"Ya udah gapapa. Tapi kayaknya dia bentar lagi resign. Soalnya di rumah sakit baru rekrut tiga dokter sekaligus."

"Iya... semoga aja, Mbak. Kasihan dia capek banget gitu kalau di rumah."

Memang benar, pikirnya. Pekerjaan mereka mengharuskan untuk siaga dua puluh empat jam. Tanpa peduli lelah atau apapun, selama tenaga mereka dibutuhkan, mereka harus selalu siap. Ia dulu juga begitu. Untungnya setelah Gala lahir, tenaga dokter bedah di tempatnya bekerja bertambah dua orang, jadi ia tidak perlu terlalu khawatir dan bisa fokus dengan keluarganya.

Meskipun terkadang ada panggilan mendadak, tapi Niskala masih bisa sering berada di rumah. Tidak seperti dulu, ketika ia dan Dipta baru saja menikah.

"Setelah dia resign dari rumah sakit boleh lah ya, bikinin adik si Bisma..." kekeh Niskala sambil menatap Dinda dengan jenaka.

"Ihh... jangan gitu!!!"

Reaksi Dinda justru mengundang tawa Niskala. Padahal sudah menikah selama bertahun-tahun, tapi wanita itu tetap saja terlihat malu-malu ketika ada seseorang yang membahas hubungannya dengan Galang dan menggodanya. Benar-benar manis.

*****

"Gala mau ke rumah nenek. Mau nginep di sana."

"Bilang aja mau main sama Uno iya kan?" tebak Niskala dan putranya hanya tersenyum lebar menanggapi pertanyaan tersebut.

Ia sudah hafal dengan kebiasaan putranya setiap libur panjang atau akhir pekan. Jiplakan Dipta itu pasti akan menginap di rumah mertuanya, hanya demi bermain dengan kucing milik sang kakek.

"Jangan nyusahin nenek. Jangan nakal loh ya..." pesannya sambil memberikan tas ransel yang berisi beberapa pakaian.

"Gala, salim dulu sama ayah bunda." titah Arsya yang kini berdiri, menunggu cucunya mencium tangan kedua orangtuanya.

Bocah berusia sembilan tahun itu menurut, mencium tangan dan pipi kedua orangtuanya kemudian berjalan keluar dengan Arsya.

"Kamu jaga diri baik-baik ya. Oh iya, katanya mau periksa?" tanya Arsya sambil mengelus perut buncit menantunya.

"Iya, Ma. Bentar lagi mau berangkat."

"Ya udah, kalau gitu hati-hati. Dipta, jangan ngebut!" peringat Arsya yang kini melirik putranya dengan garang. Sedikit lebih protektif pada menantunya, karena ia tahu jika Niskala tengah mengandung bayi kembar.

"Iya, Mamaku sayanggg..."

Setelah mendengar jawaban yang dirasa memuaskan, Arsya kini menuntun Gala dan mereka berjalan menuju mobil dengan Ringgo yang sudah duduk di atas kursi kemudi.

"Dadah Bunda... dadah Ayah..."

Gala melambaikan tangannya dengan semangat. Sementara itu, Ringgo perlahan melajukan mobilnya meninggalkan sepasang suami istri yang masih berdiri di teras rumah.

"Jadi USG?" tanya Dipta sambil menatap istrinya yang mengangguk pelan.

Karena Gala menginap di rumah orangtuanya, ia dan Niskala berencana untuk pergi berdua setelah pemeriksaan rutin di rumah sakit. Maklum saja, saat Gala lahir mereka jarang sekali memiliki waktu untuk dihabiskan berdua saja dan pastinya mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang datang bukan?

Segala bentuk pemeriksaan berjalan lancar, kondisi ibu dan kedua janinnya terpantau sehat. Tidak ada masalah apapun dan dokter kandungan sedikit memberi saran pada Niskala bagaimana cara mengatasi kelelahan yang sering ia alami.

Setelah berada di rumah sakit selama kurang lebih tiga puluh menit, mereka menyusuri jalanan kota yang cukup padat malam ini.

"Lalapan pak Muh dulu?" tanya Dipta yang kini melirik ke arah istrinya.

AFTER 100 [REVISI]Kde žijí příběhy. Začni objevovat