21 ÷ 10 Tahun Yang Lalu

158 45 4
                                    


Perpustakaan Daerah adalah tempat yang lumayan sering Lestari kunjungi setelah Gramedia. Ia kini sedang mencari buku sejarah untuk tugas. Ia juga meminjam beberapa buku bacaan lain seperti buku biologi serta buku panduan cara cepat belajar matematika.

Lestari sangat suka membaca buku. Dulu, Mama sering membelikan buku pada Lestari. Namun, Mama tak pernah memaksa Lestari untuk membacanya. Untuk menghargai Mama, Lestari memutuskan untuk membaca. Dan pada akhirnya membaca menjadi salah satu hobinya.

Aroma buku-buku membuatnya tenang. Terlebih lagi suasana perpustakaan yang hening menjadikan pikiran Lestari yang sebelumnya berantakan jadi tertata. Healing di perpustakaan daerah tidak buruk ternyata.

Setelah selesai mengambil beberapa buku. Lestari duduk untuk membaca. Perpustakaan daerah hari ini tidak terlalu ramai karena jam kerja. Biasanya ramai saat weekend atau saat ada kunjungan dari sekolah. Biasanya dari Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP).

"Udah berapa kali kita ketemu di bulan ini?" pertanyaan seseorang membuat Lestari mendongak kaget.

"Maaf, aku ngagetin kamu."

"Eh Mas Arga. Aku kira siapa," kata Lestari sambil membenarkan duduk.

Lelaki dengan hoodie abu-abu yang kini duduk di hadapannya dengan satu buah buku. Sepertinya buku ekonomi, entahlah.

"Boleh duduk sini kan? Enggak ada yang marah?" tanyanya membuat Lestari terkekeh.

"Enggak ada kok. Duduk aja nggak papa."

"Masih pakai seragam. Habis pulang sekolah ya?"

"Iya," balas Lestari sambil tersenyum.

Argani Dewantara. Begitu nama lengkap yang Lestari lihat dari kartu perpustakaan yang diletakkan oleh Arga di atas meja. Lelaki itu tersenyum cukup lama sembari menatap wajah Lestari yang selalu membuatnya merasa lebih baik. Banyak yang ingin Arga katakan pada Lestari. Bagaimana keadaan dan kisah apa yang Arga tulis selama ini.

Namun, Lestari sepertinya sudah lupa tentang itu semua. Sudah lama. Bahkan sangat terlihat Lestari tak ingat pada Arga. Padahal Arga selalu mengingat Lestari setiap hari.

"Kenapa mas?" tanya Lestari membuat lamunan Arga pecah. Ah, semua sudah berbeda rupanya. Arga kira semua masih terasa sama.

"Enggak, maaf. Aku lanjut baca ya."

"Ah, iya silahkan," kata Lestari kembali membaca buku biologi. Atmosfer menjadi sedikit dingin diantara keduanya. Itu yang Lestari rasakan. Mungkin berbeda dengan Arga yang merasa lebih hangat sekarang. Lelaki itu sedikit aneh di mata Lestari. Entahlah, tatapannya seperti menyiratkan sesuatu yang tak mampu ia katakan pada Lestari.

"Maaf, lama." Laskar datang dan berdiri tepat di belakang Lestari. Lelaki itu mengerutkan dahi saat melihat Arga duduk di hadapan Lestari. Lelaki bertubuh jangkung itu tersenyum pada Laskar, guna memberi kesan bahagia untuk kehadiran Laskar. Laskar kembali tersenyum dan menjawil tangan Lestari.

"Duduk anjir jangan toel-toel," bisik Lestari pelan. Laskar duduk di sebelah Lestari. Mereka hanya senyum-senyum dan saling diam.

'Udah punya pacar ya ternyata. Aku kira kamu bakal nunggu aku kayak yang kamu bilang dulu.' Arga tersenyum senang.

Laskar senyum lagi saat ditatap Arga. Kok dia malah deg-deg an sih? Hal itu membuat Laskar menendang kaki Lestari.

"Hehehe." Lestari terkekeh. Bingung mau ngapain. Canggung banget. Kalau tidak ada Arga mungkin Laskar dan Lestari akan tabok-tabokan buku. Tapi, ini ada Arga. Masa dia tabok-tabokan buku. Bisa dikira gila nanti mereka.

Lentera Laskar ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang