29 - Tampak biasa

24.3K 1.3K 28
                                    

Paginya Kimora bangun dengan kepala yang masih berdenyut. Rasa pusing itu masih menghantam kepalanya. Samar-samar Kimora melirik sekitarnya dengan pandangannya yang masih mengabur.

"Kau sudah sadar?"

Pandangan Kimora berpusat pada seorang dokter muda yang tersenyum lembut padanya. Kimora hanya balas menatap, tidak kuat bahkan untuk bicara. Tubuhnya benar-benar sangat lemah, ia merasa lemas dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya, rasanya semua tulangnya remuk.

"Bagaimana keadaannya?" Gio masuk ke dalam kamar Kimora tanpa permisi dan berjalan mendekati ranjang. Mata elangnya menatap sekilas Kimora yang sudah sadar kemudian ia kembali memusatkan perhatiannya pada dokter itu.

Seorang lagi masuk ke kamar Kimora dengan wajah khawatir yang kentara. Itu ibunya. Sarah berjalan mendekati Kimora dan langsung memilih posisi di samping Kimora. Matanya menyorot sendu melihat Kimora yang terbaring dengan selang infus.

"Ia mengalami demam tinggi dan dehidrasi berat. Akibatnya denyut jantungnya meningkat dan tidak stabil. Untuk sementara sebaiknya ia beristirahat total untuk beberapa hari kedepan."

Gio maupun Sarah mendengarkan penjelasan dokter itu dengan seksama.

"Apa itu berbahaya?" Tanya Sarah semakin khawatir.

"Demam tinggi biasanya menyebabkan halusinasi bagi penderitanya sementara dehidrasi berat menyebabkan detak jantung pasien meningkat, lemas dan kebingungan. Mungkin untuk sementara waktu pasien akan kesulitan berdiri bahkan berjalan. Karena itu lebih baik untuk beristirahat total untuk beberapa hari kedepan."

"Demam tinggi disertai dehidrasi berat juga tidak bisa dianggap sepeleh karena jika terlambat ditangani mungkin pasien bisa berakhir hilang kesadaran dan koma."

Sarah memperhatikan Kimora yang menatap ke langit-langit dengan mata yang tampak cekung. Pandangannya masih kosong tapi saat gadis itu menoleh ke arahnya, Kimora tersenyum tipis.

Sarah menghela nafasnya. Ia benar-benar merasa jadi ibu yang buruk. Disaat Kimora sedang sakit ia malah tidak ada disampingnya, jika bukan karena Gio yang menolong Kimora tepat waktu, mungkin Sarah sudah kembali melihat satu lagi anaknya berada di brankar rumah sakit.

"Kau harus menjaganya, fisiknya cukup lemah saat ini." Dokter itu menepuk bahu Gio mengingatkan.

"Beri ia makanan bernutrisi setelah kesadarannya benar-benar pulih." Peringat dokter itu lagi.

Gio menganggukkan kepalanya, mengerti. Dokter itu akhirnya berpamitan diantar oleh salah satu pelayan yang Gio panggil.

Saat Gio juga akan beranjak keluar suara Sarah menghentikannya. "Gio." Panggilnya.

Gio masih mendengarkan tanpa berniat merespon atau menjawab.

"Terima kasih karena sudah menolong, Kimora. Terima kasih sudah merawat Kimora semalaman." Sarah benar-benar tulus mengatakan itu.

"Aku mengatakan ini sebagai ibunya." Lanjut Sarah.

"Hm." Gio merespon kecil dan kembali berjalan meninggalkan kamar itu.

Dari setelan Gio Sarah tahu tuan muda itu akan pergi bekerja, bahkan mungkin sudah terlambat karena Sarah cukup hapal dengan rutinitas Gio maupun Aslan saat pergi bekerja.

Gio harus pergi bekerja dari pagi, bahkan terkadang saat matahari belum muncul pria itu sudah berangkat ke kantor dan selalu akan pulang malam di atas jam 7 malam.

Sarah meringis mengingat itu. Bahkan saat Gio yang kelihatannya lebih sibuk dari pada dirinya yang berada di rumah nyatanya lebih perduli dan perhatian pada putrinya. Sarah tidak bisa menampik, mungkin Gio tidak seburuk yang ia pikirkan.

Sin of obsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang