Part 33

64 11 1
                                    

Setelah kedatangan Avishka ke rumah Arkhai waktu itu, Khaira jadi sering meminta gadis itu untuk kembali berkunjung ke rumah mereka. Seperti di hari Minggu ini, Avishka sudah berada di kediaman keluarga Kurniawan sedari pagi atas permintaan Khaira. Wanita itu meminta gadis itu datang di pagi hari untuk membantunya membuat cookies. Tentu saja Avishka tidak akan menolak permintaan Khaira karena ia pun merasa senang dapat sering-sering bertemu dan berkumpul dengan orang-orang di keluarga itu.

"Vish, Tante boleh tanya sesuatu, nggak?" tanya Khaira saat Avishka tengah sibuk menghias cookies yang baru saja selesai mereka cetak.

Avishka menoleh sekilas dan kembali memusatkan perhatiannya pada cookies yang sedang dihiasnya. "Kenapa pake izin segala sih, Tan? Kalau mau nanya, ya nanya aja, sih. Nggak perlu pake izin segala. Kayak sama siapa aja si Tante, ih," ucapnya seraya tertawa kecil.

Khaira ikut tertawa. "Ya 'kan nggak ada salahnya kalau Tante tanya lebih dulu sama kamu. Siapa tau aja nanti pertanyaan Tante itu sesuatu yang sensitif bagi kamu, 'kan? Ya ... Tante cuma jaga-jaga aja supaya kamu nggak tersinggung nantinya."

"Sensitif atau enggaknya pertanyaan Tante nanti ke aku, kita bakalan tau kalau Tante udah bilang apa pertanyaannya. Jadi, apa pertanyaan yang mau Tante ajuin ke aku?"

Ya. Avishka sudah tidak menggunakan kata 'saya' lagi untuk menyebut dirinya sendiri ketika berbicara dengan Khaira. Ia sudah menggunakan kata 'aku' dalam berbicara dengan Khaira atas perintah wanita itu agar terkesan lebih santai dan tidak terlalu kaku.

"Udah cukup daddynya Arkhai aja yang cara ngomongnya kaku di mana pun, kapan pun, dan sama siapa pun. Jangan sampe ada orang yang Tante kenal yang nyamain omongan kakunya Om Arkan. Tante udah cukup mabuk dengerin omongan kakunya Om Arkan. Kalau kamu juga ikut-ikutan ngomongnya kaku juga, bisa-bisa nanti Tante tambah mabuk gara-gara dengerin omongan kaku kalian."

Itulah yang dikatakan oleh Khaira pada Avishka di pertemuan kedua mereka. Dan sejak itu Avishka selalu berbicara dengan santai pada orang-orang di rumah Arkhai.

"Kamu udah punya pacar? Soalnya kamu 'kan sering ke sini atas permintaan Tante, jadi kalau kamu punya pacar, pacar kamu nggak marah karena waktu kamu lebih banyak Tante monopoli?" cecar Khaira dengan sedikit nada bersalah.

"Haha, aku kirain apa. Ternyata masalah itu yang Tante khawatirin?" Avishka tertawa renyah. "Nggak usah mikirin yang kayak gitu, Tan. Kekhawatiran Tante itu nggak akan kejadian. Soalnya aku ini jomlo, sama kayak Kak Arkhai. Dan aku belum ada niat untuk pacaran dalam waktu dekat," lanjutnya.

"Serius kamu nggak punya pacar?"

"Iya." Avishka mengangguk.

"Belum pernah pacaran sama sekali atau emang belum mau pacaran lagi?"

"Belum mau pacaran lagi, sih. Soalnya aku lagi pengen sendiri aja dulu," jawab Avishka.

"Terakhir kamu pacaran kapan?"

"Setahun yang lalu."

"Udah lumayan lama juga itu. Dulu putus gara-gara apa?"

"Hmm ... gara-gara aku amnesia."

"Hah? Kamu pernah amnesia??" Khaira bertanya dengan keras karena terkejut hingga suaranya menggelegar di penjuru rumah.

Avishka tersentak dan dengan cepat memegang dadanya. Ia berbalik dan sedikit membungkukkan tubuhnya, berusaha untuk menetralkan detak jantungnya yang berdegup lumayan kencang. Orang-orang yang mendengar suara Khaira yang seperti teriakan itu, akhirnya berkumpul di dapur. Beruntung ketika mereka berkumpul, jantung Avishka sudah dalam kondisi yang cukup normal.

"Ada apa, Ma? Kenapa Mama teriak?" tanya Arkhai yang langsung melesat ke dapur dari ruang keluarga begitu mendengar suara 'teriakan' Khaira. Raut cemas terpatri jelas di wajahnya.

My Last Hope (ON GOING)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon