29 | Saingan Naqiya

Mulai dari awal
                                    

"Hihihi! Siapa tau bisa jadi simpenan Pak Bara, enak, masih single, anti teror istri deh," Dukung rekannya yang lain.

Jiwa emak-emak dalam diri Naqiya rasanya ingin melabrak mereka di sana dan menunjukkan cincin kawinnya dengan Bara pada gadis-gadis mesum itu. Dihentakkan kakinya sedikit keras saat berjalan ke arah pintu ruangan sang suami.

"Eh," Mereka tampak terkejut melihat Naqiya di sana. Bukan, bukan karena mengetahui status Naqiya dan Bara. Melainkan khawatir kalau gurauan mesumnya didengar kakak tingkatnya sendiri.

Mau ditaruh mana wajah mereka?

"Permisi, Kak," Pamitnya sembari beralih dari depan Naqiya yang menahan tawa melihat semburat malu di wajah masing-masing dari mereka.

Tanpa buang-buang waktu, Naqiya mengetuk pintu ruangan suaminya. Setelah dapat jawaban dari dalam, barulah Naqiya berani membuka pintu ruangan Bara.

"Naqiya," Panggil Bara yang langsung mengalihkan fokusnya pada sang istri di sana.

Entah mengapa, sekarang Bara jarang sekali memanggilnya 'sayang' seperti bagaimana ia memanggil Naqiya di luar kampus. Mungkin saja pria itu khawatir akan salah sebut ketika berada di kelas dan kelilingi mahasiswa lain.

Pasti akan menjadi momen memalukan untuk Naqiya. Maka Bara tak menginginkannya.

"Permisi, Pak, saya mau mengumpulkan tugas minggu lalu," Ucap Naqiya sembari meletakkan lembaran tugas itu di meja Bara.

Lirikan Bara hadir untuk lembaran-lembaran itu. Astaga, lembaran sebelumnya saja belum selesai ia koreksi, apalagi milik mahasiswa baru, ditambah lembaran yang istrinya letakkan ini. Pantas saja Bara kurang teliti saat mengoreksi.

"Sini salim dulu," Ucap Bara meminta Naqiya mencium tangannya. Tak biasa bagi mahasiswa cium tangan pada dosennya. Beda dengan murid dengan sang guru.

Naqiya memastikan pintu ruangan sudah tertutup rapat sebelum berjalan ke arah Bara dan mengecup punggung tangan suaminya itu. "Pak Bara," Panggil Naqiya yang ikut formal setiap kali mereka berada di kampus.

"Iya?" Bara menaikkan satu alisnya menunggu kelanjutan kalimat mahasiswi yang ia cinta ini.

Mata Naqiya melirik ke atas dengan dongakannya sehingga mampu menatap Bara. "Kelas saya sudah selesai hari ini, jadi saya mau jemput bayi kita buat pulang ke rumah. Apakah Bapak bersedia mengantar saya?"

Bara yang mendengar permintaan istrinya itu segera melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. "Lima belas menit lagi saya ngajar, Naqiya," Jawab Bara.

Tentu, Naqiya menghela napas mendengarnya. Ia sudah sangat rindu dengan putra semata wayangnya itu. Tak perlu ia menunggu sampai Bara selesai untuk bisa lekas pulang.

Mungkin akan lebih efisien apabila ia memiliki kendaraan sendiri.

"Kamu nggak ke butik dulu? Saya juga mesti ngoreksi tugas-tugas mahasiswa itu," Tunjuk Bara pada kumpulan tugas-tugas mahasiwa. "Kalo nggak pesen taksi online aja ya?"

Naqiya mendengus. Kalau kerepotan mengoreksi tugas mahasiswa, seharusnya tak perlu diberikan tugas untuk mereka!

"Enggak ke butik, Pak, paling rapat via zoom. Nggak papa deh, nanti saya kabari pulang naik apa. Yang jelas saya usahakan pulang karena saya sudah kangen sama bayi Bapak di rumah," Jawab Naqiya dengan penuh penekanan pada kata 'bayi bapak'.

Bara mengangguk, "Saya juga kangen, Naqiya," Jawabnya. Jangan kira hanya Naqiya yang rindu. Dirinya sebagai ayah juga pas ingin lekas bertemu sang buah hati.

Halah, omong kosong. Pria itu doyan berada di kampus karena banyak gadis yang menyukainya. Pasti Bara sering tebar pesona.

Tok! Tok!

Bayi Dosenku 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang