"Gak Dean, ini salah mama... ayo, ayo kita datangin istrimu" ajaknya sambil menarik tangan Dean yang tak beranjak sedikitpun. Dean malah menggeleng lemah.

"Maura pergi ma, Maura mau pisah sama aku" lirih Dean menatap ibunya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Ya Allah Dean... " tangis Lidya pun makin pecah.

"Mama meminta kamu menikahi Sinta waktu itu karena kalut dengan kondisinya, mama bahkan gak memikirkan perasaan Maura... gak mempertimbangkan rumah tangga kamu"

"Mama jahat Dean... Maura pasti benci mama" Dean menggeleng lemah menyangkal perkataan ibunya.

Ini bukan salah ibunya, melainkan ini salahnya. Meski sang ibu yang meminta tapi Dean yang menyetujuinya tanpa memikirkan apapun termasuk Maura dan rumah tangganya.

Karena dalam hatinya yang terdalam ia ingin mewujudkan keinginanan lamanya membangun rumah tangga dengan Sinta, sahabat dan cintanya.

Dean mengumpati dirinya, pantas saja Maura meninggalkannya. Ia mengaku hanya ingin bertanggung jawab, tapi nyatanya ada wujud keinginan yang lain. Maura pasti menyadari itu, ia memang bajingan.

Ia selalu menganggap cintanya hanya untuk Sinta, bahkan hingga kini. Namun kenapa ia justru merasa hampa dan tidak bahagia ketika Maura meninggalkannya, memberinya kesempatan dengan wanita lain.

Yang ia rasakan justru rindu dengan wanita itu, rindu rasa nyaman dan tenang didekat wanita itu, rasanya selalu ingin memiliki wanita itu.

Ia bahkan merasa marah saat Maura mengucapkan cerai, rasanya begitu hampa dan frustasi saat wanita itu pergi meninggalkannya.

Rasa itu tentu ada, tapi Dean hanya bodoh untuk menyadarinya, atau tidak ingin untuk mengakuinya. Sejak Maura berkata ingin pisah Dean sudah kelimpungan sendiri, tapi ia bahkan masih terus menyangkalnya.

Dean bahkan tidak mempedulikan keberadaan Sinta yang selama ini menjadi prioritasnya selepas kepergian sang istri.

Lalu setelah semua ini, setelah Maura pergi darinya, apalagi yang bisa ia sangkal. Saat mengingat semua perlakuannya pada Maura selama ini, ia merasa sakit dan rasanya ingin seseorang memukulnya sampai sakit fisiknya mengalahkan sakit hatinya.

"Dean" pria itu tersentak saat merasakan tangan ibunya mengusap pipinya yang basah. Tanpa ia sadari air matanya turun.

"Cari istrimu sayang... cari Maura" mohon sang ibu.

"Mama doain aku sama Maura ya" Dean bahkan lupa kapan terakhir kalinya ia memohon doa ibunya seperti ini. Namun kali ini ia butuh usaha dan doa ekstra, bukan hanya untuk menemukan Maura, melainkan juga mengembalikan wanita itu padanya.

"Pasti sayang" ujar sang ibu masih mengusap pipi Dean.



@@@@@@@



Maura menghirup udara sejuk disekitarnya, pemandangan hijau yang terbentang didepannya benar-benar menenangkan. Ia mendudukkan dirinya dibangku yang terdapat pada balkon kamarnya kemudian duduk termenung memikirkan semuanya.

Sudah seminggu ia meninggalkan Jakarta dan menyerahkan perceraiannya pada Intan. Untungnya wanita itu mau mengerti, bahkan ikut menggebu dengan perceraiannya dan Dean.

Mata Maura akan kembali berembun jika memikirkan Dean, terutama anaknya. Memikirkan Mira ia merasa keputusannya sangat jahat dan egois.

Tapi rasa sakit ketika memikirkan Dean akan semakin mendorongnya untuk merasa benar karena telah mengambil keputusan untuk pisah.

Intan memberitahunya bahwa Dean ngotot tidak ingin bercerai dan terus memperalot persidangan.

Sejak pria itu tidak menemukannya, intan juga melapor bahwa Dean terus mendatanginya untuk menanyakan keberadaan Maura.

My Short StoryМесто, где живут истории. Откройте их для себя