Bab.8 || Langkah Pertama Menuju Petaka

Mulai dari awal
                                    

Oma memang benar. Selama ini Biru hanya menerima dari apa yang Galaksi berikan padanya. Biru memang selalu berusaha menghibur sang kakak di kala penat seusai bekerja, namun Galaksi tak ubahnya laksana bongkah es yang sulit Biru cairkan.

Galaksi selalu menyimpan keluh dan kesahnya untuk dirinya sendiri tanpa memberikan kesempatan pada Biru untuk mendekat.

Lantas, apa arti kehadiran Biru untuk Galaksi?

"Mulai sekarang kamu berangkat dan pulang sekolah tanpa Mang Didin. Pagi ini saya sudah suruh Mang Didin mengantar Reksa. Dan saya nggak akan ngizinin kamu nerima uang jajan sepeser pun dari Galaksi. Jadi jangan coba-coba memanfaatkan kebaikan Galaksi."

Tajam kalimat yang Oma suarakan kembali memecah lamunan Biru. Sekembar manik cokelat madu itu mendongkak menatap kelereng hitam sang Oma yang memancarkan ketidaksukaan pada Biru.

"Aku nggak pernah ada niat sedikitpun buat manfaatin Kak Galaksi. Tapi Oma bener, selama ini aku emang cuma bisa nyusahin Kak Gala. Makasih karna udah ingetin. Mulai hari ini aku bakal berusaha buat nggak menyusahkan Oma ataupun kak Gala."

"Aku berangkat dulu, Oma. Assalamu'alaikum."

Pagi itu, pertama kalinya Biru berangkat menuju sekolah tanpa uang jajan dan tanpa kendaraan. Biru bawa luka atas kalimat-kalimat tajam Oma bersama langkah demi langkah yang ia ambil hingga tiba di sekolah. Hingga bocah itu tiba sepuluh menit setelah bel sekolah berbunyi nyaring.

°°°°°

Menjadi karyawan dengan kedudukan tertinggi yang bahkan menjadi kepercayaan sang pemilik perusahaan tak membuat Galaksi serta merta memanfaatkan kedudukannya untuk mencapai keinginannya.

Pendapatannya sebagai general manager di sebuah perusahaan perhotelan terbesar di tanah air, nyatanya masih tak mampu menutupi sisa-sisa hutang milik mendiang sang ayah yang masih tertinggal banyak saat beliau tiada.

Kebangkrutan perusahaan milik sang ayah membuat sang ayah terlilit hutang begitu banyak kendati hampir seluruh asetnya telah di tangguhkan untuk hutang.

"Saya sudah bilang, kamu bisa pakai saya kapanpun kamu butuh, Galaksi."

Galaksi arahkan manik sekelam arang miliknya menatap sepasang kelereng tajam Prasetya, atasannya sekaligus satu-satunya sahabat mendiang ayahnya yang masih sudi mengingat jasa ayahnya.

"Saya di sini sebagai karyawan, Om. Bukan anak dari sahabat atau keluarga Om Pras. Selama ini saya bisa mengatasi permasalahan finansial saya. Jadi saya yakin kali ini saya juga bisa mengatasinya," Jawab Galaksi setelahnya.

Pembicaraan antara dua orang yang sama-sama kaki dan tegas itu terkesan alot karna keduanya yang sama-sama memiliki watak dan pembawaan yang serius.

"Oke, saya nggak akan ikut campur." Pras mengangkat satu tangannya pertanda dari kalimat yang baru saja ia serukan, "Tapi saya penasaran sama anak itu, Galaksi. Anak yang kamu bawa dan kamu akui sebagai adik itu, Sabiru."

"Saya rasa adik saya nggak ada hubungannya dengan Om ataupun hidup Om." Galaksi menyahut cepat, melupakan keramah-tamahannya kala nama sang adik terucap.

Alis tegas milik Pras tampak bertaut tertarik. Pria pertengahan empat puluh itu terlihat tertarik akan kalimat provokasi yang ia suarakan mampu membuat sisi lain Galaksi terlihat. Sisi protektif sebagai seorang kakak.

"Kamu tenang saja, saya bukan om-om pedofil. Saya cuma tertarik karena kamu satu-satunya yang mau nerima dia. Oma kamu saja dari dulu gak menerima anak haram itu."

Manik setajam belati milik Galaksi nampak bertaut tak terima dengan wajah mengeras yang begitu kentara menahan api di dadanya.

"Lebih baik Om diam karena Om gak tau apapun tentang keluarga saya."

Rengkuh Sang BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang