Chapter 4

2.1K 192 31
                                    

Lonceng kafe berbunyi. Kepala Elenor menoleh sejenak menuju pintu utama. Ethan sudah datang dengan kemeja dan rambutnya yang sedikit basah akibat hujan yang mengguyur ibu kota. Lantas Elenor kembali memalingkan wajah menuju layar laptop di depannya.

"Udah dari tadi?"

"Lima menit yang lalu. Dan, itu artinya aku datang tepat waktu, sesuai janji kita. Untung kamu seorang pengacara, kalau kamu dokter sepertiku yang ada pasienmu udah ketemu Tuhan duluan."

Ethan menarik kursi dan duduk di hadapan Elenor yang masih belum mau menatapnya. "Sorry, tadi keasikan konsultasi sama klien baru."

"Sebanarnya aku paling nggak suka sama orang yang menyepelekan waktu."

"Siapa yang menyepelekan waktu. Aku datang terlambat karena urusan pekerjaan, Elenor. Udah ya nggak usah dilanjutin lagi berdebatnya. Aku laper banget. Kamu udah pesan?"

"Belum. Aku lagi nggak laper. Kamu aja."

Ethan menjentikan jarinya untuk memanggil seorang pramusaji. Entah berapa banyak menu makanan yang Ethan sebutkan saat tangannya membolak-balikan buku menu. Ini Ethan memang kelaparan banget atau udah nggak makan setahun?

"Kamu yakin bakal baik-baik aja habis makan semua pesanan kamu itu?"

"Kamu ikut makan bareng aku."

"Aku udah bilang aku nggak laper."

"Tapi aku memaksa kamu untuk makan."

"Oke, ternyata kamu keras kepala juga."

"Tatap lawan bicaramu ketika sedang mengobrol, Ele." Kata Ethan namun Elenor masih asik menggerakan jemarinya di atas keyboard laptop. Hal itu membuat Ethan nekad menutup benda tersebut. Kepala Elenor mendongak protes. Sedangkan Ethan memberikan cengiran tak bersalahnya.

"Jadi ada kamu ngajak aku ketemu disini?"

"To the point banget? Makanan kita belum dateng loh."

"Ya udah, kalau kamu nggak mau bicara duluan, aku yang akan bicara." Elenor membalikan posisi laptopnya menuju Ethan. Sehingga pria itu bisa melihat apa yang kini tertera pada layar laptop. Keningnya mengerut keras, memerhatikan dengan seksama.

"Jadi ini yang kamu sibukan dari tadi?"

"Ya. Aku menyusun perjanjian pra-nikah."

"Buat apa?"

"Kita ini dua orang asing yang baru saling mengenal tapi sama-sama ngebet untuk membangun rumah tangga. Aku nggak mengenal siapa kamu dan bagaimana kamu, kamu pun begitu. Jadi perjanjian pra nikah ini penting untuk memberikan perlindungan hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. Aku buat ini untuk kenyaman kita berdua."

"Aku pikir kamu lebih cocok bergabung di firmaku untuk jadi pengacara dibanding dokter." Sahut Ethan sambil terkekeh kecil.

"Ethan, aku serius."

"Oke, aku baca dulu apa yang kamu buat."

"Silahkan. Kalau ada poin-poin yang buat kamu merasa keberatan, kamu tinggal bilang aja."

LOVE OF MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang