[15] Unexpected Love; Belajar

23 5 0
                                    

Hawa dingin di perpustakaan sama sekali tidak membantu perubahan suasana dalam hati Sheila. Gadis itu untuk sekian kalinya menggelengkan kepala sambil menggenggam selembar kertas jawaban dengan hasil D. Menghela napas kala matanya menuntun pada jawaban esai yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan soal yang tertulis.

Sedangkan di hadapannya, lelaki itu--si pemilik lembar jawaban-- terduduk santai sambil fokus pada game di ponselnya. Wajahnya serius. Kalau saja wajah itu yang dipakai untuk belajar, pasti mendapat nilai yang tinggi.

"Lo gak niat ulangan, ya?"

Radja menoleh sekilas ke arah Sheila, kemudian tersenyum. "Ya, gitu, deh."

Saat ini jam pelajaran terakhir di kelas, namun karena jam kosong dan tidak mendapatkan tugas dari guru yang mengajar. Sheila akhirnya mengajak Radja untuk ke perpustakaan membahas ujian matematika yang akan dilaksanakan besok.

Sheila menghembuskan napasnya sambil tangannya memijat pelipis dengan pasrah. "Mau begini terus?"

"Aargh!" Teriak Radja kala game pada ponselnya gagal meraih kemenangan. "Begini gimana?" Sahutnya sambil menaruh ponsel di dalam saku celana.

"Besok ada ulangan mat wajib, gue mau lo kerjain benar-benar. Padahal cuma ulangan bab 1 sampai 2 tapi nilainya D." Kalimat akhir itu merujuk pada lembar soal Kimia milik Radja.

Radja melipat kedua tangan di atas meja. Menyanggah tubuh dengan malas sambil menatap Sheila. "Kuis aja kosong, Shel. Biasanya kalau matematika wajib gue isi yang caranya pendek. Itu pun belum tentu bener, haha." Tawanya itu sangat mengganggu pendengaran Sheila.

Buku tebal yang ada di hadapannya ia alihkan kepada Radja. "Hari ini kita belajar untuk besok."

"Padahal hari ini gak ada matematika wajib. Lo bawa—bukunya? Rajin ba—aaww..." Radja mengaduh saat satu pukulan mendarat di atas kepalanya dengan buku tebal lain. "Sakit, Shel."

"Ini buku perpus. Gak usah banyak alihin topik, ya, Ja. Biasanya soal bakal ada 5, tapi bercabang. Tapi tenang aja soal yang muncul biasanya sama persis kayak latihan-latihan yang udah kita kerjain." Jelas Sheila, kemudian menatap Radja yang enggan peduli pada penjelasan Sheila. "Lo sering kerjain latihan, kan?"

Radja terlihat memikir sebelum akhirnya menjawab, "bentar-bentar... Kapan ya, gue terakhir ngerjain tugas?" Ujar Radja seakan-akan tengah bercanda.

Gadis di hadapannya itu benar-benar terperangah, tidak menyangka dengan Radja. Bagaimana bisa dia tidak mengerjakan soal yang sudah diberikan sejak hari pertama masuk? Dihitung-hitung ada lima latihan yang seharusnya sudah dinilai, lalu jika tidak mengerjakan? Sheila ingin sekali berteriak.

"Lo niat gak, sih, sekolah?"

"Jujur, nggak."

Sheila lagi-lagi menghela napasnya frustasi. Sedangkan objek di depan itu hanya menunjukkan senyum khasnya yang ingin sekali Sheila tampar. "Untuk ulangan besok nilai lo harus bisa mencapai tujuh puluh minimal."

"Kalau nggak?"

Sheila memajukan tubuhnya dari punggung kursi. "Kalau ulangan besok nilainya tercapai gue bakal kasih reward buat lo."

"Kalau nggak gimana?"

"Gue bakal kasih ujian tersendiri yang gue buat sendiri, dan yang pastinya lebih susah dari materi yang baru diajar." Tantang Sheila sambil menunjukkan senyum jahat.

Radja tersenyum dalam diam. Senang sekali melihat Sheila kelelahan menghadapinya. Padahal Radja sudah berjanji untuk tidak membuat susah tutor sebayanya ini.

Maafin Radja, ma. Sekali aja, kok.

"Reward yang kayak gimana, nih?"

Sheila terlihat sedang memikir. "Gue traktir. Lo mau apa aja gue yang beliin. Yang mahal juga gue jabanin."

Unexpected Love | Lee JooyeonWhere stories live. Discover now