Part 3

686 59 3
                                    

"Tunggu!!"

Reiki berbalik dan terlihat bingung sekaligus cemas. "Maaf?"

"Biar saya periksa dia. Rumah sakit cukup jauh dari sini. Rumah sakit yang paling dekat dari sini setidaknya bisa memakan waktu sekitar setengah jam untuk sampai ke sana jika tidak terjebak macet. Bisa-bisa nanti dia terlambat ditangani dan tidak tertolong," ucap seorang pria yang tadi menghentikan Reiki.

Reiki menaikkan sebelah alisnya. Terlihat ragu. "Jangan khawatir, saya juga seorang dokter," tambah pria itu dengan tersenyum ramah. "Ayo," ajaknya.

"Akh ..., s-sak-kit," Avishka terus merintih kesakitan.

Reiki yang tadinya masih ragu antara mengikuti pria yang mengaku sebagai dokter itu atau tetap membawa Avishka ke rumah sakit pun, akhirnya memutuskan untuk mengikuti pria itu.

Avishka dibaringkan di ranjang dan langsung diperiksa oleh pria yang tadi mengaku sebagai dokter. "D-Dokter Alan, tolong a-aku .... Aku nggak mau ... mati la ... gi."

Pria yang dipanggil Dokter Alan oleh Avishka, tertegun. Begitu pun dengan Reiki. Reiki benar-benar merasa tidak mengenali adiknya yang sekarang. Terlalu banyak misteri yang adiknya berikan padanya dalam beberapa jam saja.

"Kamu kenal saya?" tanya pria yang dipanggil Avishka dengan nama Dokter Alan itu.

"Kamu kenal, Vish?" tanya Reiki.

"Uuh ..., sakit ...." Tidak menjawab pertanyaan Dokter Alan dan Reiki, Avishka hanya kembali merintih.

"Kalau boleh saya tahu, dia punya riwayat sakit apa?" tanya Dokter Alan pada Reiki.

"Dia sakit jantung dari kecil, Dok," jawab Reiki.

Dokter Alan mengangguk mengerti. Ia kemudian mengambil tasnya dan mencari sesuatu di dalamnya. Setelah mendapatkannya, Dokter Alan memberikannya pada Reiki.

"Minumkan ini. Ini obat pereda rasa sakit. Perlahan sakitnya akan berkurang," ucap Dokter Alan.

"Vishka, minum obat ini dulu, ya. Kalau sakitnya udah reda, kita balik ke rumah sakit." Reiki memberikan obat dari Dokter Alan dan kemudian menyodorkan segelas air yang juga diberikan oleh Dokter itu.

Setelah meminum obat pemberian Dokter Alan, perlahan rasa sakit di jantung Avishka memang berkurang. Namun, kesadarannya juga perlahan menghilang. Hingga akhirnya ia benar-benar terlelap.

"Untuk sementara ini, biarkan dulu dia istirahat di sini. Kalau nanti dia siuman, kamu bisa bawa dia ke rumah sakit," saran Dokter Alan.

"Baik, Dok. Terima kasih banyak karena sudah menolong adik saya." Reiki sedikit membungkukkan badannya.

"Bukan masalah," jawab Dokter Alan sambil tersenyum. "Omong-omong, nama kamu siapa? Dan kalau boleh tahu, adik kamu itu dirawat di rumah sakit mana? Sepertinya saya kenal dengan seragam itu."

"Nama saya Reiki. Nama adik saya Avishka. Dia dirawat di rumah sakit Arkan Hospital, Dok," jawab Reiki.

"Aah, pantas saja. Ternyata perkiraan saya benar," ucap Dokter Alan dengan tertawa kecil.

"Apa Dokter bekerja di sana juga?" tanya Reiki.

"Iya, saya bekerja di sana. Saya bekerja di sana sejak rumah sakit itu baru diresmikan. Pemilik rumah sakit itu kebetulan sahabat saya sendiri. Dan yang meninggal itu adalah menantunya. Almarhumah sudah saya anggap seperti keponakan saya sendiri. Umurnya sepertinya tidak berbeda jauh dengan adik kamu," Dokter Alan mengakhiri ceritanya dengan nada sedih.

"Saya turut berduka cita, Dok," ungkap Reiki tulus.

"Terima kasih." Dokter Alan tersenyum simpul. "Ngomong-ngomong, kalian kenal Asahy?" tanyanya penasaran.

My Last Hope (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang