Chapter 6

2.2K 183 23
                                    

Banyak orang berasumsi, hidup berkecukupan akan membuat orang itu doyan bermalas-malasan karena segala sesuatunya bisa dibayar dengan uang. Mungkin itu terdengar benar di beberapa telinga orang, namun itu tidak berlaku untuk Elenor.

Sejak kecil, Elenor selalu meneladani sosok Mama. Dia adalah wanita dengan karir cemerlang namun tidak pernah menyepelekan pekerjaan rumah tangga. Segala sesuatu yang bisa dikerjakan seorang diri akan Mama kerjakan tanpa meminta bantuan Papa atau siapapun. Dia ingin menjadi Mama namun tidak dengan nasib percintaannya.

"Kalau dilihat-lihat dari cara kamu mengiris bawang, sepertinya kamu sering mengambil pekerjaan dapur. Apa saya benar, Elenor?" Komentar Tante Aruna yang entah sejak kapan memperhatikan Elenor yang sedang mengiris bawang merah.

"Dari kecil saya selalu menemani Mama memasak. Mungkin saya bisa karena sering melihat."

"Mama kamu jago masak?"

"Ya. Mama itu perempuan serba bisa. Saya sangat menganggumi Mama. Tapi saya sadar menjadi seseorang yang perfect juga nggak menjamin kita akan bahagia. Maka dari itu saya nggak suka ketika orang-orang terlalu mengangung-agungkan hidup saya."

Tante Aruna mengangguk mendengar penjelasan Elenor. "Ayo dilanjutkan. Saya akan memotong wortel untuk sup."

Keheningan tercipta di dapur saat keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Elenor mengiris bawang merah dan bawang putih. Sedangkan Tante Aruna memotong sayur-sayuran.

Saat Elenor sudah selesai memotong bawang, dia pun membantu Tante Aruna memotong sayur. Ada sayur kol dan jamur yang belum tersentuh. Dia pun berinisiatif untuk memotongnya.

"Kenapa kamu memotong jamurnya?"

Elenor menoleh dengan raut muka bingung, "Apa ada yang salah dengan itu, Tante?"

"Apa kamu nggak tau kalau Ethan alergi jamur? Dia bisa gatal-gatal."

Secara perlahan Elenor meletakan pisaunya. Astaga, bodoh sekali. Sejauh ini dia tidak tahu banyak tentang Ethan Arshakala. Termasuk apa makanan kesukaannya dan apa makanan yang paling dia benci.

"Oh yaampun, kenapa aku mendadak pikun begini sih?" Elenor mengeluarkan sedikit bakatnya dalam berakting. Dia menepuk pelan dahinya. "Maaf, Tante. Saya tidak berniat meracuni Ethan. Tadi itu saya benar-benar lupa."

"Kamu lupa atau memang nggak tahu?"

"Saya memang sering pikun. Mungkin karena terlalu banyak pikiran."

"Kalau makanan favorit Ethan, apa kamu tau?"

Tubuh Elenor semakin tegang di tempat. Kini ada beberapa menu makanan lezat yang melintasi kepalanya. Hanya saja dia bingung ingin menyebut yang mana. Jika sampai dia salah, Tante Aruna bisa saja tidak mempercayai dirinya lagi.

"Makanan kesukaan Ethan itu—"

"Elenor, apa kamu udah selesai memasak tuna pedas manis untukku? Aku udah buru-buru mandi supaya bisa nyicipin masakan kamu secepatnya." Ethan yang tiba-tiba masuk ke tengah dapur bak dewa penyelamat untuk Elenor.

"Tuna pedas manis. Ya, itu makanan kesukaan Ethan dan rencananya saya mau membuatnya malam ini. Tapi sayang, sepertinya bahan-bahannya nggak ada." Elenor melirik Ethan sambil memasang senyum terbaiknya. "Besok-besok deh aku masak makanan favorit kamu. Nggak apa-apa 'kan, Ethan?"

"Oh, enggak apa-apa. Apapun masakan kamu rasanya pasti enak."

"Jadi kamu udah sering cicipi masakan Elenor?" Tanya Tante Aruna.

Ethan mengangguk. Sandiwara berjalan semakin larut. "Elenor ini jago masak, Bu. Masakannya enak-enak. Ibu harus cicipi."

"Enakan mana dengan masakan Ibu?"

LOVE OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang