48 - Jalang

16.5K 1.1K 67
                                    

Kimora berdiri di depan galerinya dengan air mata mengalir deras. Mobil pemadam kebakaran mengelilingi gedung galerinya. Keadaan Kimora juga sama buruknya. Tubuhnya penuh luka karena saat Kimora melompat ke pohon, ia tidak sepenuhnya berhasil. Ia sempat kehilangan keseimbangan hingga membuatnya jatuh melewati beberapa dahan pohon hingga melukai beberapa tubuhnya. Ranting-ranting itu membuat tubuhnya lecet dan lebam bahkan mengoyak kulitnya cukup serius hingga akhirnya Kimora berhasil menangkap ranting dahan terakhir dan membuat tubuhnya tidak jatuh ke tahan dengan kecepatan yang mungkin saja bisa mencederainya. Meski akhirnya ia tetap jatuh setidaknya dampak yang diterimanya tidak terlalu serius.

Seorang petugas menghampiri Kimora dan menyampirkan selimut pada tubuh Kimora. Patugas muda itu sedikit salah tingkah karena bagian punggung Kimora terkoyak cukup lebar hingga menampilkan punggung mulus gadis itu yang sedikit lebam.

"Nona lebih baik istirahat terlebih dahulu."

Kimora tertawa sinis mendengar ucapan perhatian dari petugas tersebut. Bagaimana ia bisa istirahat saat semua miliknya lenyap bersama galerinya.

Uang, kartu dan tabungan miliknya lenyap bersamaan dengan galerinya. Jangankan kartu identitas miliknya. Ia bahkan tidak memiliki ponsel untuk menghubungi seseorang.

Hanya sedikit orang yang Kimora percayai di kota ini. Anna, Andreas dan Aslan. Anna tidak bisa ia harapkan karena gadis itu baru saja melakukan perjalanan dinas untuk mengabdi pada profesinya, sementara Kimora tidak cukup akrab dengan keluarga gadis itu. Andreas juga tidak bisa diharapkan karena selama Kimora mengenalnya, laki-laki itu hanya bisa berjudi dan mabuk di malam hari hingga berakhir tidur di depan pintu masuk club malam.

Aslan?

Kimora pasti akan mendatanginya. Bukan karena hanya dia satu-satunya harapan Kimora. Tapi karena Kimora tahu siapa dalang di balik peristiwa ini.

Malam ini adalah saksi. Gio dan semua ancamannya adalah nyata.

Pria itu tidak akan pernah puas tanpa menyingkirkannya dari muka bumi ini.

Dari pada berlarian dari musuh, lebih baik tinggal sekalian saja dengannya.

Jika ia bahkan hampir mati di rumahnya sendiri apa lagi yang perlu ia takutkan.

Dengan tangan terkepal Kimora berbalik masih dengan keadaan compang-camping membiarkan selimut itu lepas dari pundaknya.

-o-

Pelayan di rumah Gio terkejut saat mendapati Kimora bertamu ke rumah tuannya dengan keadaan mengenaskan. Rambut panjang milik gadis itu terurai bebas dan acak-acakan sementara pakaian tidur putih miliknya jauh lebih mengenaskan. Dan yang membuatnya tampak mengerikan gadis itu menggenggam gunting di tangan kirinya.

Kimora mendorong bahu pelayan itu agar memberikan jalan untuknya. Dengan ekspresi dingin dan raut datar, Kimora menerobos masuk dan langsung menaiki tangga menuju Kamar Gio.

Pelayan itu menatap horor atas apa yang akan terjadi selanjutnya. Pikirannya berkelana memikirkan adegan sadis yang mungkin saja akan terjadi nantinya.

Tapi tentu saja hal itu tampak mustahil, mengingat tuan muda mereka tampak lebih gagah dan kekar. Jelas Kimora kalah jauh. Wajah pelayan itu kembali khawatir. Dari pada memikirkan tuan mudanya, bukankah Kimora tampak seperti mendatangi malaikat mautnya.

-o-

"Aku tidak pernah mengizinkanmu masuk."

Ucapan dingin itu menjadi sapaan saat Kimora masuk ke dalam kamar itu.

Pria itu sedang bersandar di atas kasur sambil membaca sebuah buku dengan kaca mata menyampir di hidung mancung miliknya. Tatapan matanya tidak beralih sedikit pun seolah kehadiran Kimora bukan hal penting.

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now