2. HP ku

1.1K 61 5
                                    

POV Jona

Dave Evano Gerard,

Manusia yang aku tidak pernah mengerti, apa gunanya dia hidup?

Jika aku punya kuasa untuk menyingkirkan orang itu dari kampus ini, sudah sejak lama aku mengusir dia keluar. Tapi inilah hidup, kadang berjalan dengan tidak adil. Semua ulah Dave selesai dengan uang ayahnya. Masalah yang dia buat menguap tak berbekas.

"Iya.. ya Ze.. ok..ok.." Aku mengahkiri pembicaraan ditelepon.

"Siapa?" Tanya Nelly yang sudah mulai makan spaghetti dipiringnya.

"Biasa Zemira, minta aku pulang cepat." Aku menaruh ponselku di atas meja tepat disamping piringku..

"Lah, padahal mau aku ajak nonton.." Saut Bale yang baru saja datang dengan sepiring nasi capcay.

"Sorry...," Balasku.

"Tumben kok disuruh pulang cepat?" ganti Nelly bertanya.

"Disuruh bantu Mama, rumah mau dipakai pertemuan."

"Pertemuan apa? perasaan kok Tante Hanna sering banget pertemuan?" tanya Bale.

"Ya komunitasnya banyak.. mahluk extrovert.. haha.. suka kumpul-kumpul.. dari kumpul sama temen masa Kuliah, SMA, Ibu-ibu kompleks,belum yang teman-teman dokter... kalau kalian lihat WA nya mama , udah nggak kehitung itu groupnya ada berapa. haha.."

Mamaku, dr. Hannah Magdalene. seorang dokter umum yang amat sangat ramah kepada semua orang. Selain ramah dia juga cerdas, dan sepertinya tidak menurun padaku. Ibunya dokter Biasanya anaknya jadi dokter juga kan? tapi aku terdampar di Fakultas Ekonomi. Aku sudah berusaha keras belajar, tapi memang kemampuan otak ku segini-segini aja. Untunglah Mama orang yang sangat baik, dia tidak pernah menuntut macam-macam pada anaknya yang otaknya pas-pasan ini. Mungkin nanti Adik ku , Elora Zemira yang bisa jadi dokter. Di SMA nya Ze (begitu aku memanggilnya), juara umum. Ya sudah diterima aja, mungkin saat pembagian otak aku kebagian sisa-sisa.

"Bener.. Tante Hanna ramah banget.. mungkin karena itu punya banyak teman." Komentar Nelly yang selalu disambut seperti anak sendiri saat main ke rumah ku.

"Terus anaknya?" tanya Bale.

"Siapa? Aku apa Ze?" tanyaku balik.

"Kamu lah." Saut Nelly, yang mulutnya masih penuh makanan.

" Iya, kamu. Bukannya Ze punya banyak teman juga?" Bale menaruh irisan wortel di piringku. Bale nggak suka makan wortel, mungkin itu yang membuat Bale memakai kacamata. Pernah lihat kelinci pakai kacamata? Nggak kan, ya karena kelinci suka makan wortel.

" Ze.. iya setahuku temannya cukup banyak," jawabku.

"Nggak kayak kamu yang cuma punya aku sama Nelly buat jadi teman." Ledek Bale.

"Sialan!! Hahaha"

"Hahaha!" Nelly dan Bale tertawa hampir bersamaan.

Dan jam makan siang kami yang tenang juga penuh canda tawa hahaha... hancur! Gara-gara anak ini muncul.

"Hei.. Nelly.... " Dave berdiri disamping Nelly.

"Hei.. Dave...," jawab Nelly.

"Kamu nggak bosen makan bareng mereka? Gimana kalau makan bareng aku?" Dave melihat kearahku lalu senyum mengejek.

Aku bukan orang yang mudah di intimidasi. Hanya diperlakukan seperti itu saja tidak membuat aku terpancing emosi. Sudah hampir Dua semester aku berhasil tidak ikut campur dalam keributan yang di buat Dave.

Aku lihat Dave dari ujung rambut sampai ujung kaki dan melihat wajahnya, kuberikan senyuman yang lebih menghina.

"Kenapa lihat-lihat?!" tanya Dave setengah membentak.

Living ProofTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang