5. Sahabat

751 48 0
                                    

POV Jona

Akhirnya berhasil memaksa Dave mandi dan memakai bajuku. Hal sepele seperti itu saja harus menggunakan emosi dulu. Sebelum pergi, kami turun dan menemui mama yang masih menonton Tv.

"Ma.. Dave permisi pulang, terima kasih" Dave berpamitan ke mama.

"Iya ati-ati ya Dave.."

"Bener-bener deh.. punya anak lain sekarang mama?" Karena Dave memanggil Ibu dokter ini mama.

"Kenapa? cemburu? mama yang minta Dave manggil mama.. "

"Iya... suka-suka mama... Selagi bu dokter senang, Jona juga senang.." Aku tersenyum lebar.

"Kamu anter Dave sampe rumah lho ya.." Mama memperingatkanku dengan nada mengancam.

"Iya.. nggak percaya amat sama Jona, kalau perlu sampe kamarnya.. Jona anter sampe kamar.." Ucapku dengan gemas.

" Mama ni nyuruh nganter, mama nggak mikir Jona baliknya naik ojol. Mama nggak khawatir ?" lanjutku.

Aku mendekat dan mencium pipi mama.

"Heii Buat apa punya badan berotot kalau naik ojol aja takut" Mama menekan perutku dengan jari telunjuknya berulang kali. Ya bu dokter selalu punya jawaban.

"Sini Dave.."Mama membuka tangannya memberi isayarat pada Dave untuk masuk ke dalam pelukannya. Dave dengan tersenyum masuk kedalam pelukan mama.

"Jona ati-ati dijalan.."

"Iya ma..."

Saat perjalanan pulang, Dave minta mampir sebentar ke sebuah tempat yang  berlawanan arah dari arah rumahnya.

"Apa nggak bisa besok aja?" tanyaku.

"Sekalian jalan.."

"Ini sih nggak sekalian, kalau sekalian itu searah, ini tu kita muter jauh." Protesku.

"Cerewet.."

"Malah ngatain.." komentarku.

Dave tidak menjawab.

Kami sampai di depan ruko jual beli hp. Tahu kan, wilayah yang satu deret ruko yang isi nya orang jual beli hp.

"Disini?" Tanyaku.

"Hmm.."

"Aku ikut turun?" Tanyaku, takutnya kalau terjadi sesuatu.

Dulu aku khawatir dia yang membuat ulah, tapi semenjak tadi malam aku khawatir dia yang kenapa-kenapa.

"Nggak usah." Dave turun sedangkan aku menunggu di mobil.

Selagi dia pergi ke salah satu ruko, aku mengawasi dia dari mobil.
Dia kembali dalam hitungan menit,

"Hp mu masih belum selesai." kata Dave saat kembali duduk dikursi.

"Iya.. aku tunggu sampai selesai. Nggak mau tahu harus bener.. " komentarku.

"Iya.. iya.. Kata Masnya bisa bener"

"Baguslah. udah ni ? pulang?" Tanyaku.

"Hmm.."


Akhirnya sampai juga di rumah Dave.
Baru masuk halaman rumahnya, mobil ayahnya muncul dibelakang kami. Wajah Dave berubah pucat.

"Sore Om.. " Aku memberi salam ke ayah Dave.

"Oh ya.. sore.. " Ayah Dave memasang wajah ramah, sampai aku tidak percaya ini orang yang sama dengan yang memukul Dave kemarin. Apalagi dengan pakaian jas rapi ala-ala CEO perusahan besar. Ya memang dia orang kaya. Seperti tidak masuk nalarku, dia memukul anaknya sampai seperti itu.

Living ProofWhere stories live. Discover now