Diterjang syok untuk kesekian kali oleh pemandangan yang sama, Gina pun tanpa sadar mengambil langkah mundur yang tak seberapa. Tungkainya bergetar dan terlalu  lemah seperti jeli sampai ia terkulai jatuh terduduk di atas pijakannya.

Tidak, tidak.

Gadis itu menggeleng. Tatapannya nanar penuh horor dan wajahnya pucat seperti melihat hantu saat sosok yang duduk bersandar di dalam sana terlihat berusaha mengucapkan sesuatu padanya.

"Maaf..."

Gina menggeleng makin kuat. Dadanya nyeri bukan main hingga air matanya lolos tanpa ia kehendaki. Tidak. Gina tidak ingin melihat ini. Ia tidak ingin melihat bagaimana bibir pucat yang basah itu merapal untuknya. Ia tidak ingin melihat sorot bersalah itu menatapnya. Ia tidak ingin melihat semua ini. Tidak ingin!

"Maaf..."

Gina menutup telinganya kuat-kuat dengan kedua tangan. Matanya mengatup erat. Lirihan sosok yang tengah kesakitan dan tak berdaya  di bawah pancuran shower itu benar-benar menyayat. Gina tak kuat mendengarnya. Gina tak kuat melihatnya.

Tapi kendati seberapa kuatnya Gina mencoba menutup mata dan telinga, berusaha menepik, bayang-bayang mengenaskan dari sosok dirinya yang tengah sekarat di bawah pancuran itu tetap terpatri erat dalam ingatan. Ia bahkan masih bisa mendengar jelas suara itu berucap untuknya.

"Maafkan aku Gina. Maafkan aku."

Lirihan pilu itu membuat Gina meronta-ronta.

Tidak... tidak...

Tidak!!!!!

Dan seketika ia tersentak bangun dalam keadaan terduduk.

Gina merasakan jantungnya berpacu cepat bersama deru nafas yang terengah-engah. Wajahnya tegang dan peluh mengucur deras dari pelepis juga kening.

Oh, astaga, apa itu tadi?

Berusaha menenangkan diri sejenak, Gina bergeming di tempat tidur itu dengan perasaan tercabik, seperti ada lubang tak kasat mata yang terasa begitu pilu di dadanya. Mimpi barusan benar-benar yang paling buruk. Bukan sesuatu yang otaknya ciptakan. Tapi sesuatu yang  otaknya simpan. Sesuatu yang terus terputar berulang-ulang di dalam kepalanya.

Gina mengusap pipinya, basah, ia benar-benar menangis. Namun untuk sesaat ia ragu apakah ia sudah terbangun dari mimpi atau terbangun di mimpi yang lain.

Dengan cepat Gina lekas melihat sekeliling. Sadar ia tidak berada di kamarnya. Ruangan itu bernuansa gelap. Dan saat menoleh ke samping, ia menemukan Jungkook tengah tertidur dalam posisi berbaring miring menghadapnya.

Gina entah mengapa merasa damai hanya dengan menemukan Jungkook di sisinya. Dengan begini  semua masuk akal. Tentang kejadian yang dipikirkannya mimpi buruk padahal nyata adanya. Dan juga tentang wajah terakhir Jungkook yang dilihatnya.

Kini Gina tidak ingin lagi menutup-nutupi perasaannya. Ia teramat bersyukur akan sosok yang ada di depannya sekarang. Dan Gina mendamba kenyamanan yang ada pada sosok itu.

Tanpa menghiraukan apakah Jungkook akan terganggu dengan aksinya, Gina sudah merebahkan diri sambil menelungsupkan kepala ke dada Jungkook. Lengannya memeluk  pinggang Jungkook erat. Rasanya nyaman sekali. Aman dan terlindungi.

Berkat sentuhan Gina itu, Jungkook akhirnya terbangun. Mengerjap sebentar tuk mencerna. Dan mendapati Gina tengah menelungsupkan diri kepadanya, sukses membuat sudut bibirnya tertarik.

Jungkook balas memeluk Gina balik. Suara serak bangun tidurnya berucap di sela-sela senyuman, "Tidak apa, ada aku di sini."

***

Destiny With Bangtan (COMPLETED)Where stories live. Discover now