”
Kalimat yang sepertinya sudah terbiasa Grehen ucapkan saat Ray kambuh, mampu meredakan gerakan aneh dan brutal Ray yang hampir menyakiti dirinya sendiri.
Grehen menghela nafas lega. Begitupula Lawin yang telah mengendur dari ketegangannya.
Kedua pria dewasa itu melihat Ray hanya berjongkok diam dengan kepala menunduk. Keheningan di kamar Ray saat ini terlalu sunyi dan sangat berkebalikan dengan keributan yang hanya belum satu menit lamanya.
Benar aja, ini hanya menjadi awalan badai menyerbu. Tiba-tiba, Ray mengangkat kepala menatap Grehen di hadapannya.
Tatapan gelap di mata merahnya membuat Grehen tersentak hingga berdiri dan mundur satu Langkah tanpa sadar. Ta-tapan itu … terlalu asing dan menakutkan.
Ray ikut berdiri membuat Grehen melangkah mundur satu langkah lagi. Meskipun masih ada sisa air mata dipipinya, diwajahnya tanpa ekspresi, mata tajamnya menelisik seluruh ruangan. Saat mata itu berhenti pada Lawin, pria tua itu menegang dengan seluruh tubuh gemertar hingga mundur dengan posisi duduk.
“Tuan Muda?” panggil Grehen dengan ragu.
Sudah bertahun-tahun lamanya dia merawat Ray, namun mungkin dia tidak mengetahui apa yang terjadi pada Ray detik ini? Ia cukup terkejut, karena sudah sekitar lima tahun lalu saat kemunculan kepribadiannya yang lain, dan sekarang bagaimana mungkin dia muncul kembali?
“Di mana dia?”
Suara dingin sedikit serak terlontar tiba-tiba dari bibir tipis pucat Ray. Grehen terkejut lagi dengan kebingungan.
Hanya satu orang yang menjadi objek penyakit yang Ray alami, dan satu orang itu pula yang menjadi penenang Ray jika dia mengamuk. Sebut saja panggilannya dengan mengatakan bahwa dia akan kembali, maka Ray akan langsung tenang. Dia adalah ibunya. Namun, saat kesadaran Ray yang lain yang bertanya tentang ibunya, maka Grehen mengakui bahwa dia tidak mampu.
Bahkan lima tahun lalu, dia terpaksa mengikat Ray dengan rantai selama beberpa hari sampai dia yang normal kembali dengan sendirinya. Keterpaksaan yang mendorongnya karena Ray pernah membunuh salah satu penjaga yang mencoba menangkapnya saat itu. Grehen juga mendapatkan luka di lengannya yang sampai saat ini berbekas jelas akibat pecahan kaca yang Ray goreskan.
Lawin yang gemetar, semakin tenggelam dalam ketakutan saat dia sama-sama menyadari apa yang terjadi. Yang saat ini dia pikirkan adalah kabur. Melihat pintu terbuka lebar yang cukup berjarak jauh, Lawin mencoba mencari kesempatan untuk berlari keluar.
“Tu-an, ibu Anda akan segera kembali …” Grehen mencoba menjawab menjaga ketenangannya.
Ray memiringkan kepalanya tanpa perubahan ekspresi. Namun itu hanya seperti robot yang lehernya longgar sehingga memiring. “Ibu?”
Grehen merasa merinding dipunggungnya tanpa sadar. Apakah dia salah berbicara?
“Di mana dia?” Pertanyaan yang sama kembali terlontar melalui suara datarnya.
“Tu-an Muda, Ibumu—”
Bug!
“Arrgh!”
Suara gedebug diikuti erangan kesakitan, membuat Grehen menoleh terkejut dengan ekspresi tercengang. Di sana, Lawin terjatuh mencoba meraih punggungnya yang teramat sakit akibat lemparan tas kerja yang mengenai tepat dipunggungnya. Dan yang melempar tidak lain adalah Ray.
Kejadian terlalu singkat sehingga Grehen tidak menyadari kapan Lawin sudah berjalan ke arah pintu sana, kapan Ray mengambil tas kotak keras milik Lawin yang sebelumnya tergeletak di samping tempat tidurnya sendiri, dan kapan Ray melemparnya tepat dipunggung Lawin dengan gerakan gesit.
“Punggungku! Argh!”
Bisa Grehen bayangkan rasa sakitnya, karena alat-alat yang mengisi tas kotak itu cukup banyak hingga saat membentur punggung pria itu langsung berserakan di lantai.
Letak fokus Grehen berfokus pada Ray yang sudah berjalan menuju lawin dengan Langkah lebarnya. Ekspresinya Grehen artikan seolah dia akan mencabik-cabik Lawin detik berikutnya.
“Ti-dak! Menjauhlah dariku, bocah gila!” teriak Lawin yang tak mampu berdiri karena kesakitan.
Grehen yang akan bertindak, langung berwajah gelap saat mendengar panggilan ‘bocah gila’ dari mulut Lawin. Tapi ia tak mau repot-repot mengurusi kematian Lawin nanti, jadi dia langsung melangkah untuk menghentikan Ray.
“Hentikan, Tu—Ugh!”
Tubuh Grehen langsung terhempas kelantai saat akan menahan bahu Ray. Kekuatannya sangat besar sehingga Grehen masih tidak memercayai apa yang dilihat dan dirasakan barusan. Hanya rasa sakit di tubuh yang masih menahan kesadarannya.
Langkah Ray masih berlanjut kearah Lawin. Dan orang yang dituju semakin gemeetar ketakutan sehingga berteriak dan mengumpat. “Enya-hlah, bocah gila! Jangan mendekat! Atau aku akan menyakiti ibumu!”
“LAWIN!!” Grehen berteriak penuh amarah dengan mata setajam pedang menorot Lawin.
Tidak peduli akan tegurannya, Lawin hanya merasa Grehen yang satu-satunya menjadi penyelamatnya saat ini. Di memohon. “Tolong hentikan bocah itu, Grehen! Jangan sampai mendeka—”
Sebelum menyelesaikan ucapannya, Lawin langsung merasa tercekik dengan tubuh terangkat sampai-sampai kakinya pun tidak menginjak tanah. Dia langsung dihadapkan dengan mata merah menakutkan yang merupakan orang yang mencekiknya. “Le-pa-s, le-pas-kan—uhuk!”
“TUAN MUDA! HENTIKAN!!” Grehen bersusah payah untuk berdiri dan berlari sebelum Lawin kehabisan nafas akibat cekikan.
Semua wajah Lawin memerah dengan mata melotot. Urat-urat biru di dahi dan pelipisnya menonjol akibat sesak bernafas. Di sana Grehen langsung meraih tangan Ray dan mencoba melepaskannya. “Berhenti, Tuan Muda! Aku yang akan membunuhnya sendiri nanti!”
Ray menoleh dengan datar. Dengan santai dia menghempaskan tangan Grehen yang sempat menghentikannya sehingga cekalan terhadap leher Lawin pun ikut terlepas.
Di lantai, Lawin menghirup udara dengan rakus. Ia masih tak percaya detik ini masih diberikan kesempatan hidup. Dia sudah menyerah untuk mati beberapa detik lalu. Sedangkan Grehen menghela nafas lega. Namun sesungguhnya kelegaan yang dia rasakan belum sepenuhnya, karena ia tahu Ray belum menemukan apa yang di cari.
Benar saja, langkahnya menuju keluar pintu. Rumah ini akan kacau, atau bahkan ada orang yang akan terluka jika dia tidak menghentikannya. Namun saat akan berdiri, lututnya terkena benda tajam yang menusuk sehingga dia meringis kesakitan. Itu adalah benda yang berserakan akibat lemparan koper milik Lawin pada saat sebelumnya.
Tidak memiliki cara lain, dia mengambil alat komunikasi di sakunya untuk memberitahukan semua penjaga atau pengawal di rumah itu.
“PARA PENJAGA! HENTIKAN TUAN MUDA!!”
***
TBC
18.16
26 Nov 2022
BINABASA MO ANG
Dependency ✓ [Sudah Terbit]
Romance17 tahun Leane hidup di ranjang rumah sakit tanpa mengenal dunia luar. Setiap hari, ia hanya tahu rasa sakit karena keadaan tubuhnya yang lemah. Pada akhirnya, ia mati dengan damai tanpa pernah merasakan apa itu kebahagiaan. Bangun di tubuh dan temp...
11. Dependency 🌷
Magsimula sa umpisa
![Dependency ✓ [Sudah Terbit]](https://img.wattpad.com/cover/315356737-64-k470748.jpg)