32 | Guncangan Iman

Start from the beginning
                                    

Artinya Bara masih pria normal dan tidak mungkin saingan Naqiya adalah si Agung menyebalkan itu. Ih, nauzubillah! Seharusnya Agung tahu kalau dosen yang ia geniti ini sudah punya anak istri.

"Tapi ada syaratnya," Ucap Naqiya, "Nggak ada yang gratis di dunia ini, Mas Bara ganteng."

Bara menunduk menatap istrinya. "Apa syaratnya?"

"Izinin istrinya Mas Bara buat dateng ke henna party weekend nanti. Sekali aja, Mas. Aku cuma mau ketemu Salwa yang udah jauh-jauh loh Mas ke Indonesia," Mohonnya pada Bara.

Bara menggeleng tegas, "Nanti 'kan juga kondangan, Sayang. Diundang pasti kamu, Umi, Abi, Bang Aufar. Nah itu monggo, dateng ndak papa."

Naqiya menghela napasnya gusar. Apalagi yang harus ia lakukan agar Bara mengizinkannya sekali ini saja? Hanya karena ada Salwa di sana.

"Kalo kamu sendirian, Mas yang khawatir," Ucap Bara lagi yang peka istrinya tiba-tiba terdiam. "Mas nggak mau kejadian kamu disakitin terulang lagi."

"Aku nggak sendiri, Mas. Ada Salwa, aku deket banget sama dia sebelum dia nikah dan ikut suaminya," Jawab Naqiya membantah ucapan Bara. "Aku bakal baik-baik aja. Ini cuma pesta lajang doang, Mas."

Berat bagi Bara mengizinkan istrinya untuk pergi ke pesta itu. Meskipun ia tahu pesta itu dihadiri sebagian besar ya kerabat Naqiya sendiri. Hanya saja, ia cukup dibuat sangat kecewa dengan orang yang tega menyakiti Naqiya ternyata adalah orang terdekat istrinya itu sendiri.

Bagaimana cara Bara mempercayai orang-orang di sekitar Naqiya lagi?

"Mas nggak boleh posesif begini sama istri," Gumam Naqiya pelan. "Mas nggak pernah bolehin aku keluar sendirian lagi. Walaupun ke acara keluarga besar, harus selalu ditemenin. Bahkan jenguk Dek Fat juga nggak pernah Mas bolehin."

"Kok kamu bilangnya gitu?" Tanya Bara yang emosinya mulai terpancing.

Naqiya mendongak, menatap suaminya, "Salah? Kenyataannya 'kan begitu, Mas ngontrol aku ini itu. Kapan sih Mas terakhir aku pesta? Pesta sama temen-temen kampusku? Sama keluarga-keluargaku? Pas aku hamil bahkan aku juga nggak punya kesempatan itu."

"Aku menyembunyikan diri sendiri. Aku malu kalo ketahuan perutku udah besar. Aku takut dihina. Tapi sekarang, bayiku udah lahir, apa masih ada yang ganjel di hati Mas Bara sampe nggak pernah kasih aku izin?"

Astaga. Percayalah Bara saat ini sedang lelah luar biasa. Sampai rumah bukannya mendapat ketentraman malah justru adu mulut dengan istri.

"Mas mau mandi dulu," Hanya itu jawaban Bara setelah Naqiya berkata panjang lebar.

Biarlah, Naqiya membiarkan suaminya pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. Memang, agaknya kurang pas juga Naqiya memilih waktu untuk bernegosiasi dengan Bara.

Bara baru saja pulang yaampun. Dimana pikiran Naqiya?

Sementara di kamar mandi, Bara menjernihkan pikirannya sendiri. Memang apa yang istrinya katakan adalah benar. Bara tidak mengizinkannya berpesta seperti saat istrinya gadis dulu. Ya itu konsekuensi menjadi seorang istri bukan?

Namun, balik lagi, Naqiya menikah disaat dirinya masih belum siap untuk sebuah ikatan pernikahan.

Bara seharusnya memahami itu. Naqiya masih cukup belia. Usianya bahkan masih tergolong usia remaja menjelang dewasa yang gemar bermain. Berbanding terbalik dengan Bara yang usianya matang sekali untuk berkeluarga.

Sehingga ia bisa memfokuskan diri pada keluarganya.

"Mungkin karena itu juga kah Naqiya mengalami gangguan psikologis?" Gumam Bara bertanya-tanya. Mungkin saja karena Naqiya merasa ditekan sehingga berada di sekitar Bara tidak membuatnya merasa nyaman.

Bayi Dosenku 2Where stories live. Discover now