7. Kau Menghancurkannya

1K 45 1
                                    

"Cempaka, buka pintunya," mohon Erlangga untuk kesekian kalinya didepan pintu kamar mandi yang ada dikamar Cempaka, kamar yang menjadi saksi bisu atas perbuatan kejinya tadi malam.

Saat baru bangun tidur Erlangga tak mendapati Cempaka disampingnya dan melihat pintu kamar mandi tertutup. Tanpa berpikir panjang Erlangga memilih membersihkan dirinya dikamarnya sendiri dan berpikir untuk meminta maaf pada Cempaka saat wanita itu datang ke meja makan untuk sarapan. Tapi salah, sampai Erlangga sudah selesai mandi dan makanan tersaji rapih dimeja makan, Cempaka masih juga belum menunjukkan batang hidungnya. Hal itu tentu membuat Erlangga khawatir lalu kembali ke kamar Cempaka, dan ternyata Istrinya itu masih mengurung diri didepan kamar mandi.

"Aku minta maaf," lirih Erlangga bersungguh-sungguh.

"Sungguh, aku tak berniat menyakitimu seperti sekarang. Seharusnya aku tak pulang dalam keadaan mabuk tadi malam," ucapnya tanpa mendapat balasan dari orang yang diajaknya bicara.

"Cempaka, keluarlah. Apa yang kau takutkan? Kau takut Liam tak menerimamu?" melihat tak ada jawaban dari dalam membuat Erlangga menghela napas panjang sebelum kembali berbicara.

"Kalau itu yang kau takutkan, maka aku akan memberitahu dan menjelaskannya pada pada Liam," kata Erlangga bersungguh-sungguh, tapi lagi-lagi tak ada balasan dari dalam kamar mandi membuat Erlangga hanya bisa mengacak rambutnya frustasi sebelum berjalan menjauh untuk mengambil ponselnya dan meminta Liam untuk datang membujuk Cempaka agar mau keluar dari ruangan tersebut.

Tak lama setelah Erlangga menghubungi Liam dan memberitahu keadaan Cempaka, pria itu datang dengan raut wajah cemas bercampur marah. Wajah cemasnya tak bisa ditutupi, tapi dirinya memperlihatkan wajah marahnya saat berhadapan langsung dengan Erlangga yang menyesal dan merasa bersalah.

"Aku akan mengurusmu setelah menenangkan Cempaka," ucap Liam menatap tajam Erlangga sebelum kembali melangkahkan kakinya menuju ke tempat Cempaka berada.

Setelah memastikan Liam masuk ke dalam kamar Cempaka, Erlangga hanya bisa berdiri didepan kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan mempercayakan semuanya kepada Liam.
.....

TOK... TOK... TOK...

"Sayang, buka pintunya. Aku mohon jangan kayak gini, aku khawatir," mohon Liam sambil mengetuk pintu kamar mandi setelah mencoba membuka beberapa kali tapi tak berhasil.

CEKLEK...
Pintu terbuka menampilkan wajah pucat Cempaka yang menatap Liam dengan tatapan malu dan juga merasa bersalah.

"Maaf--" lirih Cempaka sebelum kembali meneteskan air matanya untuk kesekian kalinya, hal itu membuat Liam langsung membawa tubuh yang basah itu ke dalam pelukannya sambil mengusap sayang punggung wanita itu.

"Sstt-- ini bukan salah kamu. It's ok, semuanya akan baik-baik saja," balas Liam lalu mengecup singkat kening Cempaka.

Liam melepaskan pelukannya kemudian menangkup wajah pucat Cempaka untuk menatap wajahnya. Tangannya terulur untuk mengusap sisa air matanya lalu mencium mata tersebut lumayan lama.

"Aku gak marah. Jangan kayak gini lagi ok? Aku khawatir sama kamu," ucapnya bersungguh-sungguh.

Bukannya berhenti, Cempaka justru semakin menangis dan kembali menabrakan tubuhnya yang sebatas bawah dada pria itu ke dalam pelukannya.

Sedangkan Liam hanya bisa menenangkan Cempaka lewat elusan lembutnya hingga perlahan tubuh wanita itu melemas dan jatuh pingsan dipelukannya.

Liam memejamkan matanya pedih sebelum menarik nafas panjang lalu menggendong tubuh Cempaka dan membaringkannya diatas tempat tidurnya.

Setelah membaringkan Cempaka, Liam keluar dan menatap tajam Erlangga yang hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Minta pekerja wanita untuk mengganti pakaiannya, dan minta Dokter wanita untuk datang memeriksanya," kata Liam diangguki paham oleh Erlangga yang segera menelpon seseorang untuk melakukannya.

"Kenapa harus Dokter perempuan? Dokter keluargaku laki-laki," tanya Erlangga membuat Liam menoleh ke arahnya lalu menghela napas kasar.

"Cempaka mengalami trauma. Kau tak hanya melukai fisiknya, tapi juga mentalnya," jelas Liam saat mengingat jika tubuh Cempaka bergetar ketakutan saat pertama kali bersentuhan dengannya tadi.

"Maaf--" lirih Erlangga mengucapkan kata yang sama untuk kesekian kalinya, meski begitu ia tau jika permintaan maafnya tak mungkin membuat semuanya kembali seperti semula.

"Kau ikut denganku ke ruang bermain. Aku harus memberimu sesuatu," kata Liam diangguki pasrah oleh Erlangga yang mengerti apa yang akan pria itu berikan padanya.

Ruang bermain yang dimaksud Liam adalah ruangan tempat mereka berdua melatih fisik sejak SMP, dan Erlangga yakin jika Liam akan memberikan hukuman untuknya disana.

Erlangga memejamkan matanya sejenak sebelum menarik nafas panjang dan mengikuti Liam yang mendahuluinya. Apapun yang akan Liam lakukan padanya, Erlangga akan menerimanya tanpa perlawanan.
........

"Eungh..." lenguh pelan Cempaka sambil mengucek matanya. Hingga matanya terbuka sempurna kala merasakan usapan lembut dikepalanya.

"Kau sudah bangun? Ingin makan sesuatu?" tanya lembut Liam digelengi pelan oleh Cempaka yang perlahan menyingkirkan tangan pria itu dari kepalanya.

Cempaka mendudukkan dirinya lalu menunduk sambil memainkan jarinya, hal itu tak luput dari penglihatan Liam yang menyadari jika wanita dihadapannya telah sedikit berubah, dan harus diberikan dukungan serta kehangatan untuk kembali seperti semula.

"Aku akan membelikan bubur ayam untuk kita berdua, dan memakannya bersama. Bagaimana? Kau mau?" tanya Liam berusaha membujuk Cempaka untuk mengisi perutnya.

Perlahan Cempaka mengangguk, membuat Liam tanpa sadar ingin kembali mengusap kepalanya sebelum wanita itu lebih dulu menghindari sentuhannya dengan sedikit ketakutan.

"Maaf," lirih Cempaka merasa bersalah saat melihat wajah Liam.

"Tak apa, akulah yang seharusnya minta maaf," jawab Liam tersenyum tipis.

"Aku akan membelinya terlebih dahulu," kata Liam beranjak dari tempat duduknya dan berniat melangkah pergi sebelum suara Cempaka menghentikan langkahnya.

"Bisakah kau tetap disini? Pesan saja buburnya," pinta Cempaka membuat Liam membalikkan badannya lalu mengangguk pelan dengan senyuman tipisnya.

Liam kembali mendekat ke tempat tidur Cempaka dan mendudukkan dirinya disamping tempat tidurnya.

"Kau menginginkan sesuatu?" tanya Liam menatap Cempaka yang juga tengah menatapnya.

"Liam--" lirih Cempaka menatap Liam dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

"Iya?" lembut Liam menjawab Cempaka.

"Sakit, rasanya sakit--"
"Dadaku sesak, kepalaku terasa perih, seluruh tubuhku rasanya masih sakit," adunya dengan air mata yang kembali menetes kala mengingat perlakuan kasar Erlangga tadi malam yang memperlakukannya seperti binatang lalu membuatnya mendesah seperti seorang jalang.

Liam hanya diam menatap Cempaka yang memukul-mukul dadanya lalu menyentuh pelan kepalanya.

"Dia menarik rambutku saat aku berusaha pergi, dia membenturkanku ditembok saat aku memberontak, lalu--"

"Sstt--" bisik Liam kembali menarik tubuh mungil Cempaka ke dalam pelukannya. Ia tak ingin mendengarkannya. Rasanya sangat menyakitkan saat orang yang dicintainya dan ia jaga selama ini telah dihancurkan serta disakiti oleh orang lain.

"Kau tak perlu takut, disini hanya ada aku"
"Aku akan membawamu ke tempat lain untuk sementara waktu," ucap Liam digelengi pelan oleh Cempaka yang masih menangis dipelukannya.

"Bukan sementara, bawa aku bersamamu selamanya. Aku ingin selamanya bersamamu, Liam," mohon Cempaka diangguki pelan oleh Liam yang berusaha menenangkannya.

"Kuharap juga begitu,"  batinnya dengan tatapan sendu.

.......
Cerita yang saya buat semata-mata hanya untuk menghibur dan tidak untuk menyinggung pihak manapun. Maaf jika ada salah yang tidak saya sengaja ataupun tidak saya ketahui.
......

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK !
☞ ☆ ☜

Dua Tahun Tersulit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang