BAB 9

39.4K 2.7K 32
                                    

PERCAKAPAN Manda dan Nazwa berhenti karena Bu Wuryani sudah memasuki kelas. Kelas yang tadinya heboh mendadak jadi sunyi senyap. Bahkan lalat pun tak berani mengeluarkan suaranya. Salah sedikit langsung kena pelototan tajam dari Bu Wuryani. Dan sampai sekarang, senjata itu masih ampuh untuk di pakai di dalam kelas. Termasuk kelas C yang dijuluki biang masalah. Karena memang semua pembuat masalah ada di kelas C.

"Gue suka deg-deg-an kalo pelajaran Bu Wur. Mungkin ini yang dinamakan cinta." Itu celetukan Johannes yang sekarang duduk tepat di belakang Manda. Memang, itu cowok rada aneh. Masa jatuh cinta sama Bu Wur yang notabennya guru dia sendiri. Sudah jelas usia mereka terpaut jauh. Dan yang lebih parah, Bu Wur sudah menikah.

"Dasar gendeng. Kalo ngomong mikir dong!" Nazwa mendadak ikut nimbrung. Walau sekuat hati cewek itu menahan tawanya.

"Itu siapa yang bicara?!"
Nah, itu dia. Alasan karena kelas selalu sepi saat pelajaran matematika peminatan ya karena ini. Bu Wur pendengarannya memang terkenal tajam. Ibaratnya, suara nyamuk pun dia bisa dengar.

"Mampus!" Nazwa menunduk. Sedangkan Manda menatap sahabat di sampingnya kasihan.

"Mana orangnya? Tidak tau ya kalau Saya sedang mengajar? Kalau saya suruh kalian bicara, baru bicara."
Masih saja dibahas. Manda melengos panjang. Kalau sudah begini pelakunya harus tertangkap.

"Lo sih, Jo." Nazwa ini, sudah tahu Bu Wuryani sedang marah. Bukannya berhenti berbicara justru memancing singa betina keluar dari kandang.

"Maaf Bu, tadi saya yang ngomong. Silakan dilanjut Bu." Johannes memang terkenal murid yang tak punya rasa bersalah sama sekali. Lihat saja dia sekarang, tampangnya nyantai-nyantai minta ditampar gitu. Guru sudah marah malah dipancing-pancing.

Bu Wuryani yang memang sudah amat sangat mengenal Johannes, lantas memilih mengalah. Percuma saja kalau mereka adu debat. Pasti tidak akan nyambung. Bu Wuryani ngomong kemana, Johannes kemana. Topiknya tak akan bertemu. Karena Johannes kalau ngomong memang suka muter-muter. Ujung-ujungnya tak ada yang mengerti.

"Simpan hp kalian semua. Kita bahas materi baru."

Murid-murid memang tak ada yang berani menanggapi. Bahkan hanya sekedar menjawab 'iya'. Kecuali kalau memang disuruh bicara.

---

"Ada tugas nih dari Pak Yatno. Dew, catet ni." Suara bising di kelas D mulai berhenti saat Dandi -Ketua kelas-masuk dengan buku di tangannya.

"Pak Yatno nggak masuk ya?" Kalau masalah guru yang tak bisa masuk kelas, siapa yang tak senang coba? Sama seperti Elizabeth. Dia sudah siap-siap mau wi-fi-an di depan kelas. Cewek itu memang sering nonton musik-musk korea dari Youtube.

"Masuk. Tapi nanti pas bel pelajaran kedua. Sekarang nyatet dulu."
Dandi memang tak bisa mengerti situasi kelas. Harusnya cowok itu bohong sedikit kek untuk menyenangi hati teman-teman sekelasnya.

"Dew, nyatetnya lama-lamain dong. Males belajar nih gue. Bisa nggak sih Kimia free sehari aja?" Elizabeth terlihat geram. Cewek itu memang paling muak sama Kimia. Masalahnya, meski sudah dijelaskan berkali-kali dia tetap tidak mengerti. Entah itu salah siapa.

"Yeu, Pak Yatno nanti marah-marah lagi."
Memang sih, kalau diingat-ingat Pak Yatno kalau marah serem juga. Beliau orangnya memang jarang marah, tapi sekalinya marah murid-murid pada kicep ketakutan. Ada yang sampai nahan tangis gara-gara dimarahin. Memang, kita itu tak boleh menyepelekan marahnya orang sabar. Terkadang, orang sabar itu marahnya lebih menyeramkan dari orang-orang yang memang asli pemarah.

"Yaaah, payahlah."

Arka sendiri memilih diam. Adam justru sedang asyik memainkan ponselnya.

"Eh, pulsa yang kemaren udah sampe kan?" Adam menghiraukan teman-temannya yang mulai berpencar kesana-kemari.

ALLAMANDA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang