Suara tawa menarik atensi bocah itu. Dia langsung berlari ke arah sumber suara. Hanya saja, pemandangan yang tersaji di depan mata membuat bocah kecil itu syok parah sehingga tenggorokannya tercekat sampai kehilangan suaranya.
Ibunya, orang yang paling dia sayangi, yang paling lemah lembut, yang sudah berjanji akan kembali, kini terkapar penuh darah dengan tubuh telanjang. Matanya terbuka, wajahnya pucat, namun tubuhnya sudah tak bergerak sedikit pun, kaku tanpa nyawa.
Bocah itu ingin berteriak dan menangis untuk memanggil ibunya, namun tak ada sepatah kata pun yang keluar dari tenggorokannya. Dia akhirnya menangis tertahan dengan dada penuh sesak.
Sadar akan keberadaan anak itu, para pria yang sudah menikmati kesenangan, langsung menoleh dengan seringai. Mengambil barang tajam yang sempat di letakkan acak, mereka berjalan perlahan ke arah bocah itu.
Dia mundur ketakutan dengan wajah sepucat kertas. Dia sangat gemetar dan tegang hingga terjatuh keras ke lantai. Menutupi kepalanya dengan gelengan brutal, dia terus menangis tanpa suara di tengah putus asa.
Jangan! Jangan datang ke sini! Hatinya terus meraung dan menjerit untuk menghentikan langkah mereka, namun itu sia-sia.
Jangan sakiti aku! Jangan!!
Keringat dingin mengalir hampir di seluruh tubuhnya. Hatinya terus menjerit, namun tetap saja suaranya bisu.
Tiba-tiba, ada sesuatu yang hangat menyelimuti tangannya membuat ketakutan tiba-tiba mereda. Tidak sampai di sana, sesuatu yang hangat dan lembut itu menyentuh kening, pipi, lalu usapan di kepala.
Ketegangan mengendur, tubuh dinginnya di selimuti kehangatan, ketakutan lenyap, seolah dia telah berpindah tempat dari tempat gelap dan dingin penuh kesuraman itu. Tidak lama, terdengar suara lembut yang mengandung kepanikan.
"Ray! Ray! Bangun! Ada apa denganmu?"
Suara itu masih terasa asing, namun kelembutan dan kecemasan di dalamnya membuat dia tenang tanpa alasan.
"Ray?"
Membuka mata dengan perlahan, pemandangan di hadapannya kabur. Namun, kegelapan sebelumnya tidak ada, hanya sebuah cahaya hangat. Saat penglihatannya berangsur-angsur jelas, terlihatlah wajah cantik seseorang yang suaranya sedari tadi memanggil. Matanya berkaca-kaca penuh kecemasan, sentuhan hangat di pipinya yang merupakan tangan gadis itu, benar-benar tidak tertolak oleh tubuhnya yang selalu bereaksi berlebihan.
"Ray? Jangan membuatku cemas ... kenapa wajahmu sangat pucat? Apakah kamu merasa sakit?" tanyanya khawatir saat dia sudah membuka mata. "Maaf sudah membangunkanmu. Sedari tadi, kamu terus bergerak gelisah saat tidur sehingga berkeringat banyak. Apakah kamu bermimpi buruk?"
Reane menghela nafas lega melihat nafasnya yang sebelumnya memburu, kini sudah tenang. Namun, kecemasannya belum mereda karena Ray tidak menanggapi pertanyaannya, hanya diam menatap dengan mata kosong.
"Ray ...," panggilnya lagi seraya menyentuh pipinya lembut.
Awalnya, Reane tidak berani menyentuhnya langsung, namun dia terpaksa karena tidak bisa membangunkan Ray dengan hanya memanggil. Sampai dia bangun, Reane lega karena Ray tidak bereaksi terkejut dengan sentuhannya.
Tiba-Tiba, tangan dingin Ray terangkat dan bertumpu di atas tangannya itu. Reane terkejut, tapi tidak melepaskan. Menyerap kehangatan dengan rakus, Ray menggosok-gosokan pipinya ke tangan hangat Reane seperti anak kucing.
Reane, yang awalnya masih cemas, kini merasa lega sekaligus geli dengan tingkahnya. dia tidak melepaskan dan membiarkannya.
"Apakah kamu kedinginan, Ray? Biar aku ambilkan selimut lagi."
DU LIEST GERADE
Dependency ✓ [Sudah Terbit]
Romantik17 tahun Leane hidup di ranjang rumah sakit tanpa mengenal dunia luar. Setiap hari, ia hanya tahu rasa sakit karena keadaan tubuhnya yang lemah. Pada akhirnya, ia mati dengan damai tanpa pernah merasakan apa itu kebahagiaan. Bangun di tubuh dan temp...
6. Dependency 🌷
Beginne am Anfang
![Dependency ✓ [Sudah Terbit]](https://img.wattpad.com/cover/315356737-64-k470748.jpg)