49 ÷ Fakta Yang Sakit

147 36 6
                                    

"Laskar?"

Lestari melambaikan tangan kepada Laskar yang tengah berjongkok di seberang. Lelaki itu mendongak dan tersenyum. Ia tampak sangat tampan berseri dengan balutan kemeja putih dan celana putih panjang. Wajahnya terlihat benar - benar bersinar. Ia membawa bunga mawar. Bedanya mawar itu bewarna putih.

Gaun putih selutut Lestari berkibar terkena angin saat Lestari hendak mengambil bunga yang diberikan oleh Laskar. Cahaya terang membuat gadis itu menutupi wajah menggunakan tangan. Di saat ia merasa cahaya itu sudah menghilang, Lestari membuka matanya.

Sungai jernih muncul di depan dirinya persis. Mungkin jika Lestari maju selangkah ia sudah masuk ke dalam air. Lestari menoleh, ia tidak mendapati Laskar yang ada di sebelahnya. Matanya terus mencari keberadaan lelaki itu. Hingga ia menemukan Laskar berada di seberang sungai. Mereka dipisahkan oleh sungai.

Laskar menghanyutkan bunga mawar itu ke atas air. Walau air itu mengalir ke arah hilir, bunga itu tetap datang ke arah Lestari, tidak terbawa arus sungai. Lestari meraihnya dan memegang bunga itu sangat erat. Bibirnya terangkat manis sama seperti Laskar yang tersenyum. Laskar tidak mengucapkan sepatah katapun sedari tadi, namun kehadirannya membuat Lestari bahagia.

"Laskar tunggu!" Jerit Lestari saat Laskar membalikkan tubuh dan hendak berjalan ke arah belakang. Ke arah di mana cahaya terang itu berada.

"Lestari! Kamu ngapain?" suara itu muncul tiba - tiba, mirip seperti suara mama. Akan tetapi tidak ada mama di sana. Laskar kembali membalikkan badannya menunjuk ke arah belakang Lestari yang juga menunjukkan sebuah cahaya terang. Lestari menoleh, namun ia menggeleng.

"Aku mau ikut kamu aja!" Teriak Lestari.

Laskar tersenyum dan terus menunjuk ke arah belakang Lestari.

"Lestari!" suara mama terdengar memanggil lagi dari arah cahaya terang di belakang Lestari.

Laskar melambaikan tangannya.

"Mau ke mana, Kar? Tungguin aku! Aku cari jembatan dulu!" teriak Lestari terus menyusuri pinggir sungai dan mencari jembatan untuk menyebrang.

Akan tetapi Laskar membalikkan badan dan terus berjalan menuju cahaya terang di belakang.

"Laskar! Laskar tunggu! Kok kamu mau ninggalin aku sih?! Laskar! Tunggu! Aku udah nemu jembatannya!" Seru Lestari yang terus berlari ke arah jembatan putih. Saat kakinya hendak melangkah ia merasakan tubuhnya tertarik ke arah belakang bersamaan dengan tubuh Laskar yang menghilang di seberang.

"LASKAR!"

Lestari terbangun dari tidurnya dengan Mama yang ada di samping. Lestari demam tadi malam.

"Minum dulu," suruh Ayu sambil memberikan segelas air minum. Ayu sudah bisa berjalan sedikit demi sedikit hari ini.

Lestari meminum sedikit air dan memberikannya kembali kepada Ayu. Ia menarik napas dalam saat mengingat mimpi yang baru saja ia alami. Matanya berpendar di setiap penjuru kamar.

Hari ini adalah hari keempat kepergian Laskar.

"Ke bawah dulu aja, makan. Jangan sampai lupa," ucap Ayu dan Lestari menganggukinya. Tak lama Ayu berada di kamar putrinya. Wanita yang sudah bisa berjalan secara tiba-tiba itu kini pergi dari kamar Lestari walau langkahnya masih tertatih.

Suasana hari ini juga terasa begitu berbeda. Pikiran Lestari jujur saja masih berada di awang-awang. Masih mengharapkan bahwa ia mimpi dan akan bangun esok hari. Sama seperti di mana ia hampir kehilangan sang Mama. Namun kali ini kehilangannya sudah terjadi.

Pukul 09.00 WIB

Lestari duduk di sebelah pusara Laskar dan menatapnya begitu lama. Tak ada air mata, namun sesak masih terasa di dada. Ia baru menyadari, bahwa dirinya menyukai Laskar entah dari kapan Lestari juga tidak tau. Namun, saat perasaannya mulai tumbuh, Laskar pergi.

Lentera Laskar ✓Where stories live. Discover now