Alvaro and His Daughters In Law

2.8K 346 24
                                    

"Hhh..."

Helaan napas itu sudah keluar dari mulut Arsen entah untuk keberapa kalinya. Arsen saat ini sedang duduk di kantin. Dia baru saja "diusir" oleh sang ayah untuk makan dan istirahat sejenak. Sang ayah mengatakan Arsen sudah terlalu lama ada di ruang rawat.

Arsen bergenjit saat seseorang memeluk lehernya. Namun, setelah menyadari siapa yang memeluk lehernya badan Arsen kembali rileks. Arsen bahkan mengusap lembut lengan yang sedang melingkari bahunya.

"Kapan sampai?" Tanya Arsen.

"Baru saja," Jawab sosok itu dengan bibir yang masih bersembunyi diantara helaian rambut Arsen.

Arsen mengangguk kecil. Dia menarik lembut lengan itu agar si empunya lengan duduk di kursi kosong di sebelahnya.

"Tadi aku ke kamar papi, kata papi dan kakak-kakak, kakak ada disini,"

Arsen mengangguk lagi.

"Aku diusir oleh papi,"

Sosok itu terkekeh mendengar ucapan Arsen. Tangan Arsen kemudian terulur untuk menyentuh perut yang berisikan calon anaknya disana.

"Apa baby kita nakal hari ini?" Tanya Arsen.

"Tidak. Baby sangat baik,"

"Apa hari ini kamu menginginkan sesuatu?"

"Tidak juga... Baby kita sepertinya sangat pengertian. Tidak ingin apapun,"

Arsen mengangguk paham. Dia kemudian meminum teh di depannnya. Sejak tadi Arsen memang tidak memesan makanan. Dia tidak terlalu lapar. Arsen menghabiskan teh miliknya dan dia mengajak sang istri ke ruangannya. Arsen hanya mengangguk kecil setiap ada yang menyapanya.

"Hhh..." Hela Arsen saat mereka sampai di ruangannya.

"Kakak belum makan, kan?"

Arsen menggeleng.

"Makan dulu. Aku sudah bawakan makanan untuk kakak,"

"Nanti saja. Aku tidak terlalu lapar,"

"Hmm... Papi sudah berpesan pada Nai. Kalau kakak tidak makan, Nai bisa beritahu papi, nanti papi akan memarahi kakak,"

"Ai..."

"Makan dulu kak. Kalau kakak mau menjaga papi, kakak juga harus menjaga kesehatan kakak dulu. Bahkan kak Ardan dan kak Arman saja tahu hal itu,"

Arsen menghela kecil sebelum akhirnya duduk di sofa dan membuka tempat bekal yang istrinya bawa. Arsen memakan makanannya dengan cepat. Naira sampai menggelengkan kepala dibuatnya.

"Oh iya, kak. Ada surat datang ke rumah tadi. Alamatnya dari luar negeri,"

"Surat? Biasanya mereka mengirimkan e-mail,"

Arsen mengambil surat dari tangan istrinya. Dia membuka surat itu dan membaca isinya walau sebelah tangannya masih menyuapkan makanan untuk masuk ke perutnya.Arsen hanya mengangguk kecil dan sesekali mengerutkan keningnya saat membaca surat itu.

"Tidak penting," Ujar Arsen.

Selesai makan, Arsen merapikan kembali tempat makan itu ke tas. Arsen kemudian menyandarkan kepalanya di dinding. Naira duduk di sebelahnya sambil bertukar pesan dengan kakak iparnya. Memang kedua ipar Arsen ada di ruangan sang ayah saat ini. Naira menanyakan bagaimana keadaan ayah mertuanya sekaligus melaporkan pada mereka kalau Arsen baru saja selesai makan. Naira tidak mau kedua kembaran Arsen dan ayah mertuanya khawatir pada Arsen.

"Eh.." Pekik Naira saat tiba-tiba kepala Arsen ada di pangkuannya.

"Baby... Kamu kenapa tenang sekali sih? Apa kamu tidak menginginkan sesuatu, hm? Papa akan dengan senang membelikan dan melakukan apa yang kamu mau,"

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang