7. Dependency 🌷

Start from the beginning
                                        

Reane tersipu. "Ak-u ... Aku tidak tahu mengapa ...."

"Tidak apa-apa, Nyonya. Itu lebih baik daripada Tuan tidak sarapan."

Emi menatapnya dengan menenangkan.

"Apakah Ray jarang sarapan?"

"Ya. Karena kalian jarang sarapan bersama, Anda pasti tidak tahu kan keadaannya sebelumnya?"

Reane mengangguk.

"Saya bersyukur karena Anda lebih peduli pada Tuan Muda seharian ini. Akan lebih baik kalian selalu sarapan dan makan malam bersama setiap hari. Bukan hanya jarang, bahkan Tuan pernah tidak makan seharian. Saya merasa sangat sulit membujuknya. Hanya dengan Grehen Tuan akan terbujuk."

Reane mengernyit. "Siapa Grehen?"

"Anda lupa, Nyonya?" Gerakan menyisir Emi berhenti tiba-tiba, matan pelayan itu menatap Reane dengan menyipit.

Suara Emi yang mengandung keterkejutan dan keraguan membuat Reane gugup. "Ak-u ... aku tidak mengenalnya ...."

Setelah beberapa detik menegangkan untuk Reane, gerakan menyisir Emi kembali. Suaranya yang tenang dan lembut kembali terdengar.

"Maaf, saya lupa jika Anda belum mengenal semua pelayan di sini. Apalagi ...," Ujarnya tergantung. Ekspresi Emi terlihat tidak nyaman. "... Anda belum pernah berbicara satu patah kata pun dengan Grehen."

Reane mengerutkan kening menatap Emi bingung. Sedangkan yang di tatap merasa tak enak.

"Grehen adalah kepala pelayan di rumah ini. Dialah yang mengatur dan menguasai rumah ini lebih dari Tuan Muda sendiri. Dia sangat profesional dan apik. Sudah bertahun-tahun dia hidup di sisi Tuan Muda. Tidak heran jika dia mampu mengendalikan amarah Tuan jika tengah kambuh. Kebutuhan, keinginan, dan bagaimana cara dia membujuk, Grehen sudah mengetahui tanpa harus Tuan berbicara."

Rasanya Reane ingin bertepuk tangan untuk apresiasi. Dia tak menduga akan ada seorang Grehen di balik kehidupan Rey, karena tentu saja peran Grehen tak tersebut dalam novel itu, jadi dia sama sekali tidak tahu. Namun samar-samar, dia pernah mendengar nama ini di salah satu halaman, itu juga hanya satu kali. Dan dia lupa bagaimana kalimat di halaman itu saat nama Grehen tertulis di sana.

"Hanya saja ..."

Suara Emi menarik Reane dari pikirannya. Dia menatap mata pelayannya yang terlihat sedih. "Hanya saja?"

Emi terdiam. Lalu menghela nafas perlahan. "Hanya saja Grehen sangat tidak menyukai Anda, Nyonya. Bahkan saat pertama kali bertemu. Lalu, setelah menyaksikan sendiri Anda tidak menghargai Tuan dan berusaha kabur, sepertinya Grehen membenci Anda."

Reane mengangguk pelan. Dia tidak terkejut dengan ini. Grehen mengurus baik-baik Ray selama itu, lalu tiba-tiba di nikahkan dengan gadis yang sama sekali tidak menghargai Tuannya, tidak heran membenci, apalagi Reane sebelumnya selalu kabur. Reane sangat mengerti perasaan Grehen.

"Maaf, Nyonya, jika perkataan saya menyinggung Anda. Tapi mungkin Grehen akan bersikap lebih baik kepada Anda jika Anda terus mempertahankan sikap peduli ini kepada Tuan."

Reane tersenyum. "Tidak apa-apa. Aku sangat mengerti."

Emi menghela nafas lega.

"Lalu, kapan Grehen akan kembali?"

"Saya tidak tahu pasti, Nyonya. Tapi saya menduga satu atau dua hari lagi."

"Baiklah ..." Reane mengangguk-angguk.

"Nyonya ...."

Reane mengangkat kepala menatap Emi di cermin saat mendengar suara malu-malunya. Melihat ekspresinya dengan sedikit godaan, Reane memiringkan kepala. "Ada apa?"

"Apakah semalam Anda tidur bersama dengan Tuan Muda?" Emi mengulum senyum.

"Hah?" Wajah Reane langsung memanas setelah mencerna ucapannya. Dia menyangkal tiba-tiba. "A-h! Tidak!"

Emi terkekeh. "Anda terlalu malu-malu, Nyonya. Katakan saja yang sebenarnya. Saya sangat senang dengan ini."

"I-tu ...." Mata Reane bergulir dengan pipi memerah. "Itu hanya kebetulan!"

Emi tertawa. "Tidak ada yang kebetulan, Nyonya."

"Terserah saja! Jangan menggodaku!" Reane berdiri dengan merajuk.

"Baiklah, baiklah." Emi tertawa dengan geli. "Namun saya harap akan selalu seperti itu, Nyonya."

***

Tbc

____

09.21
Sabtu, 24 September 2022

Dependency ✓ [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now