BAB 3

57.9K 3.6K 77
                                    

MANDA masih menormalkan suhu tubuhnya yang sepertinya terbakar amarah. Cewek itu kesal? Tentu saja. Coba berikan Alasan kenapa Manda harus baik-baik saja diperlakukan seperti itu selain karena wajah Arka yang ganteng. Tidak ada. Jadi dia pantas marah.

Menghentakkan kakinya kesal, Manda berjalan menemui Nazwa yang sekarang sedang duduk di kantin sendirian karena cewek itu harus berurusan dengan Arka tadi.

"Jadi gimana? Kenapa dia kenal lo? Dan kenapa dia panggil lo gitu?" Tatapan Nazwa menunjukkan kalau cewek itu benar-benar minta penjelasan dari Manda. Sebagai sahabat, dia pasti sangat ingin tahu masalah yang mungkin tak penting ini. Tapi, itu gunanya sahabat kan?

"Jadi gini, lo tau perusahaan Ayah gue bangkrut kan?" Manda sedikit memajukan kepalanya dan memelankan suaranya. Yah, mungkin kabar itu sudah tak asing lagi. Tapi biarlah, ini dilakukan agar tak menimbulkan gosip lebih panas di kantin.

Nazwa mengangguk, cewek itu tetap diam meski amat sangat ingin tahu kelanjutannya.

"Nah, Ayah gue buka usaha toko kue kecil-kecilan. Jadi waktu itu ada ruko kosong yang disewa, Ayah gue langsung ngerubah ruko itu jadi toko kue. Sebagai anak yang berbakti pada orang tua, gue pasti bantuin dong?" Lagi, Nazwa mengangguk. Ya, memangnya apalagi yang harus dia lakukan?

"Abang gue juga sebenernya ikut bantu, cuma kemaren lagi nggak bisa. Akhirnya, gue yang nganterin pesanan. Dan ternyata yang mesen itu Arka. Lo kaget kan?" Nazwa mengangguk. Sumpah, respon Nazwa ini bikin Manda gemes banget. Ya abisnya, cewek itu sejak tadi menganggukkan kepala doang.

"Gue juga kaget. Kita sempet ngobrol sih, tapi obrolannya emang nggak guna banget. Terus dia bayar kuenya deh. Yaudah gue pulang." Sebenarnya Manda melewatkan satu hal. Cewek itu tak menceritakan tentang Arka yang memeluknya tiba-tiba dan dia yang membalas pelukan cowok itu. Biarlah itu menjadi rahasia perusahaan saja. Toh, Manda juga tak tahu apa alasan Arka memeluknya waktu itu. Jangan sampai Manda terlalu percaya diri dulu menganggap Arka menyukainya. Ah, kenapa mengingat pelukan itu membuat Manda jadi merasakan hangat? Baru diingat saja sudah begini, apalagi kalau dipraktekkan? Baiklah, berhenti memikirkan hal konyol.

"Gitu doang?" Dari sekian banyaknya respon, kenapa Nazwa justru memilih respon itu. Manda sampai harus menahan rahangnya agar tidak jatuh karena begitu terkejut dengan respon sahabatnya. Semua cerita yang mengalir panjang kali lebar dari bibirnya hanya ditanggapi dengan dua kata itu?

"Ah, lo mah gitu banget."

"Maksud gue, yakin gitu doang? Nggak ada yang lo sembunyiin kan?"

Sudah diberitahu belum kalau Nazwa ini memiliki bakat cenayang yang hebat? Tanpa diberitahu pun, Nazwa pasti tahu ada sesuatu yang tak beres. Tapi kalau kita dengan pintar menutupinya, cewek itu pasti tak bisa membacanya dan memilih menyerah.

"Emangnya apa lagi?" Dan beruntunglah Manda. Dia sudah mengenal Nazwa lama jadi tak perlu latihan lagi untuk membuat semuanya terlihat baik-baik saja.

"Kok gue merasa bersalah ya?"

"Merasa bersalah kenapa?" Kali ini Manda berusaha membaca tatapan Nazwa yang terlihat memang benar-benar merasa bersalah.

"Ya, gitu. Lo kan sahabat gue, masa lo lagi kesusahan gue diem aja nggak ada keterlibatannya sama sekali."

Manda tersenyum, cewek itu mengusap bahu Nazwa. "Bukan salah lo kali. Gue-nya aja yang nggak mau cerita."

"Tapi sebagai sahabat, harusnya gue tuh selalu ada buat lo tanpa lo minta. Kalo kayak gini, gue tuh merasa nggak guna banget."

Manda menyela cepat. "Apaan sih? Kok lo ngomongnya gitu? Ya enggaklah. Lo berguna banget lagi buat gue. Nggak tau deh kalo nggak ada lo gimana. Tau sendiri anak-anak di sini nggak ada yang suka sama gue."

ALLAMANDA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang