BAB 9

39.4K 2.7K 32
                                    

"Udah kok, kemaren dia bales SMS gue." Arka membuka buku tulisnya. Cowok itu mencatat apa yang ditulis Dewi di papan tulis.

"'Dia' yang lo maksud itu siapa sih?"
Arka hanya terkekeh, tak berniat menjawab pertanyaan Adam.

"Adam, beli pulsa dong. Paketan gue abis nih. Nanti mau LINE Mama minta jemput. Tapi ngutang ya?"

Gini nih, dukanya jualan pulsa sama anak-anak sekolahan. Diutangin mulu. Mending kalau dia bayarnya cepat. Ini kadang-kadang udah sebulan belum dibayar. Alasannya belum gajian. Gajian darimana coba? Ya kalau nunggu mereka gajian sih lama. Kerja aja belum.

"Ngutang mulu lo. Yang kemaren aja belom bayar."

Dendy hanya cengengesan. "Yaelah, Dam. Nanti juga gue bayar. Jangan kayak orang susah deh."

"Ada juga lo yang kayak orang susah. Pulsa lima puluh rebu aja ngutang."

"Ssstttt, Dam."
Mendengar seseorang memanggil namanya lewat kaca samping, cowok itu lantas menoleh dan terkejut melihat Nazwa.

"Pinjem buku cetak Matematika Peminatan lo dong. Gue lupa bawa nih."

Adam menengok sekeliling. Cowok itu nampak kaget melihat banyak anak-anak C yang masuk ke kelas D. "Emang nggak pada bawa semua?"

"Nggak lah. Lo bayangin aja, Bu Wur kan emang jarang ngajar pake buku cetak. Kalo gue bawa berat-beratin doang. Jarang dipake juga. Eh, masa tiba-tiba tadi anak-anak yang nggak bawa buku cetak dimarahin. Alhasil, kita disuruh minjem ke kelas D." Jelas Nazwa. Cewek itu terlihat kesal.

"Dewiiii, mana si Dewi?" Suara Nida memang paling dominan di kelas D.

"Itu lagi nyatet. Mata lo dimana?" Elizabeth menanggapi.

Nida lantas menoleh ke arah papan tulis. "Oh iya. Santai dong lo jawabnya."Jangan dianggap serius. Nida dan Elizabeth memang sering bercanda seperti ini.

"Kenapa lo nyari gue?" Dewi berhenti menulis. Matanya menatap Nida malas.

"Pinjem buku cetak Matematika Peminatan lo dong. Gue lupa bawa. Sebenernya emang niat nggak bawa sih." Nida mulai cengengesan tak jelas.

"Tumen lo nanya. Biasanya juga langsung buka tas gue."

"Tau aja. Formalitas doang. Meskipun lo nggak ngasih pinjem juga, gue ambil sendiri." Nida ini memang kurang ajar orangnya.

"Ya, Dam."

Adam kembali menolehkan kepalanya ke arah Nazwa. "Yaudah. Manda pinjem punya siapa?"

"Tuh dia lagi nyari. Belom dapet kayaknya. Kayak nggak tau kebanyakan murid sini aja. Mereka kalo sama Manda emang gitu." Nazwa menunjuk Manda yang sedang meminjam buku pada Tasya.

"Kenapa nggak pinjem sama Arka aja?" Adam memberikan buku cetaknya pada Nazwa.

"Katanya malu."

"Malu?" Arka ikut nimbrung setelah lama hanya mendengarkan.

"Baru denger gue Manda punya malu." Nazwa sebagai sahabat seharusnya menceritakan kebaikan-kebaikan Manda. Tapi justru semakin membuat Manda malu. Dia mengatakan itu, setelahnya tertawa. Kalau Manda tahu, mungkin Nazwa sudah dihabisi. Atau yang lebih parah, tak direstui sebagai calon Kakak Iparnya.

"Manda! Minjem sama Arka aja!" Teriakan Nazwa lantas membuat semua orang menoleh. "Lah? Kenapa pada liatin gue?" Cewek itu bertanya pelan. Lebih kepada dirinya sendiri.

Karena memang Manda belum mendapat buku dan semua orang sudah hampir mendapatkannya, Manda memilih menghampiri Arka. Mungkin memang takdirnya sudah seperti ini. Manda memang harus meminjam buku Arka.

ALLAMANDA [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now