DASAR HUKUM

124 3 0
                                    

Pertanyaan :

1. Apakah pernikahan seperti ini sah atau tidak?

Jawapannya: Sah secara agama.

Perlu digaris bawahi jika kehadiran mempelai wanita di majlis akad tidak diwajibkan.

Kedua Rukun nikah sendiri ada 5, iaitu ijab Qabul, mempelai lelaki, mempelai wanita, wali dan dua orang saksi.

2. Apakah boleh seorang wanita dinikahkan tanpa izin darinya?

Jawapannya: Boleh!

Kenapa? Kerana seorang ayah/wali memiliki hak penuh atas anak perempuannya/yang diwalikannya . Dan sebagai yang diwalikan, kita wajib mematuhi setiap keputusan yang diambil oleh wali kita selama tidak melanggar aturan agama baik kita suka atau pun tidak.

Hanya saja, ada beberapa syarat perwalian ini dilakukan untuk merealisasikan kemaslahatan dan mencegah kemudharatan. Lain halnya jika seorang wali menikahkan tanpa izin dengan orang yang berpenyakitan, gila, atau orang yang cacat secara agama dengan "maksud" tertentu maka pernikahan itu tidak diperbolehkan.

Perwalian ini biasanya disebut perwalian ijbar (Paksaan).

3. Pernikahan seperti ini ada di dunia nyata?

Jawapannya: Ada!

Memang untuk di zaman sekarang hal seperti ini akan menimbulkan pro dan kontra, dan tentunya sudah jarang terjadi, terlebih akan bertentangan dengan HAM.

Tetapi bukan bererti tidak ada, cerita ini pun awalnya terbentuk kerana teringat guru mengaji yang mengatakan bahawa dulu ada seorang perempuan tengah belajar agama, ketika pulang tiba-tiba dia sudah memiliki seorang suami. Dan saat membaca komentar dari readers. Ternyata banyak juga orang-orang yang mengalami hal yang sama, entah itu terjadi pada keluarganya, sahabatnya atau pun orang yang ada di tempat tinggalnya.
Dalam kitab Kifayatul Akhyar, dijelaskan:

يُشْتَرَطُ فِي صِحَّةِ عَقْدِ النِّكَاحِ حُضُورُ أَرْبَعَةٍ وَلِيٍّ وَزُوْجٍ وَشَاهِدِي عَدْلٍ وَيَجُوزُ أَنْ يُوَكَّلَ الْوَلِيُّ وَالزَّوْجُ

"Disyaratkan dalam keabsahan akad
nikah kehadiran empat pihak, yaitu wali, mempelai pria, dan dua orang saksi yang adil. Dan diperbolehkan wali dan mempelai pria diwakilkan.” (Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Dar al-fikri, juz, 2, hal 390)..

Ketidakhadiran mempelai wanita tidak mempengaruhi sah atau tidaknya suatu perkawinan, namun harus ada wali yang mewakilkan. Berangkat dari penjelasan ini, tidak hadirnya mempelai wanita diperbolehkan asalkan mempelai wanita ridho dengan akad nikah tersebut dan memiliki bukti tertulis. Oleh karena itu, bukan menjadi permasalahan lagi apabila calon mempelai wanita tidak bisa hadir dalam proses akad nikah. Editor: Shidqi Mukhtasor.

My Lovely Secret WifeWhere stories live. Discover now