22 - Reason

26.9K 1.5K 10
                                    

Berulang kali Kimora terus meyakinkan ibunya untuk pindah dari rumah Gio dan mencari pekerjaan di luar. Kimora yakin masih ada banyak pekerjaan di luar sana yang lebih baik tanpa harus menjadi pelayan.

"Ma.." cicit Kimora yang keseratus kalinya.

Ibunya masih mengabaikannya, sibuk mengganti bunga-bunga untuk di tata di semua ruangan rumah itu. Begitu pula Kimora yang terus mengekorinya.

"Ma.. yah." Bujuk Kimora penuh harap.

"Gak bisa, Kim. Kau tahu. Di luar sana akan sulit mencari pekerjaan untuk wanita tua sepertiku. Belum lagi untuk masalah kontrakan rumah dan keperluan lainnya. Listrik, air dan makanan sehari-hari itu bukan biaya yang murah. Dengan bekerja disini kita bisa menghemat semuanya. Ingat kita harus membayar biaya rumah sakit Axel."

Kimora termangu. Ia merasa sangat egois tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa ia takut pada Gio apalagi sejak kejadian kemarin. Kimora bahkan tidak bisa tidur dengan tenang. Kimora memang tidak menceritakan apa pun pada ibunya mengenai kejadian kemarin. Ia tidak ingin membuat ibunya cemas.

"Sekarang pergilah lakukan tugasmu, Kim. Siapkan keperluan tuan muda Gio. Jangan menjadi anak manja, kau mengerti."

Kimora menunduk mendengar nada perintah ibunya. Dirinya hanya bisa tunduk dan pasrah menaiki tangga.

Sekarang pukul 8 pagi. Pelayan lain bilang kalau Gio selalu bangun pukul 9 jika hari libur, kebetulan hari ini Minggu. Jadi seharusnya Gio belum bangun. Setidaknya Kimora meyakinkan itu pada dirinya sendiri.

Pintu kamar terbuka. Kimora masuk dengan hati-hati dan berjalan menuju lemari. Mengambil beberapa pakaian yang cocok untuk Gio, tidak sulit mencocokkan pakaian itu karena hampir semua pakaian laki-laki itu berwarna hitam dan sisanya berwarna gelap lainnya.

Kimora berbalik dan terkejut saat Gio sudah berdiri di depannya. "Kau melangkah seringan bulu."

"Ku pikir kau tidur." Jawab Kimora setenang mungkin. Kimora bergeser ke kiri agar bisa berjalan menuju kasur.

"Kau ingin mandi. Aku akan menyiapkan airnya, hangat atau dingin?" Tanya Kimora tanpa berbalik. Meletakkan pakaian Gio diatas sofa di dekat kasur dan langsung merapikan kasur.

"Kau tidak mau menjawab?" Tanya Kimora setelah selesai merapikan kasur.

"Bagaimana tidurmu?" Bukannya menjawab, Gio malah balik bertanya.

"Nyaman." Jawab Kimora singkat berbanding terbalik dengan kenyataannya. Kimora hampir tidak tidur sama sekali.

"Baguslah, karena aku seperti mendengarmu menggerutu semalaman."

Kimora diam dan menggigit bibirnya. Gio pasti mendengarnya memaki pria itu semalaman.

"Feel guilty?" Kekeh Gio melihat wajah Kimora menjadi pias. "Kau tidak berpikir kamarmu kedap suara kan?"

Kimora diam. Ia tidak tahu itu.  Karena kamarnya dulu kedap suara, jadi Kimora pikir kamar di rumah Gio pun sama.

"Ekhem.. airnya mau hangat atau dingin?" Kimora tersenyum canggung dan bertanya sebagai pengalihan.

"Kau lebih suka yang mana?" Tanya Gio balik.

"Hangat." Jawab Kimora cepat.

"Siapkan itu untukku." Perintah Gio yang langsung dikerjakan oleh Kimora.

Gio melirik pakaiannya yang sudah di siapkan Kimora di atas sofa miliknya. Senyuman terbit di wajahnya. "Kau memang yang paling pantas Kim."

-o-

"Apa tanganmu lumpuh sampai harus disuapi?" Raut tidak suka terlihat jelas di wajah Aslan.

Semua di ruangan itu menatap tuan besar mereka sejenak sebelum kembali menunduk. Gio ikut melirik ayahnya sekilas dan kembali membuka mulutnya.

Sin of obsessionWhere stories live. Discover now