Bab 031

390 43 5
                                    

Setelah malam panjang yang mencekik, akhirnya sinar matahari terbit dengan kilau warna oranye mencairkan butiran salju dan es. Cuaca yang buruk telah berakhir, namun kemalangan belum mereda.

Akibat kekacauan dari pengepungan pasukan Zombie, disertai dengan gerbang yang rusak. Banyak orang yang kini sibuk mencoba untuk memperbaiki tembok dan pintu masuk. Beberapa anggota tim Black Wolf sedang mengumpulkan setiap inti kristal.

Tidak ada sisa Zombie sama sekali, mereka semua telah hancur dan menghilang. Namun bukan berarti mereka tidak waspada karena masih banyak miliyaran Zombie di luar sana yang belum mencapai pangkalan mereka.

Ketika beberapa orang sibuk mengatur akibat kekacauan, di rumah sakit banyak satu persatu orang meninggal akibat dari wabah. Pasien semakin bertambah bukan berkurang yang membuat para Dokter dan perawatan sibuk.

Jaemin yang telah di beri surat perintah oleh Renjun kini sedang meneliti apa wabah yang kini membuat kegemparan. Tidak ada yang lebih mudah, karena Jaemin terus sibuk di ruangan penelitian sepanjang hari.

Berbeda dengan Jaemin, Jeno dan Chenle sedang di sibukkan oleh pembuat gerbang agar kokoh dan tahan lama. Dengan menggambar desain, tidak ada yang berani keluar dari pangkal karena bahaya masih mengintar kecuali beberapa tim Black Wolf.

Renjun yang tertidur di ruang kesehatan kini terbangun, melihat dimana dia berada dan mengingat apa yang terjadi terakhir kali. Membuat dirinya langsung bangun dengan cepat.

Menarik jarum infus dari pergelangan tangannya, dan bangkit menuju lantai ruang bawah tanah dimana Raffael di rawat. Wajah pucatnya telah kembali normal, meski fisiknya masih lemah tapi Renjun tidak peduli.

Tidak ada yang tahu jika Renjun telah meninggalkan ruangan kesehatan. Dengan langkah yang ringan namun cepat akhirnya Renjun sampai ke tempat yang dia tuju. Membuka pintu ruangan dan melihat tubuh seseorang orang di dalam tabung.

Rambutnya yang berwana putih telah kembali menjadi hitam, hanya saja dia masih belum bangun. Wajahnya yang pucat kini telah kembali normal, detak jantung yang terlihat di layar monitor terlihat jelas.

"Kapan kamu bangun kucing liar?" Tanya Renjun dengan mata redup.

"Maafkan aku." Ucapnya dengan lemah.

Renjun benar-benar tidak berdaya, melihat Raffael mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan pangkalan. Andai saja dirinya bisa kuat, maka dia tidak akan melihat Raffael menderita.

Dengan tangan terkepal, Renjun berjanji pada dirinya sendiri untuk mulai menjadi kuat. Dapat melindungi orang yang berharga bagi dirinya, dan tidak akan kehilangan seperti terkahir kali di masa lalu.

Hingga suara malas terdengar menyadarkan lamunannya, "Kamu sudah bangun?"

Renjun menoleh dan melihat orang yang terakhir dia lihat. Dia baru ingat jika ada orang yang tidak di kenal, membuat Renjun mengerutkan kening dengan tatapan dingin.

"Siapa kamu? Dan bagaimana kamu ada di sini?"

Winwin bersandar di pintu masuk, "Prosesor Winwin, aku di sini karena dia membawaku ke sini." Jawabannya sambil mengangkat dagunya ke arah Raffael.

Ketika mendengar jawabannya, wajah Renjun semakin dingin.

"Untuk apa dia membawa mu?"

Winwin mengangkat bahunya, "Entah, dia hanya membawa ku ke sini tanpa menjelaskan tujuannya, hanya menyampaikan kebenaran tentang saudara ku."

Renjun terdiam dan tidak bertanya lagi.

"Kini giliran ku yang ingin bertanya." Ucap Winwin yang membuat Renjun kembali menoleh.

"Siapa kalian? Dan siapa dia?" Tanyanya dengan mata yang tajam.

Renjun mendengus dengan dingin, "Kamu ingin tahu siapa kami dan dia?" Tanyanya dan Winwin hanya terdiam yang berarti menyetujui pertanyaannya.

"Kami tim inteljen Negara, di sebut Black Wolf, jika kamu bertanya tentang dia." Renjun menoleh ke arah kapsul, "Kamu pasti sudah tahu identitasnya, kalian semua memanggilnya dengan sebutan Teratai putih."

Winwin mengangguk paham, "Jadi kalian yang di sebut oleh mereka."

Renjun tahu siapa yang di sebut mereka, itu adalah manusia busuk yang mencoba untuk membunuh semua orang yang berada di pangkalan sehari yang lalu.

"Namun . . . " Winwin belum melanjutkan ucapannya, matanya beralih kearah tubuh Raffael yang berada di dalam kapsul. Jelas Renjun menyadarinya juga dan menjadi waspada.

"Jangan melakukan hal yang konyol jika kamu ingin hidup!" Ancam Renjun menghalangi penglihatan Winwin.

Winwin hanya menatap ke arah Renjun dengan tatapan santai namun lembut, "Tenang, aku tidak akan melakukan apapun yang merugikan diri sendiri. Hanya saja anak yang kamu lindungi cukup aneh, tidak hanya aneh tapi kekuatan yang dia miliki seperti Dewa yang bisa memanggil cuaca." Jelasnya.

"Bukan hanya itu saja, sikap, pengetahuan, logika itu sangat berbeda dengan manusia seperti kita. Aku ingin bertanya padamu, apakah dia seseorang yang bukan berasal dari pelanet ini?"

Pertanyaan dan penjelasan tersebut bagaikan sambaran petir yang menghantam otak Renjun, jelas orang di depannya adalah seorang profesor yang dapat melihat kelainan dari seseorang meski beberapa interaksi.

Renjun terdiam dan tidak menjawab, Winwin dapat melihat jika masalah ini tidak sesederhana itu. Mungkin kejadian perubahan dunia ada hubungannya dengan anak yang berada di dalam tabung kapsul tersebut.

"Diam mu adalah jawab iya, aku akan menyimpulkannya seperti itu."

Renjun hanya menatap sebentar sebelum membuka mulut, "Jika kamu sudah tahu, apa yang akan kamu lakukan? Memberi tahu kantor pusat tentang keberadaan Raffael?"

"Oh jadi dia bernama Raffael." Seru Winwin, sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku ingin melindunginya." Jawabannya.

Renjun tertegun dan mengerutkan kening tidak senang, "Untuk apa kamu melindunginya?"

"Untuk mengucapkan rasa terimakasih karena telah menyampaikan kebenaran tentang kematian saudara ku." Ucap Winwin dengan pelan, matanya terkulai lemah.

"Maaf."

"Tidak apa-apa."

Suasana canggung menyelimuti mereka berdua di ruang yang sunyi. Hanya bunyi detak jantung dari layar monitor yang menemani mereka.

"Kalo begitu aku permisi dulu." Winwin terlebih dahulu memecahkan kesunyian dan Renjun hanya menganggukkan kepalanya.

Melihat punggung kurus yang menghilang di sudut, mata Renjun kembali menatap Raffael dengan tatapan lembut. Banyak pertanyaan yang melintas di benaknya tentang kekuatan terakhir yang di gunakan Raffael, itu seperti bukan kekuatan yang sering dia gunakan.

Apalagi Renjun ingat dengan peringatan sistem terakhir kali, tentang kehabisan energi yang jelas sangat berbahaya bagi nyawa. Tapi Raffael menggunakan kekuatan miliknya, tidak ada alasan yang pasti. Hanya saja Renjun dapat memahami perasaan sakit saat dia kelebihan menggunakan kekuatan miliknya.

Bagaimana Raffael bisa menanggungnya dan bertahan melawan rasa sakit? Dengan mata terkulai Renjun bergumam lemah.

"Cepat bangun, es krim menanti mu untuk di makan."

TBC

SURVIVAL!Where stories live. Discover now