Part 6

595 56 6
                                    

Ketika jam istirahat, seperti yang sudah dijanjikan oleh Danial, laki-laki itu kembali datang ke kelas Avishka dan mengajaknya ke kantin bersama.

"Kamu mau makan apa? Biar aku yang beliin sekalian. Kamu tunggu di sini aja," ujar Danial setelah menemukan meja kosong di sudut kantin.

"Bakso sama jus mangga," jawab Avishka sambil menyodorkan sejumlah uang pada Danial. "Oh iya, jangan pake mie, seledri, tauge atau sayur-sayuran semacamnya, apalagi bawang goreng," tambahnya.

"Jadi yang lo maksud itu, bakso sama kuahnya aja? Nggak boleh ditambahin apa-apa lagi, gitu?" tanya Anya, ingin memperjelas maksud dari pesanan Avishka.

"Ya," jawab Avishka singkat.

"Oke, aku beliin dulu. Simpen aja uang kamu, pake uang aku aja." Danial menolak mengambil uang Avishka. "Lo mau sekalian, nggak?" tanya Danial, beralih pada Anya.

"Boleh, deh. Tolong beliin gue batagor sama jus jeruk, ya," pinta Anya sambil tersenyum senang. Ia menyerahkan uang pada Danial untuk membelikan pesanannya.

"Oke," balas Danial dan segera berlalu dari hadapan kedua gadis itu.

"Vish, gue mau tanya. Sejak kapan lo doyan bakso? Setau gue, lo nggak pernah doyan, deh. Lo selalu bilang, bakso itu terlalu berlemak dan itu nggak baik buat penyakit lo. Kenapa sekarang lo mau makan bakso?" cecar Anya penasaran.

"Kalau cuma makan bakso sekali doang nggak bakalan mati, 'kan?" Avishka berkata dengan santai.

Anya terdiam, bingung harus bereaksi bagaimana. Hari ini sahabatnya itu sudah banyak membuatnya terkejut, kebingungan, serta penasaran. Terlalu banyak yang dirasanya berubah dari diri Avishka. Dan Anya tidak mengerti, apakah itu semua karena sahabatnya itu yang katanya mengalami amnesia setelah mengalami mati suri, ataukah karena hal lain? Anya benar-benar tidak mengerti dengan itu.

"Makanan datang ...." Danial datang sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman di tangannya, memecah keheningan di antara Anya dan Avishka. "Ini bakso sama jus mangga pesenan kamu. Ini batagor sama jus jeruk pesenan lo." Ia meletakkan pesanan kedua gadis itu di hadapan mereka masing-masing.

"Makasih," ujar Avishka.

"Thank's," ucap Anya dengan tersenyum riang.

"Nggak masalah," balas Danial dan kemudian duduk berhadapan dengan Avishka.

Mereka bertiga makan dalam diam. Tidak ada yang berniat memulai percakapan. Entah karena memang tidak ada bahan yang cocok untuk dibicarakan, atau entah karena alasan lainnya. Yang pasti keheningan menguasai mereka.

"Gue udah selesai. Gue duluan," ucap Avishka memecah keheningan. Gadis itu bangkit dan beranjak dari sana.

"Eh? Kenapa buru-buru? Tungguin gue, dong. Gue juga udah hampir selesai ini," ujar Anya menahan Avishka.

"Selesaiin aja makan lo," ucap Avishka enggan menunggu. "Ini harus gue balikin ke penjual yang mana?" lanjutnya bertanya pada Danial.

"Oh, nggak usah. Biar aku aja yang balikin nanti sekalian," jawab Danial.

"Oke," balas Avishka singkat. Ia pun kemudian benar-benar beranjak dari sana meninggalkan Anya dan Danial yang masih belum menyelesaikan makannya.

"Hei, Danial," panggil Anya di sela-sela mengunyahnya.

"Hm?"

"Lo ngerasa ada yang aneh nggak sama Vishka?" tanya gadis itu.

"Aneh gimana maksud lo?" Danial balas bertanya.

"Iya, aneh. Hari ini dia beda banget sikapnya," ujar Anya berpendapat. "Yah, anggaplah itu karena dia amnesia. Tapi, masa perubahan sikapnya bisa sedrastis ini? Aneh banget, tau."

My Last Hope (ON GOING)Where stories live. Discover now