CHAPTER 6

7.2K 1K 130
                                    

.
.
.

"Paman, Ayah gapapakan?" Tanya Adelia setelah Abian menyuntikkan obat pada Alderian.

Ayahnya itu tidak bangun jadi Abian tidak bisa membuatnya minum obat, akhirnya Abian memutuskan untuk menyuntiknya saja.

"Gapapa kok, Nona nggak perlu khawatir lagi. Tuan udah baik-baik aja" jawab Abian tersenyum kecil

"Em, hubungi Dokter Nana. Suruh dia datang besok buat ngecek kondisi Tuan Al" ucap Abian

Emma mengangguk. "Baik, Mas Abi"

Adelia menatap Alderian yang sudah tertidur tenang dengan khawatir. Tangan mungilnya terjulur untuk menyentuh pipi Ayahnya, badannya masih panas tapi tidak sepanas tadi.

Selagi Abian dan Emma berbicara, Adelia tiba-tiba teringat sesuatu. Dia lantas menoleh pada keduanya "Tapi Ayah besok ke Jelman, gimana pelginya kalau Ayah sakit begini?"

"Biasanya Tuan Al akan tetap memaksa pergi kalau kondisinya tidak terlalu parah. Tapi kalau tidak memungkinkan, biasanya Tuan akan mengirim orang untuk menggantikan dia pergi ke luar Negeri. Sayangnya saat ini tidak ada orang dikantor yang bisa menggantikan Tuan"

"Kenapa nggak minta tolong ke Tuan Leon? Bukannya keluarga mereka baru kembali dari Prancis?" Sahut Emma. Ada sedikit kesedihan dimata Emma saat mengatakan itu dan Adelia tidak tau alasannya.

"Em.." ucap Abian menatap Emma dengan prihatin sambil menggeleng pelan

Emma menghela nafas "Maaf, Mas Abi"

Adelia yang sedari tadi memperhatikan mereka hanya terdiam.

"Nona, Tuan udah gapapa kok jadi Nona bisa kembali ke kamar. Nona harus tidur" ucap Emma

Adelia menggeleng "Adel disini aja, tadi Adel bobonya baleng Ayah jadi Adel mau tetep disini"

Emma dan Abian saling pandang lalu mengangguk mengerti.

"Yaudah, kami tinggal ya. Kalau ada apa-apa, Nona tinggal pencet aja interkom yang ada disitu" kata Abian menunjuk interkom yang ada di dinding tepat disamping tempat tidur.

Adelia mengangguk. Dia melambai pada Emma yang hendak menutup pintu "Byebye Emma, selamat bobo"

"Selamat tidur, Nona" jawab Emma tersenyum sebelum akhirnya menutup pintu kamar Alderian.

Terjadi keheningan cukup lama, Adelia masih belum tertidur. Dia hanya duduk sambil terus memandang Ayahnya, takut jika Alderian kembali meracau seperti tadi.

Yah Adelia juga heran harusnya dirinya tidak perlu sekhawatir itu, dia berusaha menepis perasaan cemasnya tapi tidak bisa.

Adelia merangkak turun dari kasur, dia kembali memasuki walk in closet. Kali ini tujuannya bukan mencari kunci, tapi mencari kain kompresan. Dia tidak tau dimana letaknya, Adelia menarik apapun yang menurutnya bisa dijadikan kompresan. Setelah dapat, Adelia masuk ke kamar mandi untuk membasahkannya. Dia kembali ke kasur dan meletakkan kain itu di dahi Alderian.

"Tunggu ya, Ayah" bisik Adelia memegang tangan Alderian selama beberapa saat lalu berbalik untuk keluar dari kamar.

Adelia berjalan sendiri di koridor yang gelap, dia takut tapi dia menekan semua itu. Hati dan pikirannya sedang berperang sejak tadi, kenapa dia harus bersusah payah seperti ini? Di kehidupan sebelumnya Alderian bahkan tidak pernah datang ketika Adelia sakit, semuanya di urus oleh pelayan dirumah ini.

Meski pikirannya terus meneriakkan hal itu, Adelia tidak juga menghentikan langkahnya. Ini masalah kemanusiaan, Adelia masih punya hati untuk tidak membiarkan Alderian —yang sedang butuh pertolongan— terbaring lemah begitu saja.

REBIRTH : ADELIA [AGRIENT STORY KE-2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang