Special Chapter #8

1.1K 202 15
                                    

"Apa Luther sudah mulai terbentuk saat Zachary mendengar ucapan Vincent?"

"Bisa jadi,"

Arsen menghela berat. Kini dia tahu kenapa Aaric enggan kembali pada mereka. Aaric takut Luther melukai mereka.

"Tapi, Aaric dan Luther memiliki satu kesamaan," Ucap Axeon.

"Apa itu?"

"Keluarga adalah prioritas mereka. Aaric seperti sudah mendoktrin dirinya sendiri kalau keluarganya adalah orang yang harus dia lindungi,"

Suara erangan kecil membuat Axeon segera beranjak untuk mendekati Aaric. Saat Aaric membuka matanya saat itu Axeon tersenyum padanya.

"Hey, son,"

"Sejak kapan aku kembali ke kamar?"

"Sejak tiga jam lalu,"

Aaric mengangguk paham. Aaric merubah posisi tidurnya. Dia memiringkan badannya hingga kini dia bisa mengambil tangan Axeon yang ada di depan perutnya. Axeon memang duduk di tepi ranjang Aaric tadi.

"Apa Luther membuat masalah?" Tanya Aaric.

"Tidak. Setidaknya disini tidak. Entah kalau di bar milik Baren,"

"Bar milik Baren?"

"Ah... Luther mengambil alih sepenuhnya kali ini?"

Aaric mengangguk. Hal terakhir yang Aaric ingat adalah suara kepala pelayan yang mengatakan Vincent dibawa oleh orang asing. Setelah itu Aaric tidak ingat apa-apa lagi.

"Vincent diculik oleh Rigel. Sepertinya Rigel merasa terdesak saat kamu memberikan tengat waktu tiga hari padanya. Dia menculik Vincent dan hendak menjual Vincent kepada Baren,"

"Luther mengamuk disana?"

"Bisa jadi. Daddy tidak ikut jadi, daddy tidak tahu,"

"Lalu, Vincent bagaimana?"

"Sedang tertidur di kamarnya ditemani oleh Xafe,"

"Ah... Begitu ternyata... Mungkin aku akan mencoba mengingatnya. Siapa tahu memori Luther bisa sedikit terbagi padaku,"

"Kak..."

Aaric terkejut. Bahkan badannya tersentak. Tanpa sengaja Aaric meremas tangan Axeon dengan kuat. Axeon melihat itu dan mengusap helaian rambut milik Aaric.

"Jangan meminta Luther kembali lagi! Luther tidak lelah tapi, tubuh kamu yang akan lelah nantinya. Lagi pula, Arsen adalah papa-mu. Dia menyayangimu seperti daddy menyayangimu. Dia tidak akan melukaimu," Ucap Axeon.

Perlahan remasan tangan Aaric mengendur. Aaric hanya takut Arsen akan merasa dirinya "rusak". Aaric takut Arsen tidak bisa menerima keberadaan Luther.

"Boleh papa duduk di sebelah kakak?" Tanya Arsen.

Aaric mengangguk kaku. Axeon mengusap pelan rambut Aaric sebelum dia pamit untuk keluar bersama dengan Ardan dan Arman. Aaric ditinggalkan di dalam kamar dengan Arsen.

"Kak... Boleh papa bertanya sesuatu?" Tanya Arsen.

Aaric mengangguk. Dia bangkit dan duduk di atas ranjangnya.

"Kalau kakak tidak keberatan, boleh papa tahu sejak kapan Luther menemani kakak?"

"Umm... Mungkin sejak aku smp? Aku juga tidak yakin,"

Arsen mengangguk. Dia sudah menduganya. Tidak mungkin Luther terbentuk dalam kurun waktu yang sangat singkat. Luther terlalu sempurna untuk sebuah alter ego yang baru saja terbentuk. Harmonisasi Aaric dan Luther sangat sempurna. Arsen tidak akan menyadari, jika Arsen tidak diberitahu oleh Axeon.

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang