Part 16

100 16 0
                                    

Suara tepuk tangan terdengar riuh setelah Avishka dan Adeta menyelesaikan pertunjukan mereka. Avishka dan Adeta berdiri dan membungkukkan badannya ke arah pengunjung kafe.

"Terima kasih," ucap kedua gadis itu serentak.

Setelah itu mereka berdua berjalan menuju meja yang tadi Avishka duduki. Radith dan Gara ternyata masih berada di meja itu. Baru saja kedua gadis itu duduk, laki-laki yang tadi dikatakan oleh Adeta bernama Teguh, sudah berada di dekat mereka dengan menarik sebuah kursi dan langsung bergabung bersama mereka.

"Det, ternyata lo emang kenal sama dia, ya? Kenalin ke gue juga, dong," ujar Teguh.

"Halah, sok jaim banget sih kamu? Biasanya juga langsung nyodorin tangan sendiri," cibir Adeta.

"Ya, Tuhan .... Lo makin ke sini semakin sadis ya kalau ngomong? Ketularan Radith nih pasti," ucap Teguh gemas.

"Tentu, dong. Dia 'kan tunangan gue," ujar Radith dengan nada bangga dan sombong.

"Ish, najis banget, Dith!" cibir Teguh. "Hai, kenalin, gue Teguh." Laki-laki itu kemudian beralih pada Avishka sembari menyodorkan tangannya.

"Hai, Kak. Aku Avishka, panggil aja Vishka," balas Avishka sembari menyambut uluran tangan Teguh.

"Lo udah lama kenal sama Adeta? Soalnya gue liat lo akrab banget sama dia," tanya Teguh.

"Ya ..., bisa dibilang gitu, deh," jawab Avishka seraya tersenyum.

Kening Teguh berkerut. "Tapi ..., kenapa tadi keliatannya Adeta nggak kenal sama lo kalau emang kalian udah kenal lama? Yang gue liat, Adeta tadi kesannya kayak orang yang baru ketemu sama lo gitu, tuh," selidiknya.

"Haha, itu tadi aku yang nggak ngenalin dia karena mukanya banyak berubah dari yang terakhir aku liat. Bisa dibilang kami udah lama nggak saling sapa. Jadinya aku lupa." Adeta tertawa kikuk. Ia melirik ke arah Avishka yang juga balas meliriknya sembari tertawa kecil.

"Oh, gitu ...." Teguh mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara Adeta menghela napas lega karena kebohongannya dipercaya begitu saja oleh laki-laki itu.

"Kak, Kak Virny kenapa nggak diajak gabung sekalian di sini? Kasian 'kan dia duduk sendirian di sana, sementara kita semua di sini ...." Avishka menoleh pada Virny. "Panggil ke sini aja, Kak. Kalau nggak, kita yang pindah ke sana," usulnya.

"Eh? Ngapain? Nggak usah peduliin dia, deh. Dia itu orangnya rese," ucap Gara tidak setuju dengan usul dari Avishka.

"Ish, Kakak ini. Nggak boleh gitu, dong! Walau Kak Virny emang ngomongnya suka ketus juga jutek, tapi hatinya tetep baik. Dia orang yang setia kawan. Aku lebih suka orang yang ngomongnya ceplas-ceplos di depan demi kebaikan temennya daripada orang yang ngomong lembut di depan tapi nusuk dari belakang. Aku bener-bener benci orang yang kayak gitu," ucap Avishka berapi-api.

Gara dan Teguh saling pandang untuk sesaat. Mereka dapat merasakan emosi dari perkataan Avishka yang mengisyaratkan bahwa dirinya pernah mengalami hal itu sebelumnya. "Lo kayaknya emosi banget ngomongin orang yang 'temen makan temen'? Pengalaman pribadi, ya?" tanya Gara dengan polosnya.

Adeta seketika melotot kesal ke arah Gara. Rasanya ia ingin memukul kepala laki-laki itu dengan keras. Sementara Teguh yang terkejut mendengar pertanyaan temannya itu, langsung saja meninju perut Gara yang membuat laki-laki itu mengaduh kesakitan. "Lo apaan, sih? Lo pikir nggak sakit, apa?" gerutu Gara.

"Lo yang apaan? Emangnya lo harus nanya kayak gitu ke dia?" bisik Teguh.

"Emang kenapa, sih? Emang apa salahnya?" Gara balas bertanya dengan tampang tidak mengerti.

My Last Hope (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang