Special Chapter #3

Mulai dari awal
                                    

"Bagaimana kalau aku sedikit bermain-main dengannya? Sedikit membalaskan apa yang dulu ibunya lakukan mungkin?" Gumam Aaric.

Aaric sendiri heran. Entah sejak kapan dirinya menjadi sosok yang tidak punya hati nurani. Beberapa orang menjulukinya iblis atau makhluk rendah lainnya. Herannya Aaric tidak marah. Dia malah merasa julukan itu memang cocok dengan dirinya. Aaric bukan sekali dua kali membunuh orang yang menghalangi atau merecoki bisnisnya. Aaric memang sejahat itu.

"Esthel..." Panggil Aaric saat dia melihat tubuh mungil gadis pesuruh itu menjauh.

"Ya, sir?"

"Buatkan aku kopi,"

"Baik, sir,"

Aaric menatap tubuh mungil yang beranjak menuju ke pantry di lantai ruangannya. Aaric benar-benar ingin tahu tujuan gadis itu masuk ke perusahaan orang yang jelas-jelas sudah membuangnya. Aaric juga ingin tahu kenapa gadis itu nampak seperti tidak mengenalinya.

"Hasil penyelidikan masih belum diserahkan padaku," Gumam Aaric.

Aaric menggeleng kecil sebelum berbalik masuk ke dalam ruangannya dan melanjutkan pekerjaannya.

.........

"Permisi, young master,"

"Hm?"

"Master meminta saya mengingatkan anda untuk menghadiri pesta nanti malam,"

Aaric melirik arloji Patek Philippe miliknya. Dia kemudian mengangguk kecil. Aaric memang perlu mandi dan bersiap sebelum dia berangkat menuju ke pesta yang entah diadakan dalam rangka apa. Aaric menutup laptopnya setelah memastikan semua pekerjaannya tersimpan. Dia kemudian beranjak menuju ke kamar pribadinya dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Tiga puluh menit kemudian, dia sudah rapi dengan setelan tuxedo miliknya.

Aaric berjalan dengan diikuti oleh tangan kanan kepercayaannya. Langkah Aaric sangat tenang. Saat Aaric menginjakan kaki di lobi kantornya, beberapa bodyguard datang menghampirinya dan berjalan di sekitarnya. Aaric sudah terbiasa dengan hal itu sejak dia lulus kuliah. Oh, mengingat kuliah, Aaric bukanlah mahasiswa jurusan bisnis atau pun ekonomi. Aaric adalah lulusan kedokteran dengan nilai terbaik. Bahkan Aaric berhasil menyelesaikan kuliahnya lebih cepat. Aaric juga menemukan beberapa penemuan yang sangat berguna dalam dunia kesehatan.

"Esther," Panggil Aaric saat dia melihat tubuh mungil gadis yang kemungkinan akan menjadi "mainan"nya.

" Ya, sir?"

"Istirahatlah dengan baik. Semoga malammu menyenangkan dan sampai bertemu besok pagi,"

Aaric melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Bibir Aaric menyeringai kecil. Aaric tahu dengan apa yang baru saja dia lakukan, gadis mungil itu akan menjadi bulan-bulanan dari para pegawai wanita di kantornya. Aaric memasuki mobilnya masih dengan seringaian kecil di bibirnya. Saat mobilnya hendak melaju, Aaric melihat beberapa orang pegawai wanita mendatangi gadis itu.

"Ah... Sudah akan dimulai. Sayang sekali aku tidak bisa melihatnya," Gumam Aaric.

Mobil yang membawa Aaric berhenti di sebuah lobi salah satu hotel ternama. Beberapa wartawan sudah berdiri di sekitar lobi. Aaric melihat tamu-tamu yang baru saja masuk ke dalam hotel. Aaric tahu siapa mereka. Para pebisnis yang senang sekali menjilat. Aaric turun saat pintu mobil di sebelahnya terbuka. Saat dia turun, matanya langsung menerima banyaknya lampu flash dari kamera para wartawan. Suara bising juga terdengar di telinganya.

Aaric hanya berjalan masuk ke dalam lobi tanpa berhenti untuk sekedar membalas sapaan dari wartawan itu. Saat Aaric memasuki ruang ballroom dimana pesta besar itu diadakan, hampir seisi ruangan menatap ke arahnya. Tatapan takut juga segan. Tak jarang pula ada tatapan memuja disana. Saat itulah, mata Aaric menangkap keberadaan para saudaranya dan mereka sedang berjalan ke arahnya.

"Permisi tuan Aaric,"

"Ya?"

"Saya sering mendengar tentang anda. Ternyata anda jauh berwibawa dari desas desus yang saya dengar,"

"Aaric?"

Suara heran itu Aaric dengar. Mata Aaric melirik ke asal suara. Disana, Albern berdiri dengan tatapan herannya.

"Maaf, tapi bisa saya bicara dengan saudara saya?"

"Oh... Tentu, tuan. Maafkan saya. Saya permisi,"

Aaric hanya mengangguk kecil. Setelah pria itu menjauh, Aaric menghembuskan napasnya sebelum menatap ke arah kumpulan saudaranya.

"Hai," Sapa Aaric.

"Aaric? Sejak kapan kamu mengganti namamu?"

"Sejak aku menetap disini,"

Aaric bisa melihat semua saudaranya terkejut.

"Apa uncle Axeon yang menyuruh kakak mengganti nama kakak?" Tanya Vincent.

Aaric menatap ke arah Vincent dengan lekat.

"Tidak," Jawab Aaric singkat.

"Nama ini lebih nyaman untuk dipakai,"

Vincent dan Xaferius menatap tidak percaya pada Aaric. Tapi, Aaric memang benar-benar merasa lebih nyaman dengan nama Aaric dibanding nama Zachary.

"Ada masalah dengan namaku?" Tanya Aaric.

Mereka semua menggeleng kaku. Merasa tidak percaya dengan perubahan Aaric yang sangat drastis.

"Zack, kamu kenapa tidak datang ke acara pernikahanku?" Tanya Ella.

Aaric baru saja mau menjawab jika saja, matanya tidak menangkap sesosok pria yang sangat dia kenal. Pria yang dia cari sampai dia harus mengerahkan setengah dari keseluruhan anak buah sang ayah.

"Permisi sebentar," Ucap Aaric sambil berlalu.

Kaki Aaric melangkah dengan tenang. Sementara tatapan mata para saudaranya mengikuti dirinya.

Brak!!

Prang!!

Aaric menahan seseorang di atas meja dengan beberapa gelas sudah berubah menjadi kepingan kecil.

"Berani juga kau muncul disini," Ucap Aaric.

"Ma-maafkan saya tuan! Saya benar-benar mi-minta maaf,"

"Pikirmu maafmu itu bisa mengembalikan kerugian yang ditanggung olehku? Kau pasti bercanda,"

Aaric mengambil pecahan kaca di meja sebelum dia menggores pipi pria itu.

"Dengar tiga hari lagi kau harus membayarnya. Jika saat itu kau berani kabur, saat aku menemukanmu, dagingmu akan berad di piring makan anjing-anjing peliharaanku!"

Tbc
.......

Pinggiran JakBar, August 18th 2022

[DS #3] Save Me Hurt MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang